3.3 Pengumpulan Larva Anopheles spp.
Larva dikoleksi menggunakan cidukan plastik standar WHO dengan kapasitas 400 cc. Pencidukan larva dilaksanakan oleh empat orang dengan
frekuensi 20 kali per orang untuk setiap habitat. Pencidukan dilakukan di pinggir dan di tengah habitat perkembangbiakan secara merata. Larva yang tertangkap
dipelihara, diberi makan serbuk hati, dan diidentifikasi spesiesnya setelah menjadi nyamuk. Identifikasi nyamuk menggunakan kunci identifikasi dari O’Connor dan
Soepanto 1999. Kegiatan pengumpulan larva Anopheles spp. dilakukan pada lima area tata
guna lahan, yaitu permukiman, persawahan, semak belukar, hutan dan pantai. Yang dimaksud dengan permukiman adalah area perumahan dan kondisi
lingkungan di sekitar tempat tinggal manusia. Persawahan adalah area tempat menanam padi dan sejenisnya. Semak belukar adalah area tempat tumbuhnya
tanaman liar, seperti rerumputan dan tanaman perdu yang jaraknya minimal 500 m dari permukiman. Hutan adalah area tempat tumbuhnya tanaman besar,
pepohonan dan tanaman rawa-rawa yang jarang dikunjungi manusia. Pantai adalah area pesisir laut yang berbatasan langsung dengan laut, dengan jarak
minimal 500 m dari permukiman.
3.4 Pengukuran dan Pengamatan Karakteristik Habitat Perkembangbiakan
Larva Anopheles spp.
Karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diperoleh dengan melakukan pengamatan dan pengukuran terhadap jenis habitat, luasan,
ketinggian, kedalaman, dasar habitat, salinitas air, suhu air, pH air, arus air, jenis- jenis gulma air, tinggi tinggi air dan kerapatan gulma air. Pengukuran dan
pengamatan karakteristik habitat dilakukan satu kali terhadap semua habitat yang ada di lokasi penelitian, yang dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Agustus
dan September 2008.
3.4.1 Jenis Habitat
Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diamati secara langsung, dan dicatat jenisnya seperti tambak terbengkalai, bak benur terbengkalai, kolam,
lagun, rawa-rawa, parit, sungai, sawah, saluran irigasi, sumur, kubangan, kobakan, baik air, dan lain-lain.
3.4.2 Luasan Habitat
Luasan habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur menggunakan alat meteran gulung, dengan satuan meter m. Pengukuran
dilakukan dengan mengelilingi tepian habitat.
3.4.3 Ketinggian Habitat
Ketinggian habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur menggunakan alat GPS geografical positioning system. Hasil pengukurannya
dinyatakan dalam meter di atas permukaan laut. Pengukuran dilakukan dengan mengaktifkan GPS di lokasi habitat larva Anopheles spp., kemudian dicatat
ketinggian lokasi tersebut.
3.4.4 Kedalaman Habitat
Kedalaman habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur menggunakan alat meteran kayu, dengan satuan senti meter cm. Kedalaman
habitat adalah jarak antara pemukaan air dengan dasar habitat. Pengukuran dilakukan dengan memasukan meteran kayu sampai menyentuh dasar habitat,
kemudian batas permukaan air pada meteran dicatat untuk melihat kedalaman habitat.
3.4.5 Dasar Habitat
Dasar habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diamati secara langsung apakah berupa lumpur, pasir, batu kecil, batu sedang, batu besar, semen
dan lain-lain.
3.4.6 Salinitas Air
Salinitas air diukur menggunakan alat Refractometer, dengan satuan per mil ‰. Pengukuran dilakukan dengan meneteskan air pada permukaan obyek
pengamatan di bagian ujung Refractometer, kemudian diteropong dan dicatat hasilnya. Salinitas air diukur pada siang hari di tempat pengamatan habitat.
3.4.7 Suhu Air
Suhu air diukur menggunakan alat termometer air raksa bentuk batang, dengan satuan derajat celcius
C. Pengukuran suhu dilakukan dengan mencelupkan ujung termomoter selama tiga menit, kemudian diamati posisi air
raksa, dan dicatat suhu airnya. Pengukuran suhu air dilakukan pada siang hari di tempat pengamatan habitat.
3.4.8 pH Air