70 Gambar 16. Posisi Duduk Guru dan Anak saat Story telling Tipe 5
Sumber: lampiran 4, CD 5.2 Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa guru
menggunakan posisi duduk yang berbeda-beda dalam setiap metode story telling telling yang pertama posisi anak-anak duduk bersila membentuk dua baris di
karpet sedangkan guru duduk di kursi kecil, kedua anak-anak duduk dikursi kecil masing-masing dan guru berdiri di depan kelas, ketiga anak-anak duduk bersila di
karpet membentuk lingkarang sedangkan posisi guru ditengah, keempat anak- anak duduk bersila membentuk huruf “L” sedangkan guru duduk di kursi besar,
dan yang kelima anak-anak duduk di karpet membentuk dua baris sedangakn guru berdiri. Guru menggunakan posisi duduk yang berbeda-beda bertujuan supaya
anak tidak jenuh dengan posisi duduk yang monoton dan anak juga dapat melihat guru saat bercerita dengan leluasa.
b. Mengkomunikasikan Tema dalam Bentuk Bercerita kepada Anak.
Tema yang akan di jadikan bahan untuk metode story telling disesuaikan dengan tema RKH yaitu tentang diri sendiri dan disampaikan dengan bahasa yang
mudah dimengerti oleh anak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan guru sebagai berikut:
71 “…saya mengkomunikasikan tema dan judul dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh anak yang dikaitkan dengan kehidupan anak sehari- hari”.CW 2.2.2
Maka dari itu, untuk metode story telling pertemuan pertama tanggal 7 September 2015 guru bercerita tentang anak kembar yang berbeda kepribadian
yaitu berjudul “Mona dan Lisa”. Berikut cuplikan catatan lapangan saat metode mengkomunikasikan tujuan dan tema:
“…Guru: “ Lihat anak-anak bu guru membawa buku cerita berjudul apa ya?”
Anak-anak: “Mona dan Lisa” Guru :”Kira-kira Mona dan Lisa itu laki-laki atau perempuan?”
Anak-anak:”perempuan” Guru: “siapa teman kalian yang kembar disekolah ini?”
Anak: “Zahra dan syifa di kelompok B8 bu” Guru:”Pinter, nanti setelah buguru selesai bercerita, anak-anak bergiliran
membaca ulang cerita Mona dan Lisa ya” Anak1:Aku sudah bisa membaca…” lampiran 3, CL 2
Berdasarkan hasil penelitian tersebut guru mengkomunikasikan tema cerita yang akan disampaikan tentang kisah anak kembar. Pertama kali guru
mengajak anak untuk menebak buku cerita apa yang dibawa oleh guru, kedua meminta anak menebak nama dalam buku cerita tersebut cocoknya mempunyai
jenis kelamin apa. Ketiga guru mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari anak. Kemudian guru mempertegas anak untuk memperhatikan cerita karena selesai
cerita anak diminta untuk membaca cerita yang telah diperdengarkan.
c. Kegiatan Pembukaan Metode Story telling
Kegiatan pembukaan cerita yaitu mengantarkan hal-hal yang dekat dengan kehidupan anak dihubungkan dengan cerita yang akan diceritakan. Kegiatan
pembukaan story telling pada tanggal 7 September 2015 yaitu bercerita dengan
72 judul “ Mona Lisa”. Guru mengawali cerita dengan kata-kata yang membuat
anak semakin antusias yaitu “tretetetetet” guru melakukan apersepsi sebagai berikut:
“…Kemudian guru membuka halaman berikutnya sambil mengulang kata “tettretetteteet” dan terlihat ada tulisan “bismillahirrohmanirrohim” anak-
anakpun membaca bersama-sama untuk mengawali cerita….”lampiran 3, CL 1.2
Berdasarkan hasil observasi tersebut, kata “tretetet” merupakan kata unggulan yang dijadikan guru untuk membuka cerita supaya anak lebih berdebar-
debar dengan isi cerita didalamnya. Selanjutnya guru memperkenalkan tokoh- tokoh yang ada dalam cerita dengan cara meminta anak menebak dan menujuk
gambar yang bernama Mona dan Lisa.
Gambar 17. Guru Berinteraksi dengan Anak saat Mengenalkan Tokoh Cerita Sumber: lampiran 4, CD 1.4
Berdasarkan catatan dokumentasi tersebut, guru selalu berinteraksi dengan anak dan meminta anak untuk ikut serta masuk dan berkenalan dengan tokoh
cerita yang ada di dalam buku cerita. Hasil penelitian pada tanggal 8 September 2015 yaitu guru meneritakan
cerita dengan judul yang berbeda yaitu “Aku Selalu Hati-hati”. Naun dalam kegiatan pembukaan kali ini guru menambahkan recalling dari cerita sebelumnya
73 tentang “Mona dan Lisa” sesuai dengan pernyataan saat wawancara dengan guru
kelompok B3 sebagai berikut: “…Kegiatan pembuka juga saya isi dengan Recalling cerita sebelumnya,
menstimulus anak-anak dengan pertanyaan-pertanyaan, untuk melatih daya ingat anak…” lampiran 2, CW 2.2.1
Sejalan dengan hasil wawancara tersebut. Berikut ini adalah recalling
yang dilakukan guru yang dimasukkan dalam kegiatan apersepsi pembuka cerita pada pertemuan kedua:
“…Guru :”Anak-anak kemarin buguru bercerita tentang apa ya judulnya ?”
Anak-anak :”Mona dan Lisa bu guru” Guru :”Pinter, Mona dan Lisa, itu anak yang bagaimana ?”
Anak:”Anaknya kembar, kalau Lisa anak yang pendiam, kalau Mona anak yang pemberani…” lampiran 3, CL 7
Setelah melakukan recalling, guru kemudian masuk ke apersepsi cerita selanjutnya berjudul “Aku Selalu Hati-hati” diperkuat dengan catatan lapangan
berikut ini: “…Guru :”Pinter, nah sekarang buguru akan bercerita lagi dengan judul
yang berbeda sekarang siapa yang dirumah punya hewan piaraan?” Anak-anak:”saya buguru”sambil menunjuk tangan
Guru :”Hewan apa saja yang dapat di piara?” Anak-anak:”Kucing, sapi, ayam”
Guru: “Nah ayok kita tirukan suara hewan Sapi” Anak-anak:”mmmoohhhhh”
Guru:” Hewan ayam” Anak-anak:”Petok-petok”
Guru: “Hewan Kucing” Anak-anak:”meoong-meoong”
Guru:”Nah, kali ini ibu akan bercerita tentang anak yang punya hewan piaraan kucing namanya Sally, judul cerita kali ini adalah Aku selalu hati-
hati, judulnya apa anak-anak?” Anak-anak:”Aku selalu hati-hati…” lampiran 3, CL 2.2
74 Berdasarkan catatan lapangan tersebut guru mengaitkan cerita yang akan
diceritakan dengan sesuatu yang dekat dengan kehidupan anak seperti hewan peliharaan, karena kali ini guru akan bercerita bertema anak laki-laki yang
mempunyai hewan peliharaan. Sejalan dengan hasil penelitian pada hari kedua, kegiatan pembukaan pada
story telling pertemuan ketiga yaitu “Aku Bisa Potong Kuku Sendiri” guru mengawali cerita dengan recalling tanya jawab dari cerita sebelumnya sebagai
berikut: “Guru:”Anak-anak kemarin buguru sudah bercerita tentang apa saja ?”
Anak-anak:”Mona dan Lisa, Sally tidak hati-hati” Guru:”Pinter, nah mainan apa saja yang berbahaya dan harus berhati-hati
menggunakannya?” Anak-anak:”Mainan pisau, obat sama korek api”anak-anak bersahut-
sahutan menjawab pertanyaan buguru Guru:”Kemarin yang mainan pisau itu siapa tokohnya?”
Anak-anak:”Sally” Guru:”Pinter, Sally anak laki-laki atau perempuan?”
Anak-anak:”Laki-laki…” lampiran 3, CL 12
Setelah guru melakukan recalling guru masuk ke apersepsi untuk cerita selanjutnya yang berjudul “Aku bisa potong kuku sendiri” berikut cuplikan
catatan lapangannya: “…Guru:”Assalamualaikum,wr.wb”sambil memperagakan boneka tangan
dan ekspresi suara anak-anak Anak-anak:”Wa’alaikum salam,wr,wb.”serempak menjawab
Guru:”teman-teman kali ini bu guru akan bercerita tetang apa ya judulnya, teman-teman bisa membacanya tidak?”
Anak-anak:”Bisaaaa, judulnya aku bisa potong kuku sendiri” anak-anak bersahut-sahutan menjawabnya
Guru:”Pinter, iya judulnya aku bisa potong kuku sendiri tepuk tangan semuanya…”
75 Berdasarkan catatan lapangan tersebut guru melakukan kegiatan
pembukaan menggunakan alat tambahan yaitu boneka tangan sebagai pengantar ke cerita inti. Berikut ini dokumentasi kegiatan pembukaan menggunakan boneka
tangan sebagai pengantar cerita:
Gambar 18. Pembukaan Cerita dengan Boneka Tangan Sumber: lampiran 4, CD 3.5
Berdasarkan dokumentasi tersebut penggunaan media tambahan boneka tangan merupakan salah satu cara supayamenarik perhatian anak agar mau
memperhatikan guru. Setelah itu, guru mengajak anak untuk membaca judul dalam buku cerita
bersama-sama karena pada intinya metode story telling ini dikhususkan untuk menstimulasi anak pada aspek membaca permulaan.
Adapun catatan lapangannya sebagai berikut: “…Guru:”teman-teman kali ini bu guru akan bercerita tetang apa ya
judulnya, teman-teman bisa membacanya tidak?” Anak-anak:”Bisaaaa, judulnya aku bisa potong kuku sendiri” anak-anak
bersahut-sahutan menjawabnya Guru:”Pinter, iya judulnya aku bisa potong kuku sendiri tepuk tangan
semuanya…” lampiran 3, CL 3.2
76 Sejalan dengan hal tersebut saat dilakukan penelitian dihari ke empat yaitu
tanggal 29 September 2015. Karena terdapat selang 2 minggu antara penelitian ketiga dan keempat maka kegiatan pembukaan dilakukan oleh guru dengan cara
yang berbeda tidak melakukan recalling. Pembukaan story telling cerita “Thumbelina” melibatkan lukisan yang anak yang ada ditembok tempat parkir
sepeda, berikut catatan lapangannya: “…Guru: wah kita kedatangan teman baru untuk mendengarkan cerita yuk
kita liat ada berapa anak ? Anak : satu, dua tiga, empat, lima, ada dua anak perempuan dan tiga anak
laki-laki Guru : pinter, sekarang yang mendengarkan cerita ditambah lima,
berhitung mulai guru menunjuk anak-anak untuk berhitung, kemudian guru ikut berhitung mempergakan suara anak-anak yang ada digambar di
tembok enam belas, tujuh belas, delapan belas, Sembilan belas, dua puluh Anak-anak: hahaha tertawa
Guru : ada berapa anak yang mau mendengarkan cerita ? Anak: dua puluh anak, nanti bu sri lihat nanti anak –anak bisa duduk diam
mendengarkan seperti teman-teman ini tidak ya? Jangan kalah dengan temennya ini, dia gerak-gerak tidak ya?menunjuk gambar ditembok
Anak : tidak…” lampiran 3, CL 4.2
Berdasarkan catatan lapangan tersebut, guru memanfaatkan lukisan yang ada ditembok sebagai contoh anak dengan posisi duduk seperti orang
memperhatikan.
77 Gambar 19. Pembukaan Cerita dengan Memanfaatkan Mural Ditembok
Sumber: lampiran 4, CD 4.4 Berdasarkan dokumentasi tersebut memperlihatkan saat guru menunjuk
gambar anak yang ditembok dan memperkenalkan nama-nama anak tersebut kepada anak-anak kelompok B3.
Kemudian pembukaan cerita dihari kelima menggunakan cara seperti hari- hari sebelumnya yaitu menggunakan recalling dari cerita sebelumnya berikut ini
adalah catatan lapangannya: “…Guru : story telling kemarin bu guru bercerita tentang kisahnya siapa
ya ? Anak : Thumbelina
Guru : Iya, benar. Thumbelina itu laki-laki atau perempuan ya ? Anak : Perempuan
Guru : Thumbelina itu besar atau kecil ? Anak : kecil
Guru : semuanya serba kecil, Thumbelina itu…” lampiran 3, CL 5.2
Berdasarkan catatan lapangan tersebut memperlihatkan bahwa guru saat recalling
sering memberikan pertanya-pertanyaan yang kemudian anak berusaha menjawabnya. Setelah melakukan recalling kemudian guru masuk ke apersepsi
untuk cerita selanjutnya yang berjudul “Si Kembar dan Merah Putih di Panjat Pinang”.
78 Berikut cuplikan catatan lapangan “Si Kembar dan Merah Putih di Panjat
Pinang”: “…Nah hari ini bu guru akan bercerita tentang apa ini ? sambil
menunjukkan judul cerita Anak : Si kembar dan merah putih di panjat pinang
Guru : iya judulnya si kembar dan merah putih di panjat pinang, anak-anak pernah melihat panjat pinang ?
Anak : pernah, yang diatasnya ada hadiah Guru : aahh pinter, siapa yang pernah melihat lomba panjat pinang ?
Anak : mengacungkan tangan…” lampiran 3, CL 5.3
Berdasarkan catatan lapangan tersebut, guru mengajak anak untuk membaca judul cerita kemudian mengaitkan cerita dengan kehidupan sehari-hari
yang pernah dialami oleh anak seperti peristiwa lomba panjat pinang . Berdasarkan hasil penelitian tersebut saat kegiatan pembukaan guru
melakukan beberapa hal yakni memberikan kata-kata yang membuat anak penasaran dengan isi cerita yaitu “tretetetetet”, dilanjutkan dengan mengajak anak
membaca kalimat “bismillahirrohmanirrohim”, kemudian guru mengawali dengan tanya jawab dengan anak dari cerita sebelumnya, lalu masuk ke apersepsi
pengantar cerita ke cerita selanjutnya yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari anak.
d. Pengembangan Cerita yang Dituturkan Guru