34
Kegiatan Pembelajaran 1
c. Tindakan moral
Kemampuan untuk melakukan keputusan dan perasaan moral kedalam perilaku atau tindakan nyata. Tindakan-tindakan moral ini harus difasilitasi agar muncul
dan berkembang dalam pergaulan remajasiswa, misalnya lewat kegiatan ekstrakurikuler.
7.
Perkembangan Spiritual Siswa
Spiritualitas mempunyai kata dasar “spirit” yang berati: roh, jiwa, semangat” Echols Shadily, 2007 dalam Desmita, 2016. Menurut KBBI, spiritual adalah sesuatu yang
berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan rohani, batin. Spiritual biasanya dikaitkan dengan agama. Menurut KBBI Online, kata agama
memiliki arti ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia dengan lingkungannya. Dengan kata lain, spiritualitas memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu keberadaan dan
kesadaran, sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus dilakukan seseorang dalam bentuk perilaku dan tindakan Desmita, 2016. Mickley et al
menyebutkan bahwa spiritualitas mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi agama dan dimensi eksistensial.Dimensi agama berfokus pada hubungan seseorang dengan
Tuhan Yang Maha Penguasa dan dimensi eksitensial fokus pada tujuan dan makna hidup Desmita, 2016.
Perkembangan spiritualitas peserta didik
Fowler mengembangkan teori tentang perkembangan spiritual yang mempercayai bahwa spiritualitas dan kepercayaan dapat berkembang dalam lingkup
perkembangan intelektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang. Menurut Fowler
dalam Desmita 2016 ada
tujuh tahap perkembangan,
empat diantaranya sebagai berikut:
1 Tahap primal faith
Tahap ini terjadi pada anak usia 0 – 2 tahun yang ditandai dengan rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya. Kepercayaan ini muncul dari pengalaman
35
Matematika SMP KK A
relasi mutual saling memberi dan menerima yang terjadi dalam interaksi sehari- hari.
2 Tahap intuitive-projective faith
Tahap ini berlangsung pada usia 2 – 7 tahun. Kepercayaan pada tahap ini bersifat
tiruan, yang menggabungkan antara ajaran yang diterima anak dan contoh dari orang dewasa di sekitarnya.Dengan mencontoh kepercayaan orang
dewasa, anak kemudian membentuk kepercayaannya kepada Tuhannya.
3 Tahap mythic-literal faith
Tahap ini terjadi pada usia 7 – 11 tahun. Sesuai
perkembangan kognitifnya, secara sistematis anak sudah dapat
mengambil makna dari tradisi masyarakatnya.Gambaran tentang Tuhan dipersonifikasikan sebagai seorang pribadi, orang tua guru yang dapat berbuat
dan bertindak dengan otoritasnya.
4 Tahap synthetic-conventional faith
Tahap ini terjadi pada usia 12 sampai akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang
simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Kepercayaan remaja masih mencerminkan pola kepercayaan masyarakat secara
umum tetapi sikap kritisnya menjadikan remaja melakukan kritik terhadap ajaran yang diberikan kepadanya. Remaja memandang Tuhan sebagai “pribadi
lain” yang berperan dalam kehidupan mereka dan mulai muncul pengakuan terhadap Tuhan bahwa Tuhan lebih dekat dengan dirinya daripada remaja itu
dengan dirinya sendiri. Kesadaran ini memunculkan pengakuan dan komitmen dalam diri remaja kepada Sang Khalik.
Pada usia remaja perkembangan spiritualnya mengalami perkembangan yang cukup berarti seiring dengan perkembangan kognitifnya. Ketika pada masa anak-anak
Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, remaja mulai mencari lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensinya.Mereka mulai mepertanyakan
kebenaran ajaran agama yang diberika oleh orang tua dan lingkungannya.Sesuai dengan teori perkembangan spiritualitas Fowler, remaja berada dalam tahap
synthetic-conventional faith di mana remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang yang mempunyai arti bagi remaja dan pola kepercayaan yang ada pada