Struktur Sosio-Budaya Masyarakat Kabupaten Solok

budaya Kalimantan, khususnya Kutai- Dayak Kabupaten Kutai Kartanegara. Deskripsi sosio-budaya ketiga daerah tersebut diuraikan sebagai berikut:

7.1.1. Struktur Sosio-Budaya Masyarakat Kabupaten Solok

Minangkabau Budaya masyarakat Kabupaten Solok merupakan bagian dari budaya Minangkabau. Mata pencaharian sebagian besar masyarakat Kabupaten Solok adalah bertani dengan tanaman utama adalah tanaman padi. Sistem kekerabatan masyarakatnya menganut garis matrilineal. Harta pusaka diwariskan menurut garis ibu dan yang berhak menerimanya adalah anggota perempuan dari sebuah keluarga. Anggota laki-laki tidak berhak atas harta pusaka, mereka hanya mempunyai kewajiban untuk menjaga harta sehingga harta tersebut tidak hilang dan benar-benar memberikan kegunaan bagi kaum kerabatnya. Itulah mengapa kesejahteraan keluarga merupakan tanggung jawab Ibu, tetapi kepentingan suatu keluarga diurus oleh seorang laki-laki dewasa dari suatu keluarga yang bertindak sebagai niniek mamak bagi keluarga tersebut Junus,2007. Kesatuan keluarga terkecil atas dasar geneologis adalah paruik. Sementara suku dalam kekerabatan Minangkabau menyerupai suatu klen matrilineal yakni sekelompok kaum yang berasal dari niniek perempuan. Sebuah suku di samping mempunyai penghulu suku kepala kaum, juga mempunyai seorang dubalang, seorang malin, dan seorang manti. Dubalang bertugas menjamin ketertiban dan keamanan, sementara manti bertugas menyelesaikan silang selisih atau sengketa yang timbul dikalangan anggota suku. Malin menegakkan dan menghukum anggota suku yang bersalah melakukan pelanggaran sepanjang syarak. Penghulu suku memperoleh gelar datuk. Suku-suku yang hidup dalam satu kesatuan minimal empat suku membentuk satu kesatuan pemerintahan nagari. Kendati dalam perkembangan terkini sebuah nagari dipimpin oleh wali nagari yang merupakan salah satu penghulu yang dipilih dari beberapa penghulu suku yang ada dalam nagari tersebut, tetapi pola pengambilan keputusan dalam nagari, di antara para penghulu menganut pola “duduk sama rendah tegak sama tinggi” dengan musyawarah mufakat. Pola kepemimpinan dan pengambilan keputusan dalam nagari menganut prinsip tungku tigo sajarangan yang melibatkan alim ulama, cadiak pandai cerdik pandai, dan ninik mamak yakni penghulu atau kepala suku atau datuk. Alim ulama memberikan pertimbangan berdasarkan kitabullah agama, Cadiak Pandai memberikan pertimbangan keahlian berdasarkan akal pikiran yang sangat dibutuhkan masyarakat sedangkan Ninik Mamak berkaitan dengan adat yakni ke dalam terhadap kaum dan anggota suku dan keluar terhadap nagari dan antar nagari Junus, 2007; Amir, 2003; Naim, 2005. Bahkan dalam beberapa hal Bundo Kanduang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Unsur-unsur pimpinan dan pola pengambilan keputusan nagari tersebut terhimpun dalam sistem Karapatan Adat Nagari Amir, 2003. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dicermati bahwa sistem kemasyarakatan Minangkabau adalah egaliter dan demokratis Naim, 2005. Masyarakatnya merupakan masyarakat demokratis berlapis yang membagi kekuasaan menurut keahlian masing-masing yang tercermin dalam sistem Kerapatan Adat Nagari dengan prinsip tungku tigo sajarangan dalam pola kepemimpinan dan pola pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama. Pola ini memang pernah luntur pada masa Orde Baru mana kala terjadi penyeragaman nagari dengan desa ala di Jawa. Tetapi, sejak kebijakan otonomi daerah diberlakukan tahun 2001, fenomena kembali ke nagari ini memperoleh momentumnya Naim, 2005. Tak terkecuali di Kabupaten Solok. Bahkan untuk memperkuat pemerintahan nagari ini, Pemda Kabupaten Solok membuat Perda tentang Pemerintahan Nagari yang tertuang dalam Perda No 7 tahun 2006. Dengan Perda tersebut, pemerintahan Nagari menempati posisi strategis dalam proses perencanaan pembangunan terutama ketika melakukan Musyawarah Rencana Pembangunan Musrenbang. Bukan hanya itu, pola tungku tigo sajarangan dan sistem Kerapatan Adat Nagari ini akan sangat menentukan tingkat partisipasi dan checks and balances dalam proses perumusan, pelaksanaan dan pengawasan regulasi di Kabupaten Solok sebagaimana akan diuraikan nanti. Sistem kerapatan adat nagari dan pola tungku tigo sajarangan yang diterapkan dalam proses pemilihan pemimpin juga sedikit banyak membantu melahirkan pimpinan pemerintahan yang berintegritas, jujur dan berwibawa. Munculnya Gamawan Fauzi Bupati Solok periode 2001-2005 yang berhasil meletakkan dasar-dasar partisipasi dan transparansi di Kabupaten Solok dan kemudian menjadi Gubernur Sumatera Barat 2005-2010 adalah salah satu contoh. Akhirnya sebagaimana yang akan dijelaskan nanti, budaya Minangkabau dengan tungku tigo sajarangan dan kerapatan adat nagari yang mewarnai proses pembangunan di Kabupaten Solok membuat kelembagaan di Kabupaten Solok memperoleh nilai A sangat baik sebagaimana hasil survei pemeringkatan kelembagaan yang dilakukan oleh KPPOD tahun 2005.

7.1.2. Struktur Sosio-Budaya Masyarakat Kabupaten Sukoharjo Budaya