Pemerintah Peran Stakeholder dalam Pengelolaan Sampah

66 Eksternal External Relations. Jumlah responden yang menjadi penilai dari kapasitas organisasi PD Kebersihan adalah 12 orang. Responden ini merupakan unsur internal organisasi dengan jabatan direktur, kepala bagian dan kepala seksi. Hasil interview dengan penilai kapasitas disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Hasil penilaian kapasitas organisasi PD Kebersihan menggunakan OCAT hasil analisis Responden Komponen A B C D E F Kepemimpinan Manajemen SDM Sumberdaya Keuangan Aspek Pelayanan Hubungan Eksternal 1 4,4 4,2 3,5 4,2 3,7 4,6 2 4,0 3,5 3,2 3,3 3,1 3,9 3 2,7 3,1 1,7 2,5 1,7 3,0 4 3,2 3,4 3,1 3,5 2,8 3,0 5 2,2 2,6 2,4 3,2 2,3 3,5 6 4,8 4,1 3,7 3,9 3,3 4,4 7 3,3 3,1 2,9 3,2 3,0 3,3 8 3,5 3,3 3,0 4,0 3,1 3,5 9 3,9 3,5 3,9 3,7 3,3 3,7 10 3,1 3,1 3,1 3,3 3,0 3,4 11 3,6 3,1 2,4 4,5 2,3 3,8 12 4,8 4,4 4,2 3,8 3,6 4,0 Total 43,5 41,4 37,1 43,1 35,2 44,1 Rata-rata 3,6 3,5 3,1 3,6 2,9 3,7 Hasil penilaian dari unsur pejabat-pejabat dalam organisasi PD Kebersihan disajikan pada Tabel 16 di atas. Tampak bawa bahwa nilai terendah yang diberikan adalah 2,2 dan nilai tertinggi adalah 4,6. Nilai 2,2 diberikan oleh pejabat nomor 5 pada aspek kepemimpinan. Sedangkan nilai 4,6 diberikan oleh pejabat nomor 1 untuk aspek hubungan eksternal. Skala penilaian berkisar antara 0 sampai 6. Organisasi yang sempurna dalam seluruh aspek akan mendapat nilai 6. Jadi secara umum seluruh aspek dari kapasitas organisasi masih berada di tengah skala yang berarti bahwa posisi organisasi relatif jauh untuk mencapai taraf sempurna. 67 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 Hubungan Eksternal Aspek Pelayanan Sumberdaya Keuangan Sumberdaya Manusia Manajemen Kepemimpinan Dari hasil perhitungan dengan mengunakan lembar asesmen OCAT Organisasional Capacity Assessment Tool diperoleh kondisi kapasitas organisasi. Kapasitas organisasi seluruh komponen berada pada level expanding atau pada level pengembangan, perluasan atau semakin besar baik Gambar 13. Komponen yang tertinggi dari penilaian adalah komponen hubungan eksternal dengan nilai 3,7 selanjutnya diikuti oleh sumber daya keuangan dan kepemimpinan dengan nilai 3,6 kemudian manajemen dengan nilai 3,5. Nilai yang terkecil adalah aspek pelayanan dengan nilai 2,9 dan sumber daya manusia 3,1. Aspek pelayanan merupakan aspek dengan nilai terkecil, hal ini kontradiktif dengan tugas dan fungsi dari organisasi yaitu jasa pelayanan persampahan di tingkat pemukiman, daerah komersial, fasilitas publik dan pemerintah kota. Tetapi aspek hubungan eksternal mendapat penilaian paling tinggi, hal ini menggambarkan terdapat koordinasi dengan pihak luar. Aspek pelayanan yang masih rendah juga terdapat di Kota Surabaya dengan 2.941.820 jiwa penduduk dan jumlah sampah sebesar 8.700 m3 per hari pada tahun 2005 Pemerintah Kota Surabaya, 2006. Pengelola sampah adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan kemampuan pengangkutan sampah ke TPA hanya sebesar 6.700 m3 perhari atau 77 dari jumlah sampah. Rendahnya tingkat pelayanan disebabkan oleh tingginya jumlah sampah yang tidak sebanding dengan kemampuan pengangkutan sampah ke TPA. Tingginya jumlah sampah tersebut disebabkan oleh belum adanya upaya pemilahan dan pemanfaatan sampah secara optimal. Peraturan Daerah Kota mature expanding emerging nascent Gambar 13 Hasil perhitungan penilaian kapasitas organisasi PD Kebersihan dengan OCAT 68 Bandung Nomor 27 Tahun 2001 sudah mengatur tentang 3R, yaitu pada pasal 4 ayat 2 yang memasukkan aspek pemilahan didalam kegiatan pengelolaan kebersihan di lingkungan permukiman, dan pasal 6 ayat 1 yang mengatakan bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan kebijakan pengurangan sampah dari sumbernya, pemanfaatan atau penggunaan kembali, daur ulang dan pengomposan sampah secara maksimal. Sosialisasi atas peraturan ini sudah dilakukan namun dengan cara yang tidak terstruktur dan tidak disertai dengan peraturan tentang insentif dan disinsentif bagi masyarakat yang sudah dan belum melakukan 3R. Hal ini tampak pada Keputusan Walikota Bandung tentang Tarif Jasa Kebersihan di Kota Bandung Nomor 644 Tahun 2002 yang hanya menetapkan besarnya tarif berdasarkan kondisi rumah tinggal atau daya listrik terpasang. Penetapan sanksi terhadap pelanggaran kebersihan berupa denda dan sanksi administratif juga sudah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan. Pada Lampiran 6 dapat dilihat ringkasan dari peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah kota. Namun dalam peraturan tersebut tidak tercantum sanksi terhadap penghasil sampah yang tidak melakukan pemilahan sampah. Hasil analisis peran stakeholder dalam pengelolaan sampah eksisting digambarkan pada Gambar 14. 69 Gambar 14 Hasil analisis peran stakeholder dalam pengelolaan sampah eksisting Peraturan pemerintah dan sosialisasi 3R dilakukan secara tidak terstruktur sehingga tidak mampu memberikan pemahaman 3R kepada masyarakat. Penanganan sampah oleh masyarakat penghasil sampah dilakukan tanpa 3R atau pemilahan. Penanganan sampah oleh masyarakat pengelola sampah RTRW selanjutnya dilakukan terhadap sampah tercampur. PD Kebersihan pada akhirnya harus mengelola seluruh sampah, yaitu mengangkut sampagh dari TPS ke TPA. Besarnya beban pekerjaan membuat PD Kebersihan berfungsi lebih sebagai operator dibandingkan sebagai regulator. Pengolahan sampah oleh masyarakat pemanfaat sampah sudah ada namun dilakukan terhadap sampah yang sudah berada di TPA atau TPS. Produk daur ulang yang tercipta dapat berupa kompos dari sampah organik atau produk daur ulang berbahan baku sampah anorganik. Pemasaran produk daur ulang dilakukan langsung oleh produsen tanpa adanya campur tangan dari pemerintah. 70 4.3. Pengembangan Kelembagaan 4.3.1. Skenario dan Implikasi Pengembangan Skenario Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan Berbasis Partisipasi Masyarakat Kelembagaan pengelolaan persampahan berbasis partisipasi masyarakat Kota Bandung melibatkan berbagai pelaku. Penelitian terhadap pelaku dalam pengelolaan persampahan dilakukan terhadap rumah tinggal, organisasi masyarakat yang meliputi Rukun Tetangga, Rukun Warga, Kelurahan dan Kecamatan. Selain itu, dilakukan penelitian terhadap pemulung, lapak, pengusaha kompos dan pabrik daur ulang serta Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Pengkajian organisasi dilakukan terhadap PD Kebersihan dengan menggunakan Organisasional Capacity Assessment Tools OCAT. Metode yang digunakan dalam membuat skenario adalah analisis prospektif dengan lokakarya yang melibatkan seluruh stakeholder. Langkah pertama dalam analisis prospektif adalah identifikasi faktor- faktor yang terlibat dalam pengelolaan persampahan. Hasil identifikasi faktor disajikan pada Tabel 17. Faktor yang diperoleh melalui identifikasi faktor pada lokakarya analisis prospektif. Identifikasi faktor yang diperoleh pada tahap awal lokakarya analisis prospektif merupakan hasil kesepakatan seluruh peserta lokakarya. Sebagai bahan untuk identifikasi faktor adalah hasil penelitian terhadap kelompok penghasil, kelompok pengelola, kelompok pemanfaat dan organisasi pengelola sampah. Para peserta kemudian memberikan penilaian terhadap hubungan antar faktor. Hasil penilaian tersebut kemudian dihitung tingkat saling ketergantungan dan pengaruh. Faktor-faktor dengan tingkat ketergantungan dan pengaruh yang tinggi akan terpilih sebagai faktor- faktor kunci. 71 Tabel 17 Daftar faktor yang teridentifikasi dalam pengembangan kelembagaan pengelolaan persampahan berbasis partisipasi masyarakat di Kota Bandung No Faktor 1. Kapasitas Perusahaan Daerah Kebersihan 2. Biaya Operasi 3. Lahan Tempat Pembuangan Sementara TPS 4. Lahan Tempat Pembuangan Akhir TPA 5. Sosialialisasi 3R Reuce, Reduce, Recycle 6. Kebijakan pemerintah 7. Peran Pemerintah Kota Pemkot 8. Jumlah Sampah 9. Tingkat Pendapatan Masyarakat 10. Peran Ibu rumah tangga 11. Kesediaan membayar iuran 12. Kesediaan membayar retribusi 13. Pemahaman 3R Reuce, Reduce, Recycle 14. Pemilahan 15. Reduce 16. Reuse 17. Komposting rumah tangga 18. Peran Rukun Tetangga RT Rukun Warga RW 19. Peran Kelurahan 20. Peran Kecamatan 21. Kegiatan usaha kompos 22. Kegiatan usaha daur ulang 23. Pemasaran kompos 24. Pemasaran produksi daur ulang 25. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat