Aspek Peranserta Masyarakat m3hr

14

2.1.4. Aspek Peratura n

Peraturan yang hampir selalu ada meliputi peraturan tentang organisasi pengelola persampahan dan tarif retribusi yang umumnya berupa Peraturan Daerah Perda. Peraturan lainnya biasanya tidak banyak berfungsi dikarenakan kurangnya kekuatan hukum yang me nyertai pemberlakukan suatu peraturan. Hal yang terjadi di Kota Bekasi, misalnya, peraturan tentang K3 Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan dan peraturan tentang larangan dan sanksi yang berkaitan dengan persampahan belum dapat berfungsi. Hal ini dikarenakan belum adanya badan hukum yang mengawasi pelaksanaan Perda dan dapat melakukan tindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat atau badan usaha berkaitan dengan Perda tentang K3.

2.1.5. Aspek Peranserta Masyarakat

Peranserta masyarakat yang sudah berjalan relatif baik sampai saat ini adalah melakukan pengumpulan sampah yang dikoordinasi oleh organisasi- organisasi kemasyarakatan dan membayar retribusi sampah. Sejalan dengan gerakan 3R, kampanye dan penyuluhan kepada masyarakat sudah banyak dilakukan dengan tujuan agar masyarakat mau mengurangi sampahnya, menggunakan kembali barang-barang yang masih bisa dimanfaatkan, dan mendaur ulang sampahnya. Untuk tujuan ini masyarakat diminta kesediaannya untuk melakukan pemilahan sampah, yaitu memisahkan antara sampah basah organik dan sampah kering anorganik. Sampah basah bisa dimanfaatkan untuk dijadikan kompos, sedangkan sampah kering berupa kertas, plastik, logam, kaca, dan sebagainya dapat dijadikan bahan baku industri daur ulang. Di Kota Bandung, misalnya, pada tahun 1999 telah dilakukan Program Peningkatan Kesadaran Masyarakat dalam Hal Pengelolaan dan Daur Ulang Sampah yang merupakan kerjasama antara PD Kebersihan dengan GTZ. Program ini bertujuan mengubah perilaku masyarakat terhadap sampah berkenaan dengan terus meningkatnya jumlah sampah, salah satunya adalah mengajak masyarakat untuk mau memilah sampahnya. Melalui program ini, masyarakat diharapkan akan sadar atas konsekuensi dari terus meningkatnya jumlah sampah, yaitu akan 15 terus meningkatnya kebutuhan lahan untuk TPA, masalah pencemaran tanah dan air tanah, masalah kesehatan lingkungan, dan semakin tingginya biaya lingkungan dimasa yang akan datang. Konsekuensi tersebut juga mendorong keinginan Kota Bandung untuk mendirikan Pusat Daur Ulang Sampah Terpadu. Keinginan ini banyak disebabkan oleh komposisi sampah Kota Bandung yang berpotensi besar untuk didaur ulang, yaitu 70 berupa sampah basah dan hampir 30 berupa sampah kering PD Kebersihan 2005. Kenyataan yang banyak ditemui dala m hal peranserta masyarakat adalah rendahnya kesadaran tentang persampahan dan tidak adanya perangkat hukum yang mampu mengatur perilaku masyarakat, misalnya sanksi terhadap orang yang membuang sampah secara tidak semestinya, sanksi terhadap rumah tangga yang tidak mau memilah sampahnya, atau penghargaan terhadap rumah tangga yang sudah melakukan daur ulang. Meskipun demikian telah mulai tampak adanya kegairahan masyarakat untuk melakukan pembuatan kompos. Di Jakarta, misalnya, kegiatan pembuatan kompos unt uk media tanaman telah dilakukan di daerah Cilandak dibawah pembinaan Ibu Bambang Wahono di daerah Banjarsari Cilandak. Melalui kegiatan tersebut masyarakat diajak untuk menanam tanaman obat untuk keperluan sendiri. Vermikomposting, yaitu pembuatan kompos dengan cacing, telah dilakukan di SMU 34 Pondok Labu Jakarta Selatan. Permasalahannya adalah bahwa kegiatan masyarakat tersebut belum mampu bersinergi dengan pengelolaan persampahan kota, selain itu relatif masih sangat kecilnya jumlah sampah yang diolah oleh masyarakat terhadap jumlah sampah secara keseluruhan.

2.2. Teori Kelembagaan