1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria merupakan masalah kesehatan di Indonesia, terutama di daerah pedesaan di luar Jawa dan Bali. Angka malaria klinis atau annual malaria
incidence AMI di luar Jawa dan Bali perseribu penduduk selama sembilan tahun
berturut-turut tahun 2000-2009, yaitu 31,09
00
, 26,2
00
, 22,3
00
, 21,8
00
, 21,2
00
, 24,75
00
, 23,9
00
, 19,7
00
dan 17,8
00
, 10,59
00
Ditjen PPPL 2010. Lampung merupakan daerah endemis malaria dengan angka AMI berturut-turut
tahun 2007-2009 yaitu 4,47
00
, 6,48
00
dan 5,33
00
Dinkes Prop. Lampung 2010. Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran merupakan daerah endemis
malaria dengan angka AMI tahun 2009 sebesar 2,84
00
dan 12,48
00
Dinkes Prop. Lampung 2010. Rajabasa merupakan kecamatan paling tinggi kasus
malaria di Kabupaten Lampung Selatan, dengan angka AMI tahun 2006 sebesar 94
00
, tahun 2007 sebesar 106
00
dan tahun 2008 sebesar 92
00
Dinkes Kab. Lamsel 2009. Padangcermin adalah Kecamatan tertinggi kasus malaria di
Kabupaten Pesawaran, dengan angka AMI tahun 2006 sebesar 104
00
, tahun 2007 sebesar 116
00
, dan tahun 2008 sebesar 106
00
Dinkes Kab. Pesawaran 2009.
Malaria pada manusia disebabkan oleh infeksi Plasmodium malariae, P. vivax
, P. falciparum, dan P. ovale. Plasmodium penyebab malaria di Lampung adalah P. vivax dan P. falciparum Dinkes Prop. Lampung 2010. Demikian juga
di beberapa wilayah lain di Indonesia jenis P. vivax dan P. falciparum merupakan penyebab malaria terbanyak, seperti di Lahewa, Sirombu dan Mandrehe
Kabupaten Nias Sumatera Utara Syafruddin et al. 2007, demikian juga di Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah adalah jenis P. falciparum
Syafruddin et al. 2003. Jumlah vektor malaria di Indonesia telah diidentifikasi sebanyak 22 spesies,
yaitu A. sundaicus, A. aconitus, A. nigerrimus, A. maculatus, A. barbirostris, A. sinensis
, A. letifer, A. balabacensis, A. punctulatus, A. farauti, A. bancrofti, A.
karwari , A. koliensis, A. ludlowi, A. vagus, A. parangensis, A. umbrosus, A.
subpictus , A. longirostris, A. flavirostris, A. minimus dan A. leucosphyrus
Sukowati 2008. Nyamuk A. sundaicus diketahui merupakan vektor malaria di Padangcermin Kabupaten Lampung Selatan. Hal ini terbukti dengan pemeriksaan
enzyme linked immunisorbent assay ELISA di dalam tubuh A. sundaicus
mengandung P. vivax dan P. falciparum Idram-Idris 2000. Permasalahan utama yang menyebabkan tingginya malaria di Kabupaten
Lampung Selatan dan Pesawaran adalah banyaknya jumlah habitat perkembangbiakan larva Anopheles. Keberadaan habitat perkembangbiakan
mempermudah perkembangan Anopheles serta meningkatkan risiko penularan malaria. Wilayah dengan ekosistem pantai merupakan habitat A. sundaicus. Rosa
et al. 2009 melaporkan bahwa pantai di Sukamaju Teluk Betung Barat Kota
Bandar Lampung merupakan habitat utama A. sundaicus. Sukowati dan Shinta 2009 juga melaporkan bahwa A. sundaicus ditemukan di pantai Purwodadi
Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Kecamatan Rajabasa terletak di wilayah pantai, sebagian lokasinya
merupakan wilayah tambak benur udang windu. Di wilayah ini terdapat bak-bak besar yang terbuat dari semen, berukuran 4x6 m sebagai tempat pemeliharaan
benur. Sebagian bak tidak digunakan dan dibiarkan terbengkalai. Bak terbengkalai diisi air hujan atau air laut untuk menghindari retak, terkena sinar matahari
sehingga salinitas menjadi payau dengan kadar garam 0-9 ‰. Kondisi ini merupakan habitat perkembangan utama larva A. sundaicus Suwito et al. 2009.
Kecamatan Padangcermin berbatasan langsung dengan laut, sebagian area pantai dimanfaatkan untuk tambak pembesaran udang windu. Sebagian tambak
ditinggalkan dan dibiarkan terbengkalai sehinga ditumbuhi lumut. Selain itu di Kecamatan Padangcermin banyak terdapat rawa-rawa dan lagun yang merupakan
habitat utama A. sundaicus. Pengendalian malaria dengan upaya memutuskan mata rantai penularan,
yang melibatkan vektor, masih efektif untuk dilaksanakan. Setiap spesies Anopheles
mempunyai daerah penyebaran geografi, habitat perkembangbiakan dan ekosistem yang khusus Sukowati 2008. Oleh karena itu pemahaman
bioekologi nyamuk Anopheles penting dipelajari sebagai dasar pengendalian vektor malaria. Informasi bioekologi dapat diperoleh dengan mempelajari
karakteristik habitat perkembangbiakan larva, kepadatan nyamuk, aktivitas menggigit, kebiasaan istirahat dan distribusi spasial. Pengetahuan tetang tipe
perairan sebagai habitat perkembangbiakan larva penting dipelajari karena dapat menjadi sumber informasi untuk mempermudah pengendalian nyamuk stadium
pradewasa. Pengendalian vektor yang tepat sasaran memerlukan informasi spasial berupa peta sebaran vektor. Informasi area sebaran vektor dapat mempermudah
petugas untuk menentukan lokasi dalam pengendalian vektor. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penting dilakukan studi bioekologi
spesies Anopheles, sebagai dasar pengendalian vektor malaria yang tepat sasaran. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”Bagaimanakah bioekologi
spesies Anopheles di Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran Provinsi Lampung dan kaitannya dengan penularan malaria?”
1.2 Tujuan Penelitian