Respon Perusahaan Terhadap Perda tentang Perizinan dan Faktor-

Tabel 32. Proporsi Responden di Tiga Daerah dan Waktu yang Digunakan untuk Berhubungan dengan Birokrasi Waktu Kukar Solok Sukoharjo kurang dari 5 26.67 86.67 80.65 5-15 26.67 10 12.9 15-25 20 3.23 25-50 13.33 3.23 50-75 10 3.33 lebih dari 75 3.33 Total 100 100 100 Sumber : Hasil Survei Lapangan, 2007 Tabel 33. Persepsi Responden terhadap Hambatan Aktivitas yang Disebabkan oleh Perizinan Jawaban Kukar Solok Sukoharjo Semua Tidak Jawab 0.00 10.00 3.23 4.40 1=Tidak Menghambat 10.00 63.33 6.45 26.37 2 13.33 6.67 9.68 9.89 3 20.00 16.67 48.39 28.57 4 20.00 - 12.90 10.99 5 23.33 - 12.90 12.09 6 6.67 - 6.45 4.40 7=sangat menghambat 6.67 3.33 0.00 3.30 Sumber : Hasil Survei Lapangan, 2007 Prosedur perizinan yang buruk di Sukoharjo dan Kukar juga menyebabkan banyak perusahaan yang terhambat aktifitasnya. Hal ini terlihat dari jawaban mereka ketika ditanya tentang pengaruh berbagai kebijakan dan pelaksanaan perizinan usaha Tabel 33

7.4.5. Respon Perusahaan Terhadap Perda tentang Perizinan dan Faktor-

Faktor yang Mempengaruhinya : Analisis Kuantitatif Berdasarkan uraian di atas, yakni proses perizinan yang buruk di Kukar dan di Sukoharjo, sehingga menghambat aktivitas usaha, maka sesuai dengan theory of representative government yang dijelaskan oleh Breton 1974, Stevens 1993 dan Gonarysah 1997, perusahaan akan berusaha untuk memperbaiki hambatan tersebut. Ada berbagai pilihan tindakan yang bisa dilakukan oleh perusahaan ketika berhadapan dengan hambatan perizinan. Berbagai pilihan tindakan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu perusahaan bisa melakukan penyuapan bribery kepada birokrat yang berarti akan terjadi korupsi atau memilih tindakan legal lainnya. Tentu saja makin besar hambatan perizinan, maka peluang terjadinya penyuapan akan makin besar pula. Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya kasus penyuapan yang lebih banyak di Kabupaten Kukar dan Kabupaten Sukoharjo dibandingkan di Kabupaten Solok, sebagaimana di berikan dalam Gambar 15. Dari Gambar 15 tersebut terlihat bahwa dari 30 perusahaan yang disurvei di Kabupaten Solok, tidak ada sama sekali perusahaan yang menyuap ketika mengurus Izin di Kabupaten Solok. Sementara, ada 25 perusahaan dari 30 perusahaan di Kabupaten Kukar yang harus menyuap untuk mendapatkan izin. Di Sukoharjo ada 22 perusahaan yang menyuap dari 30 perusahaan yang disurvei ketika mengurus perizinan usaha. Sebagaimana diuraikan dalam kerangka pemikiran dan metodologi, pilihan perusahaan untuk menyuap atau tidak menyuap tersebut disamping dipengaruhi oleh kualitas pelayanan perizinan sebagaimana diuraikan di atas, juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, politik dan budaya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi menyuap tidaknya perusahaan dalam mengurus perizinan, serta hasil uji dependensi depedency test antara penyuapan dengan faktor- faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 34. 5 30 8 25 22 5 10 15 20 25 30 35 Kukar Solok Sukoharjo Tidak Menyuap Menyuap Gambar 15. Banyaknya Perusahaan yang Menyuap dan Tidak Menyuap Ketika Mengurus Perizinan Sumber : Hasil Survei Lapangan, 2007 Tabel 34. Hasil Uji Chi-Square untuk Melihat Kaitan antara Fenomena Penyuapan dalam Perizinan Usaha dengan Faktor Ekonomi Politik dan Budaya Nama Variabel Deskripsi P-value Hasil Uji D_SLTA Dummy Pendidikan Tamat SLTA 0.353 TS D_Diplma Dummy Pendidikan Tamat D1-D3 0.619 TS D_S1 Dummy Pendidikan S1 0.023 S D_industri Dummy Jenis Usaha Industri 0.001 S D_dagang Dummy Jenis Usaha Perdagangan 0.264 TS D_Tambang Dummy Jenis Usaha Pertambangan 0.026 S D_jasa Dummy Jenis Usaha Jasa 0.116 TS D_Lama Lama Perusahaan; 0= krg dr 5 thn, 1=lebih dari 5 thn 0.020 S D_Size Ukuran perusahaan 0=TK kurang dari 20;1=lbh 20 tk 0.161 TS D_Export Eksport, 1 =melakukan eksport ;0 tidak 0.174 TS KWaktu Pengumuman Lama Waktu urus izin 0.023 S Kbiaya Kejelasan aturan biaya izin 0.023 S Tldan Teladan Kepemimpinan ledaership 0.018 S D_Eks_Leg Konflik Hubungan Eksekutif Legislatif 0.512 TS Urus Izin Lama Waktu berhubungan dengan birokrat 0.007 S Bdy Beri Budaya atau Kebiasaan Memberi Uang Rokok 0.002 S Birokrasi Indeks Kualitas Pelayanan Birokrasi 0.001 S Golkar Dummy Pilihan Parpol Golkar 0.130 TS PDIP Dummy Pilihan Parpol PDIP 0.053 S D_jawa Dummy Responden asal dari Suku Jawa 0.010 S D_kutai Dummy Responden asal dari Suku Kutai 0.005 S Sumber : Diolah dari Hasil Survei Lapangan, 2007 Keterangan : S=Signifikan pada taraf nyata 5 dan TS=Tidak Signifikan pada taraf nyata 5 Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa penyuapan mempunyai kaitan yang erat dengan beberapa faktor ekonomi politik dan budaya, walaupun ada beberapa variabel yang tidak signifikan berkaitan dengan penyuapan. Untuk melihat analisis lebih dalam faktor-faktor yang mempengaruhi penyuapan dalam perizinan, akan dilakukan analisis dengan model logit sebagaimana telah dibahas dalam metodologi. Model logit ini merepresentasikan pilihan perusahaan untuk mengatasi koersi ketika harus berhadapan dengan pelayanan perizinan. Persamaan yang digunakan adalah persamaan 4.5 dalam Bab IV . Hasil estimasi persamaan tersebut diberikan pada Tabel 35. Hasil estimasi tersebut memenuhi kriteria bahwa model layak untuk digunakan menganalisis fenomena penyuapan dalam perizinan usaha. Hal ini ditunjukkan oleh uji signifikansi dengan menggunakan Likelihood Ratio yang probabilitasnya hampir mendekati nol Lihat Probability LR-stat=0.0000. Artinya, model tersebut mampu menjelaskan secara signifikan keterkaitan antara faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena penyuapan. Tabel 35. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peluang Menyuap Dependent Variable: BRIBE 1=Menyuap ; 0=Tidak Menyuap Variable Deskripsi Coefficient p-value INTERCEPT 1-.599 0.691 UMUR Umur Responden -0.104 0.023 D_SMA Dummy Pendidikan SLTA - - D_DIPLMA Dummy Pendidikan Diploma 2.782 0.080 D_S1 Dummy Pendidikan S1 0.629 0.630 D_tambang Dummy jenis usaha pertambangan - - D_INDSTRI Dummy Usaha Industri -2.237 0.103 D_DAGANG Dummy Usaha Perdagangan -2.179 0.192 D_JASA Dummy Usaha Jasa -1.018 0.523 D_SIZE Dummy Ukuran Perusahaan -0.971 0.313 BIROKRSI Indeks Persepsi Kualitas Birokrasi -2.064 0.592 TLDAN Indeks Keteladanan Kepala Daerah -0.525 0.866 DEKS_LEG Ada tidaknya Konflik Antar Eksekutif dan Legislatif 1.277 0.333 BDY_BERI Indeks Budaya Memberi 7.503 0.024 D_GOLKAR Dummy Pilihan Partai Golkar 3.240 0.014 D_PDIP Dummy Pilihan Partai PDIP 2.784 0.030 D_JAWA Dummy Suku Jawa 3.034 0.012 D_KUTAI Dummy Suku Kutai-Dayak 4.649 0.020 ProbabilityLR- stat=0.0000 Hasil uji pengaruh masing-masing variabel Uji parsial ada beberapa variabel yang signifikan dengan taraf nyata 10 dan ada yang tidak signifikan. Tetapi dari pemeriksaan tanda dugaan parameter model diperoleh bahwa semua variabel yang dimasukkan dalam model tandanya sesuai dengan hipotesis dan common sense yang digunakan. Untuk variabel Umur, misalnya bertanda negatif artinya makin tua umur responden, maka peluang memilih menyuap dalam perizinan makin lebih kecil. Untuk variabel pendidikan dengan menggunakan acuan pendidikan SLTA ke bawah, ternyata menghasilkan temuan bahwa peluang menyuap lebih tinggi dilakukan oleh mereka yang lulus diploma dan S1 dibandingkan dengan yang mereka hanya tamat sampai SLTA. Hal ini karena mereka yang lulus S1 dan Diploma memang biasa menuntut kecepatan dalam pelayanan. Dalam keadaan pelayanan birokrasi yang ada saat ini bersamaan dengan waktu mereka yang sangat berharga, maka mereka lebih memilih menyuap agar dilayani lebih cepat dibandingkan harus menunggu lebih lama. Untuk variabel bidang usaha, dengan mengambil kontrol bidang usaha adalah sektor pertambangan, menunjukkan bahwa sektor Industri pengolahan, perdagangan jasa dan sektor lainnya mempunyai peluang menyuap lebih kecil dibandingkan sektor pertambangan. Seperti dilihat bahwa prosedur dan mekanisme pengurusan pertambangan yang sangat rumit serta besarnya rente yang bisa diperoleh ketika berhasil memperoleh izin, seperti di Kukar misalnya, membuat sangat mudah terjadi penyuapan pada sektor Pertambangan. Bahkan nilai penyuapan sektor pertambangan di Kukar ini sungguh sangat besar sebagaimana telah ditunjukkan sebelumnya. Dari Tabel 35 di atas juga dapat diketahui bahwa perusahaan kecil cenderung berpeluang menyuap lebih besar dibandingkan dengan perusahaan besar. Hal ini karena kebanyakan perusahaan kecil tidak punya banyak pilihan dalam meredress koersi yang dihadapinya. Karena usaha kecil kurang terorganisasi sehingga adaptasi secara politik melalui kelompok kepentingan yang mewakilinya sulit dilakukan. Kecuali itu, adaptasi pasar misal dengan berpindah lokasi usaha ke daerah lain juga sangat sulit dilakukan, karena usaha kecil sering kali dikelola dengan manajemen tradisional. Faktor kualitas pelayanan birokrasi berpengaruh negatif dengan penyuapan, artinya makin tinggi indeks kualitas birokrasi pelayanan perizinan, maka peluang untuk menyuap akan lebih rendah. Walaupun nilai peluang probability- value untuk variabel ini masih sangat besar yang berarti secara statistik tidak signifikan, tetapi sebagaimana dijelaskan secara kualitatif bahwa faktor kualitas pelayanan birokrasi ini sangat menentukan apakah potensi untuk menyuap tersebut menjadi besar atau tidak. Dalam hal ini seperti telah diuraikan dalam analisis kualitatif sebelumnya bahwa kualitas pelayanan birokrasi ini ditentukan oleh transparansi mengenai prosedur, waktu dan biaya serta sikap birokrat dalam pelayanan birokrasi. Seperti yang telah dibahas sebelumnya juga bahwa sistem pelayanan dengan OSS di Solok menjamin proses perizinan menjadi lebih transparans dari sisi waktu dan biaya serta prosedur dan mendorong sikap birokrat untuk lebih ramah dan helpful. Walaupun tidak signifikan juga, keteladanan seorang kepala daerah akan mengurangi resiko penyuapan lihat tanda koefisien TLDAN yang negatif. Ini mengisyaratkan pentingnya kepemimpinan leadership seorang Kepala Daerah untuk berperilaku jujur dan bersih. Jika pimpinan jujur dan bersih, birokrasi di bawahnya akan merasa segan dan ini bisa mendorong pengurangan penyuapan korupsi. Persepsi buruk responden terhadap hubungan antara eksekutif dan legislatif menyebabkan makin besar peluang untuk terjadinya penyuapannya. Dari sisi budaya, kebiasaan memberi yang diukur dengan sikap responden terhadap kebiasaan memberi “uang tambahan” ke birokrat, terlihat bahwa mereka yang sudah biasa “memberi” ke birokrat mempunyai kecederungan memilih menyuap lebih besar ketika mengurus perizinan. Bagi mereka adalah wajar jika memberi uang tambahan atau hadiah kepada birokrat karena birokrat telah membantu pengurusan izin mereka. Dari sisi budaya juga, jika dibandingkan dengan perusahaan yang dikelola oleh suku Minangkabau, maka perusahaan yang dimiilki oleh orang Jawa dan orang Kutai-Dayak mempunyai kecenderungan peluang menyuap yang lebih tinggi dan hal ini sangat signifikan secara statistik. Budaya Jawa yang feodalistik dan paternalistik membuat proses perizinan menjadi lahan subur penyuapan, karena orang Jawa serba ewuh pakewuh jika tidak memberikan uang tambahan kepada birokrat ketika seseorang birokrat yang dianggap sebagai penguasa telah menyelesaikan urusan perizinannya. Demikian juga di Kabupaten Kukar. Tradisi memberi upeti yang mengakar pada beberapa suku Dayak di Kalimantan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya sangat berpengaruh terhadap korupsi penyuapan. Sementara itu, untuk budaya Minangkabau yang egaliter dan penerapan sistem OSS dalam perizinannya membuat potensi untuk menyuap menjadi tertutup. Di Solok sedikit banyak telah muncul sikap birokrat yang melayani dibandingkan sikap dilayani. Dari sisi politik, dengan acuan parpol selain Golkar dan PDIP, terlihat bahwa responden yang pilihan parpolnya ketika Pemilu 2004 adalah Golkar atau PDIP mempunyai peluang menyuap yang lebih besar relatif terhadap perusahaan yang pilihannya bukan Golkar dan PDIP. Hal ini mencerminkan bagaimana konstituen dari Parpol besar yang cenderung memilih menyuap dalam mengurus perizinan. Konsisten dengan hasil KPPOD pada Bab VI, bahwa perolehan suara yang besar Parpol Golkar dan PDIP di suatu daerah justru mendorong banyak terjadinya penyalahgunaan wewenang, baik itu yang dilakukan oleh Kepala Daerah maupun oleh anggota DPRD. Dan hasil ini menunjukkan konstituen mereka pun biasa memilih suap sebagai jalan untuk mempercepat urusan perizinan. Tabel 36. Penilaian Prinsip-Prinsip Penadbiran Baik di Daerah Penelitian Kabupaten Prinsip-prinsip Penadbiran Baik good Governance Kukar Sukoharjo Solok Partisipasi masyarakat Rendah Rendah Tinggi Transparansi Rendah Rendah Tinggi Peduli pada stakeholder Tidak Peduli Tidak Peduli Peduli Berorientasi pada konsensus Tidak Tidak Ya Kesetaraan Tidak Tidak Ya Akuntabilitas Rendah Rendah Sedang agak tinggi Sumber : Hasil pengamatan lapangan, 2007

7.5. Simpulan