Masyarakat Penghasil Sampah Peran Stakeholder dalam Pengelolaan Sampah

49 Analisis pertama adalah pada aspek jumlah sampah. Pada kepadatan tinggi, faktor karakteristik rumah tangga yang berhubunga n dengan jumlah sampah adalah jenis rumah yang didiami saat ini. Pada kepadatan sedang, terdapat lima faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan jumlah sampah, yaitu faktor: 1 pendidikan terakhir kepala keluarga, 2 pekerjaan kepala keluarga, 3 pendapatan kepala keluarga, 4 jumlah jiwa dalam rumah, dan 5 status kepemilikan rumah yang didiami saat ini. Pada kepadatan rendah, terdapat tiga faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan jumlah sampah, yaitu faktor: 1 pendapatan kepala keluarga, 2 jumlah jiwa dalam rumah, dan 3 keberadaan halaman rumah. Analisis kedua adalah pada aspek yang menangani sampah di rumah sebelum dibuang. Pada kepadatan tinggi, tidak ada faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan yang menangani sampah sebelum dibuang. Pada wilayah dengan kepadatan sedang terdapat dua faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan yang menangani sampah di rumah, yaitu faktor pendidikan terakhir kepala keluarga dan pendidikan terakhir isteri. Pada wilayah dengan kepadatan rendah terdapat enam faktor karakteristik rumah tangga, yaitu: 1 pendidikan terakhir kepala keluarga, 2 pekerjaan kepala keluarga, 3 pendapatan kepala keluarga, 4 pendidikan terakhir isteri, 5 pekerjaan isteri dan 6 jumlah jiwa dalam rumah. Analisis ketiga adalah pada aspek pengetahuan tentang 3R reduce, reuse dan recycling. Pada kepadatan tinggi, terdapat satu faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan pengetahuan tentang 3R yaitu pendapatan kepala keluarga. Pada wilayah dengan kepadatan sedang terdapat tiga faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan pengetahuan tentang 3R, yaitu faktor pendidikan terakhir kepala keluarga, pekerjaan kepala keluarga dan pendapatan kepala keluarga. Pada wilayah dengan kepadatan rendah terdapat lima faktor karakteristik rumah tangga, yaitu: 1 umur kepala keluarga, 2 pekerjaan kepala keluarga, 3 pendapatan kepala keluarga, 4 status kepemilikan rumah dan 5 keberadaan halaman rumah. Analisis keempat adalah pada aspek pemilahan. Pada kepadatan tinggi, terdapat dua faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan 50 pemilahan yaitu pendidikan terakhir kepala keluarga dan pendapatan kepala keluarga. Pada wilayah dengan kepadatan sedang terdapat satu faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan pemilahan yaitu status kepemilikan rumah yang didiami saat ini. Pada wilayah dengan kepadatan rendah, terdapat empat faktor karakteristik rumah tangga, yaitu: 1 pendidikan terakhir isteri 2 pekerjaan isteri, 3 status kepemilikan rumah yang didiami saat ini, dan 4 keberadaan halaman. Analisis kelima adalah pada aspek pelaksanaan reduce. Pada wilayah dengan tingkat kepadatan tinggi, terdapat satu faktor yang berhubungan yaitu pendapatan kepala keluarga. Pada wilayah dengan kepadatan sedang terdapat empat faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan pelaksanan reduce , yaitu faktor: 1 pekerjaan kepala keluarga, 2 pendapatan kepala keluarga, 3 status kepemilikan rumah yang didiami saat ini, dan 4 keberadaan halaman rumah. Pada wilayah dengan kepadatan rendah, juga terdapat empat faktor karakteristik rumah tangga, yaitu: 1 umur kepala keluarga, 2 pekerjaan kepala keluarga, 3 pendapatan kepala keluarga, dan 4 keberadaan halaman rumah. Analisis keenam adalah aspek pelaksanaan reuse pada tingkat rumah tangga. Pada kepadatan tinggi, terdapat empat faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan pelaksanaan reuse pada tingkat rumah tangga. Keempat faktor tersebut adalah: 1 umur kepala keluarga, 2 pendapatan kepala keluarga, 3 pekerjaan isteri dan 4 status kepemilikan rumah yang didiami. Pada wilayah dengan kepadatan sedang terdapat empat faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan pelaksaan reuse, yaitu: 1 pekerjaan kepala keluarga, 2 pendapatan kepala keluarga, 3 pekerjaan isteri dan 4 status kepemilikan rumah yang didiami saat ini. Pada wilayah dengan kepadatan rendah, terdapat tiga faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan pelaksaan reuse. Ketiga faktor tersebut yaitu: 1 pendidikan terakhir kepala keluarga, 2 pendapatan kepala keluarga, dan 3 pekerjaan isteri. Analisis ketujuh adalah aspek kesediaan untuk melaksanakan daur ulang pada tingkat rumah tangga. Pada kepadatan tinggi, hanya terdapat satu faktor yaitu umur kepala keluarga. Pada wilayah dengan kepadatan sedang juga hanya terdapat satu faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan kesediaan untuk Tabel 9 Ringkasan hubungan karakteristik rumah tangga dengan aspek pengelolaan sampah pada tiga wilayah kepadatan hasil analisis Jumlah sampah per hari Yang menangani sampah di rumah sebelum dibuang Pengetahuan tentang 3 R reduce, reuse, recycling Pemilahan Pelaksanaan reduce Pelaksanaan reuse Kesediaan melakukan recycling daur ulang T S R T S R T S R T S R T S R T S R T S R Umur kepala keluarga Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï ü Ï Ï Ï Ï Ï Ï ü Ï Ï ü Ï Ï Pendidikan terakhir kepala keluarga Ï ü Ï Ï ü ü Ï ü Ï ü Ï Ï Ï Ï ü Ï Ï ü Ï Ï Ï Pekerjaan kepala keluarga Ï ü Ï Ï Ï ü Ï ü ü Ï Ï Ï Ï ü ü Ï ü Ï Ï Ï Ï Pendapatan kepala keluarga Ï ü ü Ï Ï ü ü ü ü ü Ï Ï ü ü ü ü ü ü Ï Ï Ï Pendidikan terakhir istri kepala keluarga Ï Ï Ï Ï ü ü Ï Ï Ï Ï Ï ü Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï ü Ï Pekerjaan istri Ï Ï Ï Ï Ï ü Ï Ï Ï Ï Ï ü Ï Ï Ï ü ü ü Ï Ï Ï Jumlah jiwa dalam rumah Ï ü ü Ï Ï ü Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Status kepemilikan rumah ü ü Ï Ï Ï Ï Ï Ï ü Ï ü ü Ï ü Ï ü ü Ï Ï Ï Ï Keberadaan halaman rumah Ï Ï ü Ï Ï Ï Ï Ï ü Ï Ï ü Ï ü ü Ï Ï Ï Ï Ï Ï Keterangan : T S R ü Ï : : : : : kepadatan tinggi kepadatan sedang kepadatan rendah ada hubungan tidak ada hubungan 52 melaksanakan daur ulang yaitu pekerjaan isteri. Pada wilayah dengan kepadatan rendah, tidak terdapat faktor karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan kesediaan untuk melaksanakan daur ulang. Keseluruhan hasil analisis disajikan pada Lampiran 1, sedangkan rangkuman hasil analisis disajikan pada Tabel 9 berikut. Tabel 10 Ringkasan dari hasil uji pada masyarakat penghasil sampah hasil analisis Faktor Keadaan mayoritas Wilayah dengan kepadatan Tinggi Sedang Rendah Jumlah sampah 10 liter X ü X Yang menangani sampah sebelum dibuang Ibu X X ü Pengetahuan tentang 3R Pernah dengar tetapi tidak paham X X ü Pemilahan Tidak melakukan pemilahan X X ü Pelaksanaan reduce Pernah dengan membeli produk isi ulang X ü ü Pelaksanaan reuse Melakukan reuse dengan menggunakan kembali botol bekas air mineral untuk tempat air minum ü ü X Kesediaan untuk mendaur ulang Tidak bersedia ü ü X Keterangan : ü : ada hubungan, X : tidak ada hubungan Tabel 10 ini merupakan ringkasan hubungan antara karakteristik rumah tangga dengan aspek pengelolaan sampah berdasarkan kondisi mayoritas. Tabel rinci dan lengkap disajikan pada Lampiran 1. Mayoritas masyarakat penghasil sampah memproduksi sampah rumah tangga adalah 10 liter per rumah per hari. Kondisi ini nyata terdapat pada wilayah kepadatan sedang, namun tidak nyata pada wilayah dengan kepadatan tinggi dan rendah. Pada aspek yang menangani sampah sebelum dibuang, mayoritas menetapkan ibu isteri sebagai orang yang bertanggung jawab. Aspek ini nyata pada wilayah dengan kepadatan rendah. Pada 53 wilayah dengan kepadatan tinggi dan sedang kondisinya tidak nyata. Mayoritas masyarakat pernah mendengar tentang 3R namun tidak memahaminya. Keadaan ini tampak nyata pada wilayah dengan kepadatan rendah, namun tidak nyata pada wilayah dengan kepadatan tinggi dan sedang. Demikian juga dengan pemilahan, mayoritas masyarakat tidak melakukan pemilahan. Keadaan ini nyata di wilaya h dengan kepadatan rendah. Usaha reduce berupa pernah membeli produk ulang telah dilakukan oleh mayoritas masyarakat, dan nyata di wilayah kepadatan sedang dan rendah. Mayoritas masyarakat juga telah melakukan reuse berupa menggunakan botol bekas air mineral untuk tempat air minum. Keadaan ini nyata di wilayah dengan kepadatan tinggi dan sedang, dan tidak nyata di wilayah kepadatan rendah. Mayoritas masyarakat tidak bersedia untuk melakukan daur ulang sampah. Hal ini nyata di wilayah kepadatan tinggi dan sedang, dan tidak nyata di wilayah kepadatan rendah. Berdasarkan keadaan mayoritas tersebut di atas tampak bahwa dibutuhkan upaya sosialisasi tentang 3R kepada masyarakat, terutama kepada kaum ibu yang mayoritas adalah orang yang menangani sampah sebelum dibuang. Pengetahuan tentang pentingnya pemilahan menjadi sangat penting karena merupakan langkah awal dalam 3R. Besarnya peran ibu juga dinyatakan oleh Schenberg et al. 1999 yang melakukan penelitian tentang gender dan sampah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perempuan bertanggung jawab untuk kebersihan dan kesehatan di dalam rumah tangga. Perempuan dengan kelas sosial lebih tinggi cenderung mendelegasikan tugas menangani sampah kepada pembantu rumah tangga, sedangkan perempuan dengan kelas sosial lebih rendah lebih berperan langsung berupa melakukan minimisasi sampah dengan cara pemilahan. 4.2.2. Masyarakat Pengelola Sampah Masyarakat pengelola sampah terdiri dari kelompok Rukun Tetangga RT, Rukun Warga RW, Kelurahan dan Kecamatan. Sebagai salah satu dari stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan sampah, peran kelompok masyarakat pengelola sampah ini dikaji perannya dalam pengelolaan sampah berbasis partisipasi masyarakat. Hasil pengkajian adalah berupa hubungan antara RT, RW, 54 kelurahan, dan kecamatan dalam pengelolaan sampah Tabel 11. Secara keseluruhan keadaan tersebut disajikan pada Lampiran 2. Aspek kegiatan di lingkungan RT yang berkaitan cukup signifikan dengan pengelolaan sampah adalah aspek topik sosialisasi. Umur dan jenis pekerjaan ketua RT mempunyai hubungan yang nyata dengan topik sosialisasi dan pelatihan tentang pengelolaan sampah. Aspek kegiatan di lingkungan RW yang berkaitan cukup signifikan dengan pengelolaan sampah adalah aspek topik sosialisasi, penetapan besaran iuran sampah, sanksi bagi masyarakat yang tidak membayar iuran, partisipasi kaum ibu, dan hubungan dengan RT. Berdasarkan keadaan tersebut, ketua RT dan RW sangat berperan dalam menentukan topik sosialisasi yang sesuai untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam hal pengelolaan sampah. Sesuai dengan tingkat pengetahuan masyarakat maka diperlukan sosialisasi tentang 3R. Mengingat bahwa ibu adalah sosok yang paling berperan dalam mengelola sampah rumah tangga maka sosialisasi dapat difokuskan kepada kaum ibu. Bulle 1999 mengatakan bahwa dihampir semua situasi, perempuan adalah pengatur atau manajer rumah tangga dan karenanya bertanggung jawab atas pengelolaan sampah demi kebersihan di dalam dan di sekitar rumah. Ketua RW adalah koordinator dari pengelolaan sampah oleh RT dilingkungan RW. Untuk itu maka ketua RW mempunyai hubungan dengan ketua RT dalam bentuk pembinaan, berupa penetapan besarnya iuran beserta sanksi bagi yang tidak membayar iuran sampah. Kedua hal ini dilakukan dengan memperhatikan aspirasi masya rakat. Bulle 1999 menyebutkan bahwa pembayaran iuran sampah juga dilakukan oleh ibu rumah tangga sehingga perempuan penting untuk dilibatkan dalam menentukan besarnya retribusi pelayanan sampah. Aspek partisipasi kaum ibu ditingkatkan melalui sosialisasi dengan topik peningkatan pengetahuan tentang pentingnya 3R. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa kaum ibu berpotensi besar untuk diikutsertakan dalam program-program partisipasi dalam pengelolaan sampah. Tabel 11 Ringkasan hubungan karakteristik rukun tetangga, rukun warga, kelurahan, dan kecamatan dengan aspek pengelolaan sampah pada pengelolaan persampahan Kota Bandung hasil analisis Rukun Tetangga RT Rukun Warga RW Kelurahan Kecamatan Umur Pendidikan Pekerjaan Hubungan dgn R. T angga Hubungan dengan RW Umur Pendidikan Pekerjaan Hubungan dengan RT Hubungan dgn Kelurahan Umur Pendidikan Pekerjaan Hubungan dengan RW Hubungan dgn Kecamatan Umur Pendidikan Pekerjaan Hubungan dengan Kelurahan Hubungan dgn PD Kebersihan Topik sosialisasi pengelolaan sampah ü Ï ü Ï Ï Ï ü Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Penetapan besaran iuran sampah Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï ü Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Sanksi tidak membayar iuran Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï ü Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Partisipasi ibu rumah tangga Ï Ï Ï Ï Ï Ï ü Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Ï Keterangan : ü : ada hubungan Ï : tidak ada hubungan 56 Iyer 2001 menyebutkan pada proyek partisipasi masyarakat pada pengelolaan persampahan di Bangalore India, wanita mempunyai peranan yang besar mulai dari pengumpulan sampah. Para wanita ikut dalam komite persampahan kota, berperanserta dalam pertemuan dan penyuluhan dan berperan dalam memberikan motivasi kepada anggota masyarakat lainnya. Jumlah wanita yang berperan dalam partisipasi masyarakat dalam proyek ini sekitar 60. Sudah lebih dari 20 tahun pengelola persampahan kota bekerjasama dengan organisasi wanita. Pada tingkat lurah dan camat analisis kelembagaan tidak memberikan hasil yang nyata. Hal ini dapat ditarik kesimpulan karena lurah dan camat tidak langsung berhubungan dengan warga rumah tangga dalam pengelolaan sampah, sementara RT dan RW mempunyai hubungan yang langsung dalam pengelolaan sampah. Secara kelembagaan RT dan RW merupakan community based organisation . Karena itu, aspek partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah perlu dikembangkan di tingkat RW dan RT. Hal ini dapat ditunjukkan dengan keberhasilan Banjarsari, Cilandak, Jakarta dibawah pembinaan Ibu Bambang Wahono, yaitu kegiatan pembuatan kompos untuk media tanaman. Melalui kegiatan tersebut masyarakat diajak untuk menanam tanaman obat untuk keperluan sendiri. Dari 26 Kelurahan yang disurvei, hanya 11 Kelurahan yang menugaskan Seksi Ketenteraman dan Ketertiban untuk mengurus sampah, selebihnya tidak menugaskan karena menganggap bahwa Kelurahan tidak mengurus soal sampah. Terdapat hubungan antara adanya seksi yang mengurus sampah dengan kemungkinan mengajak ibu rumah tangga untuk berpartisipasi dalam mengelola sampah. Adanya seksi yang mengurus sampah cenderung mempermudah untuk mengajak para ibu untuk berpartisipasi, misalnya dengan memilah sampah. Hal ini akan lebih terbantu bila Lurah berpendidikan tinggi, karena cenderung lebih berkemampuan dalam melakukan sosialisasi atau pelatihan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, misalnya dalam 3R. Dalam hal persampahan, Kecamatan berpegang pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota 57 Bandung dan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan K3. Dari 26 kecamatan yang diobservasi, sebagian besar kecamatan yaitu sejumlah 22 kecamatan yang menugaskan Seksi Ketenteraman dan Ketertiban untuk mengurus sampah, selebihnya tidak menugaskan karena menganggap bahwa kecamatan tidak mengurus soal sampah. Terdapat hubungan antara adanya seksi yang mengurus sampah dengan kemungkinan mengajak ibu rumah tangga untuk berpartisipasi dalam mengelola sampah. Adanya seksi yang mengurus sampah cenderung mempermudah untuk mengajak warga, misalnya aktif dalam kegiatan membersihkan lingkungan. Terdapat 9 kecamatan dari 26 kecamatan yang diobservasi pernah terkena wabah penyakit demam berdarah pada tahun 20042005. Wabah ini menandakan adanya lingkungan yang berpotensi terhadap berkembangbiaknya nyamuk aedes aegepty. Penyakit ini dapat dikatakan tidak berkait langsung dengan masalah sampah, meskipun faktor kebersihan lingkungan juga berpengaruh pada terjadinya wabah demam berdarah.

4.2.3. Masyarakat Pemanfaat Sampah

Masyarakat pemanfaat sampah terdiri dari: 1 pemulung, 2 bandar lapak, 3 pengusaha daur ulang dan 4 pengusaha kompos. Peranan masyarakat pemanfaat sampah dalam mereduksi jumlah sampah yang harus diangkut ke tempat pembuangan akhir sampah cukup signifikan. Karena itu, sebagai stakeholder dalam pengelolaan persampahan kelompok ini perlu dikaji potensi dan kendala dalam kegiatan pemanfaatan sampah. Informasi yang diperoleh akan dijadikan bahan dalam penyusunan model pengembangan kelembagaan.

4.2.3.1. Pemulung

Pemulung yang menjadi sampel terdir i dari pemulung yang berada di sekitar lokasi tempat pembuangan akhir TPA sampah dan kawasan perumahan. Pemulung yang berada di TPA diwakili oleh 80 pemulung dan pemulung dari lokasi perumahan diwakili oleh 22 orang pemulung. Profil mayoritas pemulung tersebut disajikan di Tabel 12. 58 Tabel 12 Kondisi mayoritas pemulung pada pengelolaan persampahan Kota Bandung hasil analisis Kondisi mayoritas pemulung Persentase Jenis kelamin laki- laki 75 Umur 25-35 tahun 29 Status kawin 75 Daerah asal Jawa Barat 100 Rumah milik sendiri 65 Pendidikan Sekolah Dasar 64 Sebelumnya adalah petani 34 Menjadi pemulung daripada menganggur 89 Telah lebih dari 5 tahun menjadi pemulung 45 Penghasilan Rp. 20.000-30.000,- per hari 55 Tidak mempunyai pekerjaan selain menjadi pemulung 84 Bekerja lebih dari 8 jam per hari 75 TPA adalah tempat yang disukai 61 Logam = barang yang paling dicari 19 Plastik = barang yang paling mudah didapat 22 Logam = barang yang paling jarang didapat 34 Plastik + logam = barang yang paling laku dijual 42 Karet = barang yang paling tidak laku dijual 37 Pemulung yang berada di kota Bandung di dominasi oleh laki- laki dengan proporsi 75. Kisaran umur para pemulung tersebar dari dibawah umur 25 tahun sampai lebih dari 45 tahun dengan merata dengan persentase terbesar yaitu 29 berumur 25-35 tahun, dengan 75 dari mereka berstatus telah menikah. Mayoritas dari pemulung berasal dari Jawa Barat, dan 65 dari jumlah pemulung responden telah memiliki rumah sendiri. Sebesar 64 pemulung hanya berpendidikan sekolah dasar, dan 23 lulus dari sekolah menengah pertama. Adapula responden yang memiliki pendidikan cukup, sejumlah 4 lulus sekolah menengah tingkat atas dan 1 lulus dari pendidikan tinggi .