36
pada masa kanak-kanak dengan mempererat hubungan dengan kawan- kawan dari lain jenis.
c. Remaja Akhir Late Adolescence Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapaian lima hal di bawah ini: 1 Minat yang mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
2 Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru
3 Terbentuknya identitas sekual yang tidak akan berubah lagi 4 Egosentrisme terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri diganti
dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
5 Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya private self dan masyarakat umum the public.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses penyesuaian remaja menuju kedewasaan ada tiga tahap perkembangan yaitu
remaja awal early adolescence masih terheran-heran akan perubahan- perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri, remaja madya middle
adolescence sangat membutuhkan kawan-kawan dan remaja akhir late
adolescence konsolidasi menuju periode dewasa.
37
4. Remaja Putus Sekolah
Remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan
yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial. Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan
tempat dia belajar Musfiqon, 2007: 19 artinya adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai
faktor, salah satunya kondisi ekonomi keluarga yang tidak memadai, dikeluarkan dari sekolah dll.
Menurut Gunawan dalam Purnama 2014: 4 putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu
menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studi ke jenjang berikutnya. Putus sekolah ditunjukan kepada seseorang
yang pernah bersekolah, namun berhenti untuk sekolah. Mestina dalam Purnama 2014: 5 mengemukakan bahwa faktor penyebab putus sekolah
yaitu adanya faktor dari internal yang meliputi dari dalam diri anak, pengaruh teman dan adanya sanksi sehingga terjadi drop out; sedangkan
faktor eksternal yaitu meliputi keadaan status ekonomi keluarga, perhatian orang tua dan hubungan orang tua yang kurang harmonis.
Menurut Rogers dalam Nurul Uliya dan Abdul Amin 2014:82 remaja yang sekolah memiliki kemampuan untuk mengerti diri, menentukan hidup
dan mampu menangani masalah yang sedang dihadapi. Sedangkan remaja yang putus sekolah merasa mempunyai keterbatasan sehingga mempunyai
38
konsep diri yang negatif yaitu penilaian yang negatif tentang diri remaja putus sekolah, merasa tidak pernah cukup baik dengan apa yang dirasakan
dan selalu membandingkan apa yang akan dicapai dengan yang dicapai orang lain.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa remaja putus sekolah adalah seseorang yang berada dalam masa transisi dari masa anak-
anak menuju masa dewasa yang dihenti secara terpaksa oleh suatu lembaga pendidikan tempat seseorang belajar karena berbagai alasan. Faktor
penyebab putus sekolah yaitu adanya faktor dari internal yang meliputi dari dalam diri remaja, pengaruh teman dan adanya sanksi sehingga terjadi drop
out; sedangkan faktor eksternal yaitu meliputi keadaan status ekonomi
keluarga, perhatian orang tua dan hubungan orang tua yang kurang harmonis. Remaja putus sekolah mempunyai konsep diri yang negatif.
D. Penelitian yang Relevan
Penelitian berikut ini adalah hasil penelitian yang dinilai relevan dengan penelitian yang mengangkat masalah motivasi belajar keterampilan remaja putus
sekolah. 1. Hasil penelitian oleh Ria Kholifah pada tahun 2015 tentang motivasi belajar
slow learner di kelas IV SD Kanisius Pugeran 1. Penelitian ini dilaksanakan
dengan tujuan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar seorang slow learner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi
belajar seorang slow learner dipengaruhi oleh adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu yang ditunjukkan dari perilaku belajarnya sehari-hari, cita-cita
39
menjadi anak pintar, rendahnya kemampuan membaca, lingkungan sekolah yang mendukung proses pembelajaran, pergaulan teman sebaya yang kurang
baik serta berbagai upaya guru dalam membelajarkan siswa. Lingkungan keluarga tidak mempengaruhi motivasi belajar seorang slow learner karena
orang tua tidak memberikan fasilitas belajar yang lengkap, tidak menciptakan situasi yang kondusif, tidak membimbing anak belajar, tidak memberikan
pujian hukuman dan hadiah serta anggota keluarga tidak mempunyai kebiasaan belajar. Obyek penelitian ini berfokus pada motivasi belajar seorang
slow learner. Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan berfokus pada
motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta. Hasil penelitian dari Ria Khalifah digunakan sebagai referensi
dalam membuat pembahasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta.
2. Hasil penelitian oleh Galih Jatmika pada tahun 2013 tentang upaya tutor dalam menumbuhkan motivasi belajar warga belajar keaksaraan fungsional di
PKBM Mandiri Kretek Bantul. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran keaksaraan fungsional, upaya
tutor dalam menumbuhkan motivasi belajar dan dampak tumbuhnya motivasi belajar terhadap keberlanjutan program keaksaraan fungsional. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan tutor dalam dalam menumbuhkan motivasi belajar warga belajar keaksaraan fungsional yaitu
tutor memberikan motivasi secara pribadi kepada warga belajar, pemberian reward
kepada warga belajar berupa dana 50 untuk pembelian kaca mata,
40
penggunaan multi media pembelajaran sebagai media menumbuhkan motivasi belajar. Obyek penelitian ini berfokus pada upaya yang dilakukan tutor dalam
dalam menumbuhkan motivasi belajar warga belajar keaksaraan fungsional. Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan berfokus pada motivasi
belajar keterampilan menjahit, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar keterampilan menjahit serta faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja Yogyakarta.
E. Kerangka Berpikir
Remaja sebagai generasi penerus bangsa merupakan aset masa depan dalam pelaksanaan pembangunan. Remaja yang mengalami putus sekolah, berada pada
kondisi yang rentan terhadap depresi dan perilaku-perilaku negatif. Remaja putus sekolah berpikir semua telah berakhir pada saat itu, tidak ada harapan lagi,
semuanya dipandang serba salah, tidak ada yang mau mengerti dan memahami, serta menganggap dunia tidak lagi berpihak padanya. Selain itu minimnya
keterampilan yang dimiliki remaja putus sekolah membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, remaja putus sekolah perlu mendapatkan
pelatihan keterampilan sehingga remaja dapat menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan kerja sebagai bekal untuk kehidupan dan
penghidupan masa depannya secara wajar. Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja BPRSR Yogyakarta
memberikan layanan kepada remaja yang mengalami putus sekolah atau remaja terlantar akibat korban broken home, kekerasan dalam rumah tangga, pelaku