Pengembangan Kelembagaan Teori Kelembagaan

20 persampahan yang selanjutnya mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah lokal dan teknologi baru. Teknologi dalam bentuk kebijakan baru dan teknik pembuangan baru tidak dapat mengatasi masalah lingkungan. Hal ini harus diikuti dengan analisis kelembagaan dan dilakukan reformasi agar teknologi baru cocok dengan situasi lokal dan dapat diimplementasikan. Pada tingkat lokal hubungan antara warganegara dan pemerintah pusat perlu perbaikan. Reformasi kelembagaan antara pemerintah pusat dan lokal perlu diperlihatkan perbaikannya. Pemerintah pusat harus diberikan kekuatan untuk mengatasi masalah persampahan yang berbeda di setiap area. Karena itu perlu dilibatkan perwakilan lembaga lokal di dalam perencanaan nasional.

2.2.5. Pengembangan Kelembagaan

Menurut Peters 2000 terdapat dua jenis perubahan kelembagaan yaitu pengembangan internal atau disebut institutionalization dan perubahan dalam nilai dan struktur. Tipe pertama, yaitu pengembangan internal melalui empat faktor yaitu otonomi, kemampuan beradaptasi, kompleksitas dan kohernsi. Otonomi berhubungan dengan lembaga atau institusi untuk dapat mengimplementasikan keputusannya sendiri, atau tanpa ketergantungan pada institusi lainnya. Kemampuan beradaptasi mengandung arti sejauh mana institusi dapat beradaptasi dengan adanya perubahan dari lingkungannya. Kompleksitas menggambarkan kapasitas institusi dalam membangun struktur internal yang dapat memenuhi tujuan. Koherensi menggambarkan kapasitas institusi untuk dapat mengelola beban kerja dan mengembangkan prosedur kerja. Tipe kedua, adalah perubahan nilai dan struktur yang meliputi perubahan isi atau kandungan dari institusi dan apa yang dipercayadianut oleh institusi. Proses pengembangan kelembagaan, memiliki lima tahapan yang meliputi 1 Analisis dan diagnosis kerangka kerja kelembagaan, 2 Analisis dan diagnosis organisasi dalam konteks kelembagaan, 3 desain, 4 implementasi dan 5 monitoring dan evaluasi. Tahapan tersebut berjalan sesuai siklus terus menerus, seperti disajikan pada Gambar 4 DFID 2003. 21 Pada tahap pertama ini, kerangka kerja kelembagaan dianalisis untuk melihat tujuan apa yang ingin dicapai dan mengapa termasuk peran para stakeholder. Kelemahan dan kekurangan dari kelembagaan perlu diidentifikasi. Tahap kedua adalah melihat organisasi-organisasi yang terlibat dalam kerangka kerja kelambagaan. Masalah- masalah dalam organisasi-organisasi diidentifikasi dalam lingkungan kelembagaan. Tahap ketiga adalah merancang intervensi. Dicari cara yang terbaik dalam menentukan perubahan. Ditentukan alternatif- alternatif intervensi dengan panduan untuk pemilihan alternative. Tahap keempat adalah implemantasi, bagaimana mengimplementasikan program perubahan. Harus ditekankan bahwa kepentingan pengelolaan intervensi merupakan suatu proses dan faktor yang penting yang menentukan keberhasilan atau kegagalan. Tahap kelima adalah monitoring dan evaluasi untuk melihat bagaimana tujuan telah dicapai dengan menetapkan proses untuk pemantauan. Pengembangan kelembagaan 1 Analisis dan diagnosis: kerangka kerja kelembagaan secara keseluruhan 2 Analisis dan diagnosis: organisasi- organisasi dalam konteks 3 Desain 4 Implementasi 5 Monitoring dan evaluasi Gambar 4 Proses pengembangan kelembagaan DFID 2003 22 Wenban-Smith 2002 menyebutkan bahwa pengembangan kelembagaan merupakan proses yang terus menerus seperti siklus. Faktor- faktor yang membantu pengembangan kapasitas kelembagaan adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi modal sosial, politik dan intelektual yang diekpresikan dengan kemampuan untuk menentukan konsensus terhadap isu tertentu, pemahaman terhadap persepsi dan nilai yang berlaku di masyarakat, tingkat kepercayaan yang cukup antar stakeholder, adanya keyakinan pihak lain akan menjaga komitmen, dukungan organisasi dan sumberdaya untuk melakukan hubungan terus menerus, informasi dasar dan adanya tanggapan terhadap tantangan dari luar. Faktor eksternal meliputi pemerintahan yang mengakui adanya penghargaan dari masyarakat yang memberikan dukungan atau usaha kolaborasi. Kapasitas kelembagaan yang kuat Tantangan eksternal Proses kolaborasi Modal sosial, politik, intelektual Kapasitas untuk negosiasi trade-off Pengelaman keberhasilan Nilai masyarakat dan persepsi Kapasitas untuk memperluas wawasan Pengakuan eksternal Informasi, Sumberdaya, Keahlian, Gambar 5 Pengembangan kelembagaan Wenban-Smith 2002 23

2.3. Peranserta Partisipasi Masyarakat