Korupsi APBD di Daerah Penelitian

7.3. Korupsi dalam APBD dan Faktor-Faktor Ekonomi Politik dan Budaya yang mempengaruhinya: Mekanisme Proses Perumusan, Pelaksanaan dan Pengawasan Perda APBD

7.3.1. Korupsi APBD di Daerah Penelitian

Sebagaimana diberitakan oleh berbagai media masa, baik cetak maupun elektronik, setidaknya ada tiga kasus korupsi di Kabupaten Kukar yang melibatkan Bupati Kukar, SHR, yaitu 1 kasus korupsi proyek pembangunan Bandara Loa Kulu, 2 kasus korupsi dana taktis bantuan sosial kemasyarakatan 3 kasus korupsi dana upah pungut sektor minyak dan gas. Bupati Kukar, SHR, divonis bersalah oleh pengadilan dan saat ini sedang menjalani hukuman. Dalam proyek bandara Loa Kulu di Kukar, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 18 miliar. Rinciannya, Rp 15 miliar dari pembebasan lahan dan Rp 3 miliar dari studi kelayakan. Pada kasus ini, lahan yang dibebaskan merupakan lahan milik tiga anak SHR dan SHR sendiri menjabat sebagai ketua pembebasan lahan bandara tersebut. Sedangkan pada kasus pungutan dana taktis, Rp 7.75 miliar diduga masuk ke beberapa rekening pribadi, salah satunya ke rekening Bupati SHR. Sementara korupsi dana upah pungut sektor minyak dan gas, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 15 miliar. Dana upah pungut ini adalah dana perimbangan dari pemerintah pusat yang semestinya masuk ke kas Pemda 1 . Sementara itu, untuk dugaan kasus Korupsi di Kabupaten Sukoharjo yang melibatkan Bupati dan anggota DPRD adalah kasus korupsi 40 unit sepeda motor yang terjadi pada tanggal 20 Juli 2002. Kasus ini telah ditangani oleh Kejaksaan Negeri Kajari Sukoharjo, tetapi karena terkatung-katung, kemudian kasus ini ditangani oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Semarang sejak tahun 2005. Dalam kasus ini ditetapkan tiga tersangka dari Pemda dan tiga tersangka yang berasal dari DPRD. Tersangka dari Pemda adalah 1 Bupati Sukoharjo periode 2001-2005 yang juga terpilih sebagai Bupati periode 2005- 2010 dalam pilkada langsung, 2 Mantan Sekretaris Daerah Drs. SPT dan 3 Asisten II Sekda Drs. AH, MM. Sementara tersangka yang berasal dari DPRD 1 Lihat ”Syaukani Ditahan KPK” dalam Kompas, Sabtu 17 Maret 2007 dan juga ”KPK Tahan Bupati Kutai Kartanegara” dalam http:www.republika.co.idkoran_detail.asp?id=28674 adalah Ketua DPRD periode 1999-2004, R. SA, dua Wakil Ketua DPRD 1999- 2004 yaitu Drs. H. ARM dan SYT 2 . Kasus dugaan korupsi sepeda motor ini dilakukan oleh Kepala Daerah dengan motif menyuap anggota DPRD agar anggota DPRD menerima Laporan Pertanggung Jawaban LPJ tahunan bupati. Penyuapan tersebut dilakukan dengan menggunaan dana APBD tahun 2002 sekitar Rp 513 juta untuk membeli 40 unit sepeda motor bagi 40 anggota DPRD. Sepeda motor tersebut diserahkan ke anggota DPRD tanggal 19 Juli 2002 lengkap dengan STNK dan BPKB yang sudah atas nama perorangan anggota DPRD 3 . Dugaan korupsi lain di Sukoharjo adalah dugaan korupsi dana bantuan buku pelajaran SD, SMP, dan SMU negeri dan swasta yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo, Drs. BM 4 dan Sdr. Mrd dari Penerbit Balai Pustaka. Diduga kedua pelaku ini melakukan persengkongkolan dengan mengharuskan pembelian buku dari penerbit Balai Pustaka untuk bantuan buku pelajaran tersebut. Kasus ini telah ditangani penyidik dari Kejaksaan Negeri Sukoharjo dan keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka. Kasus dugaan korupsi lain dari dana APBD adalah kasus korupsi pada pembangunan terminal Gunung Pare di Kartosuro pada tahun 2003, tetapi menggunakan dana APBD tahun 2004 dengan nilai Rp 13.6 Milyar. Dalam kasus ini tidak ada proses lelang sebagaimana diatur dalam Kepress No 80 tahun 2003. Pengurukan tanah dalam rangka pembangunan terminal tersebut oleh PT MKS tanpa menggunakan surat perintah kerja dan hanya dilakukan secara lisan oleh Drs. SPT, selaku Sekda Pemkab Sukoharjo waktu itu. 5 2 Kasus ini sempat ditangani di Kejakasaan Agung dan malahan turun surat Perintah Penghentian Penyidikan dengan dua versi beda font dan salah ketik dalam “JAKSA AGUNG REPUBLIK NDONESIA”: tetapi masih satu nomor surat yaitu Nomor : Print -043 AF .2.1042002 3 Infomasi ini diperoleh dari dokumen Putusan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Sukoharjo dengan Nomor putusan Nomor : 01Pid.Pra2005Pn. Skh. 4 Drs. BM, kemudian maju mencalonkan diri sebagai Bupati Sukoharjo dalam Pilkada Langsung tahun 2005, tetapi kemudian kalah dengan BR, SH dengan selisih hanya 811 suara. 5 Informasi ini diperoleh dari ketua DPP LSM KEPPRAS. Berbagai tindak pidana Korupsi ini, karena penanganan di Kejaksaannya lambat dan terkatung-katung, maka pada tanggal 13 April 2007, DPP LSM Keppras melaporkannnya kepada KPK untuk dilakukan pengusutan. Menurut DPP LSM KEPPRAS, tindakan liar penunjukkan langsung proyek-proyek APBD pada tahun 2001-2005 menjadi hal yang biasa terjadi di Sukoharjo. Sementara itu untuk Korupsi di Kabupaten Solok tidak ada yang terungkap ke publik. Wawancara dengan informan dari sebuah LSM yang bergerak dalam pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Solok mengindikasikan bahwa fenomena suap-menyuap memang ada, tetapi sulit untuk dibuktikan. Dibandingkan dengan dua daerah lain yakni Kukar dan Sukoharjo, korupsi di Solok relatif kecil. Sebagaimana akan ditunjukkan nanti, proses perumusan regulasi, pelaksanaan regulasi yang relatif partisipatif, transparans dan akuntabel serta kepemimpinan leadership Kepala Daerah telah berhasil meredam aksi-aksi kecurangan dan penyelewengan yang potensial timbul dari proses perumusan dan pelaksanaan APBD di Solok. Secara prosedural administratif proses perumusan, pelaksanaan dan pengawasan regulasi di Kabupaten Solok relatif lebih baik dibandingkan dengan di Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Kukar. Sementara itu, dugaan-dugaan korupsi APBD di Kukar dan Sukoharjo secara ekonomi politik lebih banyak terjadi karena proses perumusan dan pelaksanaan APDB yang tidak partisipatif, tidak transparans dan tidak akuntabel serta pengawasan yang lemah. Struktur sosio-budaya masyarakat dan dominannya Kepala Daerah dan birokrat serta anggota DPRD dalam proses penyusunan APBD menjadi penyebab mengapa proses ini menjadi tidak partisipatif, transparans dan akuntabel. Untuk melihat lebih jelas bagaimana korupsi dalam APBD ini terjadi, bagian berikut akan menguraikan proses perumusan, pelaksanaan dan pengawasan APBD di tiga daerah tersebut. Pembahasan akan diawali dengan menguraikan aturan normatif proses perumusan, pelaksanaan dan pengawasan APBD, kemudian dari aturan normatif tersebut akan diuraikan bagaimana implementasi proses tersebut di tiga daerah penelitian.

7.3.2. Aturan Normatif Proses Penyusunan APBD