Perasaan moral Uraian Materi
35
Matematika SMP KK A
relasi mutual saling memberi dan menerima yang terjadi dalam interaksi sehari- hari.
2 Tahap intuitive-projective faith
Tahap ini berlangsung pada usia 2 – 7 tahun. Kepercayaan pada tahap ini bersifat
tiruan, yang menggabungkan antara ajaran yang diterima anak dan contoh dari orang dewasa di sekitarnya.Dengan mencontoh kepercayaan orang
dewasa, anak kemudian membentuk kepercayaannya kepada Tuhannya.
3 Tahap mythic-literal faith
Tahap ini terjadi pada usia 7 – 11 tahun. Sesuai
perkembangan kognitifnya, secara sistematis anak sudah dapat
mengambil makna dari tradisi masyarakatnya.Gambaran tentang Tuhan dipersonifikasikan sebagai seorang pribadi, orang tua guru yang dapat berbuat
dan bertindak dengan otoritasnya.
4 Tahap synthetic-conventional faith
Tahap ini terjadi pada usia 12 sampai akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang
simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Kepercayaan remaja masih mencerminkan pola kepercayaan masyarakat secara
umum tetapi sikap kritisnya menjadikan remaja melakukan kritik terhadap ajaran yang diberikan kepadanya. Remaja memandang Tuhan sebagai “pribadi
lain” yang berperan dalam kehidupan mereka dan mulai muncul pengakuan terhadap Tuhan bahwa Tuhan lebih dekat dengan dirinya daripada remaja itu
dengan dirinya sendiri. Kesadaran ini memunculkan pengakuan dan komitmen dalam diri remaja kepada Sang Khalik.
Pada usia remaja perkembangan spiritualnya mengalami perkembangan yang cukup berarti seiring dengan perkembangan kognitifnya. Ketika pada masa anak-anak
Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, remaja mulai mencari lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensinya.Mereka mulai mepertanyakan
kebenaran ajaran agama yang diberika oleh orang tua dan lingkungannya.Sesuai dengan teori perkembangan spiritualitas Fowler, remaja berada dalam tahap
synthetic-conventional faith di mana remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang yang mempunyai arti bagi remaja dan pola kepercayaan yang ada pada
36
Kegiatan Pembelajaran 1
masyarakatnya.Pada tahap ini remaja menunjukkan kemauan yang kuat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan spiritual. Di sisi lain, di kalangan remaja juga sering
muncul fenomena keraguan beragama. Keraguan beragama akan dapat diatasi oleh remaja apabila remaja menemukan lingkungan yang dapat membantu
menyelesaikan krisisnya. Akan tetapi apabila lingkungannya tidak mendukung, maka keraguan beragama akan menjadi krisis yangs serius dan berkelanjutan.
Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh guru untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan spiritualitas remaja dengan mengarahkan remaja pada
aktivitas religiusnya. Hal lain yang berpengaruh pada keberagamaan remaja adalah peran teman sebaya
dan kelompoknya, sehingga perlu memperhatikan teman dan kelompok yang diikuti remaja. Lingren dalam Desmita 2016 menyatakan teman sebaya
memainkan peran penting dalam kehidupan remaja dan secara khas menggantikan keluarga sebagai pusat aktivitas sosial remaja.
Implikasi perkembangan spiritual terhadap pendidikan diantaranya sebagai berikut: 1. perlunya mengintegrasikan nilai-nilai spiritual keagamaan dalam kurikulum
pendidikan, 2. mendorong siswa untuk menghayati agama yang dikonstruksi dari
pengalaman keberagaamaannya, tidak hanya sekedar teoritis semata, 3. membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui
pendekatan spiritual parenting seperti memupuk hubungan siswa dengan Tuhan melalui doa dan aktivitas peribadatan sehari-hari,
4. menyadarkan kepada siswa akan keterlibatan Tuhan dalam aktivitasnya dan kehidupannya, memahamkan kepada anak adanya pengawasan yang
melekat oleh Tuhan,dll.