26 Cerita faktual merupakan cerita yang didasarkan pada peristiwa fakta yang
dialami seseorang atau sekelompok orang. Cerita ini biasanya berbentuk buku sejarah dan berisi tentang peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh Tadkiroatun
Musfiroh, 2008: 198. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan Nasional 2006: 5 kriteria
buku cerita anak yang baik sebagai berikut: a jalan cerita yang mudah diikuti; b kata dan ucapan yang berulang; c kisah yang dapat ditebak dan kumulatif; d
berisi kumpulan kegiatan; e berisi sekumpulan kegiatan; f lucu; g berisi kejadian yang menarik minat anak; h akhir yang baik dengan kesimpulan sesuai;
dan i berisi pesan atau moral yang jelas. Berdasarkan teori tersebut, jenis cerita yang baik digunakan untuk
kegiatan story telling di Taman Kanak-kanak yakni cerita yang sederhana dan jelas, memiliki dialog, lucu, mengandung pesan moral, dan mempunyai awalan
dan akhiran yang jelas. Dalam penelitian ini cerita yang disajikan tentang cerita fiksi modern yang berjudul Mona dan Lisa, Aku bisa potong kuku sendiri, Aku
selalu hati-hati, Thumbelina, dan Si Kembar dan Merah Putih di panjat pinang.
5. Teknik Menghidupkan Suasana Story telling
Bercerita dengan metode story telling pada kemampuan membaca permulaan harusa dapat menarik minat anak. Guru berperan penting dalam
menumbuhkan minat anak dalam mendengarkan cerita. Guru harus mengetahui teknik-teknik untuk menarik minat anak dalam mendengarkan. Menurut
Tadkiroatun Musfiroh 2005: 169 mengemukakan bahwa teknik-teknik story telling berfungsi sebagai penarik dan penghidup cerita sehingga sebuah cerita
27 yang sederhana dapat disajikan memikat pendengar,teknik itu berfungsi untuk
mengoptimalkan unsur-unsur cerita seperti dialog dan klimaks, humor, peranserta pendengar, improvisasi, alat bantu, dan olah suara.
Adapun berbagai macam teknik untuk menghidupkan suasana cerita menurut Bachtiar S.Bachri 2005: 158 antara lain : a mengoptimalkan dialog
tokoh-tokoh cerita; b mengoptimalkan klimaks cerita; c memberi humor di sela- sela bercerita; d melibatkan anak dalam cerita melalui pertanyaan dan teguran;
dan e berolah suara, mimik; dan pantomimic sehingga membangkitkan minat dan semangat anak untuk terus menyimak.
Guru dapat menghidupkan suasana story telling melalui tiga ekspresi dasar
Tadkiroatun Musfiroh, 2008: 139-142 yaitu:
a. Ekspresi Sedih
Ekspresi sedih ditunjukan antara lain oleh raut muka yang menciut, alis menurun, mulut mendekat kehidung, mata meredup tidak bercahaya.
b. Ekspresi Gembira
Ekspresi gembira ditunjukan oleh suara agak meninggi berirama, penuh hentakan, wajah berseri dan mata bersinar, hidung sedikit mengembang, dan
ujung mulut cenderung tertarik keatas. c.
Ekspresi Marah Ekspresi marah diwujudkan antara lain melalui suara yang keras, bernada
tinggi, mengandung stakato, ketegangan pada alis dan penajaman pandangan mata, pengerasan mulut, dan gerakan hidung mengembang.
28 Dari uraian tersebut peneliti menegaskan bahwa dalam metode story
telling dibutuhkan teknik untuk menghidupkan suasana cerita yakni mengoptimalkan dialog tokoh-tokoh cerita, mengoptimalkan klimaks cerita,
menyisipkan humor, melibatkan anak melalui pertanyaan dan teguran, dan berolah suara atau mimik dan ekspresi untuk membangkitkan suasana.
6. Tahap Penyusunan Metode Story telling untuk Anak TK