65
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Sektor pertanian di perkotaan memiliki keunggulan spesifik dan sangat prospektif, karena jaminan pangsa pasar, dan permintaan akan produk pertanian
segar dan olahan sangat beragam. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan sumber pendapatan petani dan pemulihan
ekonomi pertanian. Hal ini terbukti ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998, sub sektor hortikultura menjadi salah satu penyumbang devisa
negara yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang positif. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mengalami
perkembangan pesat. Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan penduduk dan semakin banyaknya masyarakat yang menyadari pentingnya kecukupan gizi yang
berasal dari buah-buahan Dinas Pertanian, 2006. Buah-buahan memberikan konstribusi terbesar setiap tahunnya terhadap
volume ekspor komoditas hortikultura seperti tanaman hias, sayuran dan aneka tanaman lainnya. Hal ini dapat dilihat dari volume ekspor komoditi holtukultura
tahun 2003-2006.
Tabel 1. Volume Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia Tahun 2003-2006
2003 2004 2005 2006 Laju
th Komoditi
Ton Ton Ton Ton Ton
Tanaman Hias
14.671 4,32 15.427 4,29 16.939 4,26
16.183 3,83 3,49 -0,46 Sayuran
133.042 39,16 114.855 31,96 112.708 28,34 130.556 30,82 0,09 -9,90 Buah-
buahan 189.254 55,70 225.367 62,72 262.358 65,97 272.297 64,28 13,09 5,92
Aneka Tanaman
Lainnya 2.774 0,82
3.668 1,03 5.639
1,30 4.548
1,07
Jumlah 339.741 100 359.317 100 397.644
100 423.584 100 22,20
17,27
Sumber : BPS, 2007
66 Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 2003-2006 buah-buahan memberikan
konstribusi berturut-turut sebesar 55,70 persen, 62,72 persen, 64,28 persen dan 65,97 persen terhadap volume ekspor komoditi hortikultura Indonesia. Laju
pertumbuhan ekspor buah-buahan Indonesia dari tahun 2003-2006 adalah sebesar 13,09 persen. Semakin meningkatnya volume ekspor tersebut didukung oleh
semakin meningkatnya jumlah produksi buah-buahan Indonesia. Dari selang waktu 2003-2006 jumlah produksi buah-buahan Indonesia terus meningkat
Lampiran 1. Laju pertumbuhan rata-rata produksi buah-buahan Indonesia dari selang waktu 2003-2006 mencapai angka 6,09 persen per tahun. Berdasarkan
Lampiran 1, jumlah produksi terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 13.551.435 ton, dan produksi tertinggi tahun 2006 yaitu sebesar 16.171.130 ton.
Belimbing manis merupakan salah satu buah unggulan nasional yang memberikan konstribusi sebesar 0,43 persen terhadap produksi buah nasional
pada tahun 2006 Lampiran 1. Walaupun nilai konstribusinya rendah terhadap produksi nasional, namun buah yang biasa disebut star fruit
merupakan satu- satunya buah lokal yang harganya hampir menyamai buah-buahan impor. Buah
belimbing juga digunakan untuk pencegahan berbagai macam penyakit, antara lain bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah, memperlancar pencernaan,
menurunkan kolesterol, dan dapat digunakan sebagai anti oksidan yang berfungsi mencegah penyebaran sel kanker Subdit teknologi pengolahan hasil holtikultura
BPPHP Departemen Pertanian, 2006. Permintaan belimbing manis setiap tahun semakin meningkat. Peningkatan
permintaan tersebut sebesar 6,5 persen per tahun 2002-2005
1
. Hal ini menunjukkan belimbing memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia.
1
http:gizi.netforumindeks,Indonesian Nutrition Network Forum Indeks, “Buah Eksotik Indonesia”. 8 Januari 2008
67 Sampai saat ini dikenal dua macam belimbing dari segi rasa yaitu belimbing
yang buahnya manis Averrhoa Carambola L. dan belimbing yang rasanya asam Averrhoa bilimbi L.. Belimbing manis merupakan jenis buah yang mudah
dibudidayakan selain itu nilai ekonomis belimbing manis lebih tinggi dibandingkan belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L..
Laju pertumbuhan luas panen belimbing di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun 2004-2006 mengalami pertumbuhan sebesar 3,93 persen dan laju
pertumbuhan produktivitas sebesar 7,29 persen. Berikut mengenai jumlah tanaman produktif, luas panen dan produktivitas belimbing manis di Indonesia.
Tabel 2. Jumlah Tanaman Produktif, Luas Panen, dan Produktivitas Belimbing Manis di Indonesia Tahun 2004-2006
Tahun Tanaman yang
Menghasilkan PohonRumpun
Luas Panen
Ha Produktivitas
TonHa 2004
815.917,00 2.718,00 28,74
2005 764.532,00
2.548,00 25,88
2006 776.964,00
2.590,00 27,14
Laju th 3,95
3,93 7,29
Sumber : BPS, 2007 Berdasarkan Tebel 2 bahwa selama tiga tahun terakhir di Indonesia
mengalami pertumbuhan tanaman belimbing sebesar 3,95 persen, luas panen belimbing mengalami pertumbuhan sebesar 3,93 persen dan produktivitas
mengalami pertumbuhan sebesar 7,29 persen. Hal ini dipengaruhi oleh teknik pengolahan baik pengolahan awal maupun pasca panen, cuaca dan sebagainya.
Salah satu sentra produksi belimbing manis terdapat di Propinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan penghasil belimbing terbesar ke tiga setelah Jawa
Tengah pada tahun 2006, dengan nilai konstribusi sebesar 15,47 persen terhadap produksi belimbing nasional Lampiran 2. Salah satu Kotamadya yang terdapat di
Jawa Barat yang memproduksi belimbing manis dalam jumlah yang cukup banyak
68 adalah Kota Depok. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi belimbing manis
Kota Depok terbesar se-Jawa Barat pada tahun 2005 sebesar 42.095 Kw atau sebesar 38,26 persen, dan pada tahun 2006 sebesar 40.473 Kw atau sebesar 37,21
persen dari total produksi belimbing manis di Propinsi Jawa Barat Tabel 3.
Tabel 3. Produksi Belimbing Manis di Jawa Barat Tahun 2002-2006 Kw
Tahun No.
Kabupaten Kotamadya
2002 2003 2004 2005 2006 Laju
thn 1. Depok
5.945 6.062
6.963 42.095
40.473 129,38 2. Sukabumi
5.862 4.238
5.566 3.474
2.046 -18,76
3. Bandung 11.003
9.835 14.857
9.653 8.988
-0,36 4. Cirebon
1.653 1.826
2.728 2.764
1.016 -0,51
5. Karawang 9.386
9.364 16.852
12.759 9.702
7,87 6. Bogor
30.562 30.837
33.887 26.294
24.754 -4,36
7. Garut 17.367
15.249 16.325
16.528 14.017
-4,77 8. Tasikmalaya
9.056 7.795
8.859 3.970
2.085 -25,73
9. Subang 12.876
10.864 11.673
7.483 5.679
-17,04
Jumlah 103.710
96.070 117.710
125.020 108.760
2,09
Sumber : www.jabar.go.id
, 4 Desember 2007 Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan produksi belimbing manis di Kota Depok
selama periode 2002-2006 mengalami laju pertumbuhan sebesar 129,38 persen, sementara untuk kota lain pertumbuhannya jauh di bawah Kota Depok.
Berdasarkan kondisi tersebut, Kota Depok merupakan tempat yang potensial untuk mengembangkan usahatani belimbing.
Belimbing Dewa mempunyai kemampuan berproduksi tinggi, penampilan menarik dengan warna buah matang oranye mengkilap, rasa buah manis segar,
testur daging agak berserat, aroma buah agak harum, sudah ditanam petani secara luas dan mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian NO: 718KptsTP.240898 Belimbing Dewa merupakan salah satu
komoditas buah unggulan Kota Depok yang berasal dari varietas Dewa baru dan
dikenal sebagai Belimbing Dewa. Buah belimbing diharapkan mampu menjadi
69 salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan masyarakat akan vitamin, serat dan
mineral.
Kecenderungan perkembangan produksi belimbing pada periode 2002-2006 di Kota Depok sangat berfluktuasi. Pada Tabel 4 berikut ini dapat diketahui
perkembangan produksi lima komoditas buah-buahan potensial terutama belimbing Kota Depok dengan nilai pertumbuhan selama lima tahun terakhir
Tabel 4. Perkembangan Produksi Komoditas Buah-buahan Potensial di Kota Depok Tahun 2002-2006
Jumlah Produksi Kwintal No
. Komoditas
2002 2003 2004 2005 2006 Laju
thn 1. Belimbing
5.945 6.062
6.963 42.095
40.473 129,40
2. Pisang 19.566
20.875 20.778
37.546 35.355
20,27 3. Jambu
Biji 10.264
11.053 11.053
35.795 31.765
55,07 4. Pepaya
15.047 15.580
21.638 33.570
20.029 14,31
5. Rambutan 12.764
12.762 12.762
25.883 12.769
13,03
Jumlah 63.586
66.332 73.194 174.889 140.391
33,48
Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007 Berdasarkan Tabel 4 selama periode 2002-2006 produksi belimbing manis di
Kota Depok mengalami laju pertumbuhan sebesar 129,38 persen jauh dibandingkan dengan laju pertumbuhan ke empat komoditas lainnya. Pada tahun
2005 terjadi peningkatan produksi yang sangat tinggi di banding tahun 2004 sebesar 35.135 kw atau sebesar 83,46 persen. Hal ini disebabkan karena kebijakan
pemerintah yang mendukung usahatani belimbing melalui program Pengembangan Buah Belimbing dengan varietas Dewa. Program ini meliputi
pembinaan petani, penelitian pembudidayaan sampai dengan pemasaran hasil produksi belimbing dari petani. Sampai saat ini pemerintah telah membina 650
petani belimbing yang tergabung dalam 25 kelompok tani yang tersebar di enam kecamatan Kota Depok. Petani-petani belimbing ini telah diberikan pembekalan-
pembekalan tata cara pembudidayaan belimbing dengan varietas Dewa. Dan dari
70 sektor pemasaran, Pemerintah Kota Depok telah memfasilitasi terbentuknya Pusat
Koperasi Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa atau yang dikenal dengan
Puskop.
Produksi belimbing di Kota Depok pada tahun 2006 mencapai 40.473 kw atau sebesar 28,82 persen dari total produksi lima komoditas buah-buahan potensial,
sedangkan produktivitasnya sebesar 1,28 kwpohon atau 0,128 tonpohon.
Tabel 5. Perkembangan Jumlah Tanaman yang menghasilkan dan Produktivitas Belimbing di Kota Depok Tahun 2004-2006
Tahun Jumlah Tanaman yang
Menghasilkan pohon
Produktivitas kwpohon
2004 32.510,00 0,21
2005 33.676,00 1,50
2006 31.620,00 1,28
Laju th -1,32
35,70
Sumber: Bapeda Kota Depok, 2007 Berdasarkan Tabel 5, laju perubahan jumlah pohon belimbing selama tahun
2004-2006 mengalami penurunan sebesar 1,32 persen. Hal ini disebabkan karena kebutuhan lahan pemukiman meningkat dari tahun ke tahun akibatnya mendorong
masyarakat dan pengembang bisnis untuk merubah penggunaan yang ada menjadi pemukiman Supriyati, 2005. Laju pertumbuhan produktivitas sebesar 35,7
persen, hal ini dapat disebabkan oleh teknik pengolahan baik pengolahan awal maupun pasca panen, cuaca dan pengetahuan petani mengenai budidaya
belimbing. Keragaan kebun belimbing di wilayah Kota Depok yang tersebar di enam
kecamatan yaitu ; 1 Pancoran Mas, 2 Beji, 3 Sukmajaya, 4 Limo, 5 Sawangan, dan 6 Cimanggis, pada umumnya yang terdapat di areal lahan
pekarangan, kebun-kebun dekat pekarangan rumah atau lahan-lahan pertanian yang semula untuk bertanam padi dan sayuran, kini mulai di tanami belimbing.
71 Produksi Belimbing Dewa tersebar di enam kecamatan Kota Depok dengan
penyebaran yang tidak merata. Tiga kecamatan yang memiliki luas areal dan populasi tanaman belimbing yang tinggi adalah Kecamatan Pancoran Mas,
Cimanggis dan Sawangan. Pancoran Mas merupakan sentra utama yang memproduksi belimbing dalam jumlah yang cukup besar. Kelurahan yang
menjadi sentra utama produksi Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas adalah Mampang, Pancoran Mas, Rangkapan Jaya Baru, dan Cipayung.
Keterangan mengenai luas areal, populasi, produksi dan produktivitas tanaman belimbing di enam kecamatan Kota Depok tahun 2005 dapat dilihat pada
Lampiran 3. Berdasarkan Lampiran 3, pada tahun 2005 luas areal tanaman Belimbing Dewa yang diusahakan di Kecamatan Pancoran Mas seluas 74 ha atau
61,87 persen dari jumlah areal tanaman belimbing dengan jumlah populasi tanaman sebanyak 17.785 pohon atau sebesar 64,51 persen dari jumlah populasi
pohon belimbing di enam kecamatan Kota Depok. Perkembangan produksi Belimbing Dewa dari tahun 2004-2007 mengalami perkembangan yang fluktuatif.
Keterangan mengenai jumlah produksi Belimbing Dewa dari tahun 2004-2007 di Kecamatan Pancoran Mas dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perkembangan Produksi Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas Tahun 2004-2007
Tahun Produksi Ton
Persentase Perubahan 2004
390 -
2005 2.352 503,07
2006 2.261
5,05 2007
3.002 32,77
Laju thn 180,29
Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007 Berdasarkan Tabel 6, laju pertumbuhan Belimbing Dewa 2004-2007 sebesar
180,29 persen. Pada tahun 2006 terjadi penurunan produksi, hal ini dapat
72 dipengaruhi oleh harga dan kemungkinan permintaan dan penawaran yang terjadi
di dalam proses pemasaran, serta selera pasar. Posisi Kota Depok yang sangat berdekatan dengan ibu kota negara yaitu DKI
Jakarta dan perkembangan Kota Depok cukup pesat dengan hadirnya supermarket dan supermal yang mempunyai peluang dan sangat potensial dalam mendukung
pemasaran belimbing manis. Bidang tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura Dinas Pertanian Kota Depok meyatakan bahwa permintaan pasar
Jakarta mencapai 4.300 ton setiap tahun dengan nilai mencapai Rp. 3.914.974.
Tabel 7. Nilai Permintaan Belimbing Manis di Jakarta pada Tahun 2006
No. Jenis Pasar
Nilai Rp
1. Jakarta
Modern Trade 614.462 15,70
2. Jakarta Traditional Trade
3.169.112 80,95 3.
Specialized Fruit Market 131.400
3,35
Total 3.914.974
100,00
Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007 1.2.
Perumusan Masalah
Salah satu program pertanian yang sedang diupayakan dapat mengangkat dunia pertanian Kota Depok sekaligus dapat dijadikan icon kota adalah Program
Pengembangan Buah Belimbing dengan varietas Dewa. Perencanaan program ini sendiri telah dilakukan sejak tahun 2006, yang melibatkan seluruh “stake holder “
belimbing Kota Depok. Perencanaan ini meliputi seluruh aspek kerja pengelolaan belimbing, mulai dari pembinaan petani, penelitian pembudidayaan sampai
dengan pemasaran hasil produksi belimbing dari petani. Hingga saat ini pemerintah Kota Depok telah melakukan pembinaan 650
petani belimbing yang tergabung dalam 25 kelompok tani yang tersebar di enam kecamatan Kota Depok. Petani-petani belimbing ini telah diberikan pembekalan-
pembekalan tata cara pembudidayaan belimbing dengan varietas Dewa. Dan dari
73 sektor pemasaran, Pemerintah Kota Depok telah memfasilitasi terbentuknya Pusat
Koperasi Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa atau yang dikenal dengan Puskop yang bertugas memasarkan hasil buah dan olahan petani
belimbing Kota Depok. Pembentukkan Puskop dilakukan pada saat yang sangat tepat, karena awal
tahun 2008, selama tiga bulan merupakan masa panen raya belimbing yang hanya terjadi setiap 2-3 tahun sekali. Sehingga Puskop dapat langsung berperan dalam
upaya mengakomodasi pemasaran hasil petani belimbing. Hingga awal Februari 2008 Puskop telah menerima hasil produksi belimbing
petani sebanyak 80 ton, saat ini juga sedang berupaya mengembangkan kerjasama dengan pasar-pasar potensial belimbing, baik pasar-pasar tradisional maupun
pasar-pasar moderen. Beberapa pasar moderen yang telah melakukan kerjasama dengan Puskop antara lain adalah Carrefour, SuperIndo, dan sejumlah toko-toko
buah segar yang berada disekitar wilayah Jabodetabek. Puskop sebagai lembaga yang diharapkan mampu mengatasi fluktuasi harga
belimbing, sehingga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani belimbing itu sendiri masih sangat banyak. Puskop sedang berupaya menjangkau
pasar nasional bahkan internasional. Sebagian besar petani belimbing Kota Depok menjual hasil produksinya
kepada tengkulak, walaupun tengkulak umumnya membeli belimbing dari petani dengan harga relatif lebih rendah dari yang dibeli Pusat Koperasi Puskop
belimbing. Hal ini disebabkan karena petani telah memiliki kedekatan bisnis yang kuat dengan tengkulak, yaitu dalam hal pinjam meminjam modal dalam bentuk
uang tunai, selain itu Puskop yang baru berdiri Januari 2008 belum mampu
74 merekrut seluruh petani Kota Depok sebagai anggota. Hanya sebagian kecil saja
dari petani belimbing yang menjual produksinya langsung ke pedagang pengecer atau ke Puskop, sehingga saluran pemasaran belimbing dari petani hingga
konsumen akhir umumnya cukup panjang. Rantai pemasaran yang panjang dapat menciptakan sistem pemasaran yang tidak efisien.
Harga produk sangat ditentukan oleh tengkulak yang mendatangi para petani. Tengkulak biasanya membeli langsung dari kebun petani, setelah itu langsung
membawa belimbing ke pedagang besar pasar induk. Dari pedagang besar para supplier bisa mendapatkan belimbing untuk di bawa ke swalayan-swalayan.
Pedagang besar juga menjual belimbing ke pedagang pengecer pasar tradisonal dan toko buah.
Jika koperasi membeli belimbing dari petani dengan harga Rp 6.500 per kilogram untuk great A sementara tengkulak membayar dengan harga
Rp5.000Kg untuk great A. Berikut mengenai harga Belimbing Dewa yang terjadi di Kota Depok. Harga yang diterima konsumen akhir sudah merupakan tambahan
biaya-biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran.
Tabel 8. Perkembangan Harga Belimbing Dewa di Kota Depok untuk Grade A Tahun 2003-2007
Tahun Harga di Petani
yang dibayarkan
tengkulak RpKg
Nilai Tengah
Laju Harga di Konsumen
RpKg Nilai
Tengah Laju
2003 3.000-4.000
3.500 -
7.000- 9.000 8.000
- 2004
3.500-4.000 3.750
7,14 9.000-10.000
9.500 18,75
2005 3.500-4.000
3.750 9.000-10.000
9.500 2006
4.000-4.500 4.500
20,00 10.000-12.000 11.000
15,79 2007
4.500-6.000 5.250
16,67 10.000-12.000 11.000
Laju Pertunbuhan di Petani thn
10,95 Laju Pertunbuhan di
Konsumen thn
8,63
Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2008
75 Berdasarkan Tabel 8 harga pasar belimbing dibayar konsumen akhir jauh
lebih besar dari harga yang berlaku di tingkat petani. Perbedaan harga tersebut marjin pemasaran yang terjadi di khawatirkan akan merugikan petani sebagai
produsen. Padahal salah satu cara memasarkan Belimbing Dewa secara efisien adalah dengan mengurangi marjin pemasaran. Besarnya selisih antara harga jual
yang diterima petani dengan harga yang dibayarkan konsumen menunjukkan adanya marjin pemasaran yang sangat besar. Marjin pemasaran yang semakin
besar umumnya akan menyebabkan persentase bagian harga yang diterima petani semakin kecil. Keterangan mengenai distribusi marjin pemasaran yang diperoleh
setiap lembaga pemasaran Belimbing Dewa pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Marjin Pemasaran Belimbing Dewa Pada Masing-Masing Lembaga Pemasaran di Kecamatan Pancoran Mas Tahun 2006
No. Lembaga Pemasaran
Harga Jual RpKg
Marjin Pemasaran RpKg
1. Petani 4.000
- - 2.
Ped. Pengumpul Wilayah 5.200
1.200 15
3. Ped. Besar
6.000 800 10
4. Supplier 6.800
1.800 10 5.
Ped. Pengecer Moderen 11.000
5.200 65
Total -
8.000 100
Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007 Berdasarkan data Tabel 9, distribusi marjin pemasaran Belimbing Dewa tidak
merata penyebarannya. Marjin tertinggi di miliki oleh pedagang pengecer moderen, hal ini dikarenakan adanya kegiatan peningkatan nilai tambah yang
dilakukan oleh pedagang pecer moderen seperti pengemasan, pengangkutan, grading dan sebagainya yang berimplikasi pada meningkatnya biaya, selai itu
pedagang pengecer moderen umumnya mengambil keuntungan yang relatif besar.
76 Kurangnya informasi pasar menyebabkan kurangnya pengetahuan petani
mengenai kondisi pasar. Hal ini mengakibatkan barganing position petani dalam menentukan harga jual belimbing Dewa menjadi lemah, sehingga petani lebih
sering sebagai penerima harga. Akses permodalan yang terbatas dan kelembagaan di tingkat petani yang
masih lemah seperti belum berfungsinya Asosiasi Petani Belimbing Depok Apebede secara maksimal menjadi kendala dalam pemasaran belimbing manis
Dinas Pertanian Kota Depok, 2008. Keberadaan Pusat Koperasi Belimbing Kota Depok diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar petani sehingga harga di
tingkat petani pun tinggi. Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah saluran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas? 2.
Bagaimana struktur dan perilaku pasar Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas?
3. Bagaimana efisiensi pemasaran Belimbing Dewa yang terjadi di Kecamatan
Pancoran Mas?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Menganalisis saluran pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga pemasaran komoditas belimbing manis di Kota Depok. 2.
Menganalisis struktur dan perilaku pasar belimbing manis di Kota Depok.
77 3.
Menganalisis efisiensi pemasaran Belimbing Dewa untuk menentukan alternatif saluran pemasaran Belimbing Dewa.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak yang berkepentingan seperti :
1. Petani dan lembaga pemasaran sebagai bahan informasi dalam proses
pemasaran belimbing. 2.
Pemerintah sebagai bahan masukan bagi penetapan kebijakan terutama untuk meningkatkan efisiensi pemasaran belimbing.
3. Peneliti untuk menerapkan teori yang telah didapat untuk menganalisa
permasalahan yang ada dalam masyarakat dan memberikan alternatif pemecahannya.
4. Pihak lain sebagai bahan masukan dan kelanjutan bagi penelitian berikutnya.
78
II. TINJAUAN PUSTAKA