19 dalam sistem. Pengembangan kelembagaan dalam bidang lingkungan merupakan
prosedur metodologis untuk mengembangkan dan memperluas pengetahuan, keterampilan, norma- norma, dan struktur.
2.2.4. Penelitian Aspek Kelembagaan
Institutional assessment pengkajian kelembagaan merupakan pendekatan
komprehensif untuk menggambarkan kapasitas dan kinerja kelembagaan. Pendekatannya dapat berupa pendeskripsian dari beragam faktor yang berperan
dalam pengembangan kelembagaan yang meliputi : 1 kekuatan dari faktor luar lingkungan administrasi dan hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya yang
termasuk dalam analisis stakeholder; 2 faktor kelembagaan sejarah, misi, budaya, kepemimpinan, struktur, sumberdaya manusia finansial, sistem
pengelolaan formal informal, dan pengkajian kinerja; 3 keterkaitan antar lembaga Morgan Taschereasu 1996.
Penelitian di Jamaika mengamati perilaku institusi dan warganegara atau rumahtangga berkaitan dengan pengelolaan persampahan. Penelitian ini juga
meneliti hubungan warganegara dan pemerintah lokal dalam
mengimplementasikan teknologi pengelolaan persampahan. Juga memeriksa penataan dan hubungan antara pemerintah pusat dan lokal dalam merumuskan
teknologi-teknologi baru Pap 2003. Secara umum penelitian hubungan dan perilaku institusi sektor
persampahan di Jamaika meneliti tiga hal yang meliputi : 1 Apa perspektif warga lokal dalam pengelolaan persampahan dan bagaimana hal ini
mempengaruhi kebijakan dan praktek pengelolaan persampahan.; 2 Bagaimana hubungan kelembagaan saat ini mempengaruhi kebijakan dan praktek pengelolaan
persampahan; 3 Apa hubungan antara pemerintah pusat dan pemimpin lokal dan bagaimana hal ini mempengaruhi kebijakan dan praktek pengelolaan
persampahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku di level rumah tangga dalam pengelolaan persampahan tergantung pada hubungan dan perilaku
dalam lingkup kelembagaan yang lebih luas. Masalah kelembagan dari pemerintah pusat dan lokal mempengaruhi kebijakan dan praktek pengelolaan
20 persampahan yang selanjutnya mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah lokal dan teknologi baru. Teknologi dalam bentuk kebijakan baru dan teknik pembuangan baru tidak
dapat mengatasi masalah lingkungan. Hal ini harus diikuti dengan analisis kelembagaan dan dilakukan reformasi agar teknologi baru cocok dengan situasi
lokal dan dapat diimplementasikan. Pada tingkat lokal hubungan antara warganegara dan pemerintah pusat perlu perbaikan. Reformasi kelembagaan
antara pemerintah pusat dan lokal perlu diperlihatkan perbaikannya. Pemerintah pusat harus diberikan kekuatan untuk mengatasi masalah persampahan yang
berbeda di setiap area. Karena itu perlu dilibatkan perwakilan lembaga lokal di dalam perencanaan nasional.
2.2.5. Pengembangan Kelembagaan
Menurut Peters 2000 terdapat dua jenis perubahan kelembagaan yaitu pengembangan internal atau disebut institutionalization dan perubahan dalam nilai
dan struktur. Tipe pertama, yaitu pengembangan internal melalui empat faktor yaitu otonomi, kemampuan beradaptasi, kompleksitas dan kohernsi. Otonomi
berhubungan dengan lembaga atau institusi untuk dapat mengimplementasikan keputusannya sendiri, atau tanpa ketergantungan pada institusi lainnya.
Kemampuan beradaptasi mengandung arti sejauh mana institusi dapat beradaptasi dengan adanya perubahan dari lingkungannya. Kompleksitas menggambarkan
kapasitas institusi dalam membangun struktur internal yang dapat memenuhi tujuan. Koherensi menggambarkan kapasitas institusi untuk dapat mengelola
beban kerja dan mengembangkan prosedur kerja. Tipe kedua, adalah perubahan nilai dan struktur yang meliputi perubahan isi atau kandungan dari institusi dan
apa yang dipercayadianut oleh institusi. Proses pengembangan kelembagaan, memiliki lima tahapan yang meliputi
1 Analisis dan diagnosis kerangka kerja kelembagaan, 2 Analisis dan diagnosis organisasi dalam konteks kelembagaan, 3 desain, 4 implementasi dan 5
monitoring dan evaluasi. Tahapan tersebut berjalan sesuai siklus terus menerus, seperti disajikan pada Gambar 4 DFID 2003.