15 terus meningkatnya kebutuhan lahan untuk TPA, masalah pencemaran tanah dan
air tanah, masalah kesehatan lingkungan, dan semakin tingginya biaya lingkungan dimasa yang akan datang. Konsekuensi tersebut juga mendorong keinginan Kota
Bandung untuk mendirikan Pusat Daur Ulang Sampah Terpadu. Keinginan ini banyak disebabkan oleh komposisi sampah Kota Bandung yang berpotensi besar
untuk didaur ulang, yaitu 70 berupa sampah basah dan hampir 30 berupa sampah kering PD Kebersihan 2005.
Kenyataan yang banyak ditemui dala m hal peranserta masyarakat adalah rendahnya kesadaran tentang persampahan dan tidak adanya perangkat hukum
yang mampu mengatur perilaku masyarakat, misalnya sanksi terhadap orang yang membuang sampah secara tidak semestinya, sanksi terhadap rumah tangga yang
tidak mau memilah sampahnya, atau penghargaan terhadap rumah tangga yang sudah melakukan daur ulang. Meskipun demikian telah mulai tampak adanya
kegairahan masyarakat untuk melakukan pembuatan kompos. Di Jakarta, misalnya, kegiatan pembuatan kompos unt uk media tanaman telah dilakukan di
daerah Cilandak dibawah pembinaan Ibu Bambang Wahono di daerah Banjarsari Cilandak. Melalui kegiatan tersebut masyarakat diajak untuk menanam tanaman
obat untuk keperluan sendiri. Vermikomposting, yaitu pembuatan kompos dengan cacing, telah dilakukan di SMU 34 Pondok Labu Jakarta Selatan.
Permasalahannya adalah bahwa kegiatan masyarakat tersebut belum mampu bersinergi dengan pengelolaan persampahan kota, selain itu relatif masih sangat
kecilnya jumlah sampah yang diolah oleh masyarakat terhadap jumlah sampah secara keseluruhan.
2.2. Teori Kelembagaan
2.2.1. Lembaga Institusi
Menurut Scott 2001 institusi atau lembaga memiliki tiga pilar. Tiga pilar dari institution adalah sistem regulasi, sistem norma dan sistem kultur kognitif.
Pilar regulatif dari institusi adalah institusi menjaga dan mengatur perilaku behaviour. Proses pengaturan atau regulasi meliputi keadaan aturan rule-
16 setting
, pemantauan monitoring dan sanksi. Proses regulasi meliputi penetapan peraturan, pemeriksaan, penentuan sanksi rewards dan punishment dalam
rangka mempengaruhi perilaku di masa datang. Proses ini akan terjadi melalui mekanisme difusi informal maupun dengan secara formal.
Pilar normatif meliputi dimensi ketentuan prescriptive, penilaian evaluative dan kewajiban obligatory dalam kehidupan sosial. Sistem normatif
meliputi nilai dan norma. Nilai merupakan konsep disukai atau diinginkannya sesuatu, sesuai dengan standar yang ada dalam struktur atau perilaku yang
berlaku. Norma menjelaskan bagaimana sesuatu harus dilakukan, norma menetapkan atau mensahkan maksud untuk mengejar nilai.
Pilar kultural kognitif dari institution adalah dengan menjembatani antara dunia luar dari stimulus dan respons dari organisme individu. Hal ini
merupakan internalisasi simbolis dari hal- hal yang merepresentasikan objek yang ada. Simbol, kata-kata, tanda-tanda, gesture memiliki pengaruh dengan
menentukan maksud yang ditentukan terhadap objek dan kegiatan. Kelembagaan dan kebijakan selalu menjadi isu penting dalam
pembangunan. Sejarah menunjukkan bahwa di negara-negara maju kelembagaan yang baik merupakan kunci dari keberhasilan pengelolaan negara, pembangunan,
pasar, perdagangan atau bisnis. Selama ini pemerintah Indonesia cenderung lebih menekankan pada pembangunan ekonomi dengan mengutamakan pembangunan
infrastruktur fisik, teknologi, ekonomi dan politik. Sangat sedikit diperhatikan pembangunan infrastruktur kelembagaan institusi. Di lain pihak kebijakan
pemerintah cenderung tidak kons isten selalu berubah dan sulit dilaksanakan secara utuh. Ini memerlukan perhatian yang serius, karena pada dasarnya hampir
semua kegagalan pembangunan bersumber dari dua persoalan fundamental yaitu kegagalan kebijakan dan kegagalan kelembagaan.
Institusi atau kelembagaan adalah pusat dari teori kebijakan dan institusi dianggap sebagai unsur untuk pembuatan dan pembentuk kebijakan. Misalnya
kebanyakan kebijakan ditetapkan dalam bentuk aturan dan ketetapan yang merupakan unsur-unsur utama dalam kelembagaan. Kebijakan yang dibuat
pemerintah biasanya disebut kebijakan publik karena dibuat untuk kepentingan publik rakyat atau masyarakat banyak. Analisis tentang keterkaitan dan dampak
17 institusi pada kebijakan publik dianggap tidak lengkap atau dapat dikatakan
pincang tanpa memperhatikan perpaduan antara analisis kebijakan publik dan analisis kelembagaan.
Menurut Djogo et. al. 2003, unsur-unsur dan aspek kelembagaan antara lain meliputi: a institusi merupakan landasan untuk membangun tingkah laku
sosial masya rakat; b norma tingkah laku yang mengakar dalam masyarakat dan diterima secara luas untuk melayani tujuan bersama yang mengandung nilai
tertentu dan menghasilkan interaksi antar manusia yang terstruktur; c peraturan dan penegakan aturan hukum; d aturan dalam masyarakat yang memfasilitasi
koordinasi dan kerjasama dengan dukungan tingkah laku, hak dan kewajiban anggota; e kode etik; f kontrak; g pasar; h hak milik property rights atau
tenureship i organisasi; j insentif untuk menghasilkan tingkah laku yang
diinginkan Dari unsur dan aspek kelembagaan tersebut di atas tampak bahwa lingkup
kajian kelembagaan cukup luas. Karena itu pembatasan atau pendefinisian wilayah kajian kelembagaan perlu ditentukan. Hal ini penting agar dalam
pengembangan kelambagaan yang akan dilakukan menjadi lebih terarah.
2.2.2. Organisasi