Motivasi Belajar Keterampilan Menjahit Remaja Putus Sekolah di BPRSR Yogyakarta

114 motivasi belajar yang berasal dari dalam dirinya, sehingga perlu adanya upaya dari luar untuk meningkatkan motivasi belajar remaja. Remaja termotivasi belajar karena adanya keinginan untuk berhasil dalam mengikuti pelatihan keterampilan menjahit. Remaja memiliki keinnginan untuk berhasil dalam mengikuti pelatihan keterampilan menjahit yang berbeda-beda. Keinginan untuk berhasil tergantung sifat, minat, kemampuan dan permasalahan di masa lalu. Teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement nAch yang dikembangkan oleh David McClelland menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi Kompri, 2015: 13. McClelland menjelaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Dorongan nAch yaitu kebutuhan akan pencapaian mengarahkan individu untuk berjuang lebih keras untuk memperoleh pencapaian pribadi ketimbang memperoleh penghargaan Kompri, 2015: 13. Motivasi belajar keterampilan menjahit remaja berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Setiap remaja memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Kebutuhan akan prestasi mengarahkan remaja untuk berjuang lebih keras untuk memperoleh pencapaian pribadi ketimbang memperoleh penghargaan. Keinginan remaja untuk berhasil dalam mengikuti pelatihan keterampilan menjahit tergantung sifat, minat, kemampuan dan permasalahan di masa lalu sehingga mempengaruhi kekuatan kebutuhan untuk mencapai prestasinya. Kekuatan kebutuhan untuk mencapai 115 prestasi membuat remaja binaan berjuang lebih keras untuk memperoleh apa yang ingin dicapai. Kondisi psikologis akibat permasalahan di masa lalu membuat remaja putus sekolah di BPRSR sulit berkonsentrasi dalam belajar karena beban ganda yang ada di dalam dirinya sehingga mempengaruhi kekuatan kebutuhan untuk mencapai prestasinya. Remaja putus sekolah di BPRSR kehilangan harapan di masa depan sehingga perlu perangsangan dari luar untuk mengembalikan harapannya melalui berbagai pelayanan yang diberikan kepada remaja binaan. Remaja belajar keterampilan karena adanya rangsangan dari luar. Tingkat kehadiran remaja dalam mengikuti pelatihan sudah mencapai 75 karena BPRSR mewajibkan remaja binaan mengikuti pelatihan dan instruktur selalu mencari informasi tentang remaja yang tidak hadir. Remaja bersungguh-sungguh dalam memperhatikan penjelasan instruktur karena instruktur menegur remaja yang tidak memperhatikan penjelasannya. Remaja menyelesaikan tugas dalam waktu yang relatif lama karena susah konsentrasi akibat permasalahan di masa lalunya. Remaja yang memiliki motivasi belajar secara ekstrinsik mudah menyerah ketika mengalami kesulitan. Motivasi belajar remaja karena adanya dorongan dan kebutuhan belajar yang masih dipengaruhi faktor dari luar diri remaja seperti instruktur, pegawai BPRSR dan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Remaja masuk BPRSR atas keinginan orang lain seperti diantarkan pak dukuh, bapak kesra kelurahan, orang tua, saudara, pegawai BPRSR, tangkapan satpol PP karena anak jalanan, 116 titipan dari kepolisian dan keputusan pengadilan. Remaja putus sekolah diantarkan karena mengalami masalah kesejahteraan sosial seperti anak korban broken home, kekerasan dalam rumah tangga, putus sekolah, keluarga tidak mampu, kerusuhan sosial, pengungsi, maupun berhadapan dengan hukum. Remaja putus sekolah awalnya terpaksa belajar karena BPRSR mewajibkan remaja mengikuti pelatihan keterampilan. Motivasi belajar remaja karena adanya cita-cita di masa depan. Enam dari sembilan remaja putus sekolah yang mengikuti keterampilan menjahit sudah mempunyai cita-cita di masa depan membuka usaha menjahit. Remaja yang sudah memiliki cita-cita setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan menjahit menunjukkan semangat agar segera dapat mewujudkan cita-citanya. Kebutuhan akan pencapaian mengarahkan individu untuk berjuang lebih keras untuk memperoleh pencapaian pribadi yaitu mewujudkan cita-cita yang telah dimiliki ketimbang memperoleh penghargaan. Motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah karena adanya pujian dan hukuman. Instruktur memberikan pujian berupa kata-kata dan segera dapat mengikuti PBK, sedangkan hukuman berupa tambahan pekerjaan selain tugas yang wajib dikerjakan. Instruktur memberikan hukuman yang dapat bermanfaat untuk remaja binaan. BPRSR tidak memberikan penghargaan bagi remaja yang berprestasi karena sistem pembelajaran on off sehingga sulit menentukan mana yang paling berprestasi. Hukuman yang diberikan BPRSR adalah jalan jongkok mengelilingi lapangan futsal, lari dan membersihkan kamar mandi. Pujian dan hukuman diberikan 117 untuk meningkatkan motivasi belajar remaja binaan yang berasal dari luar diri remaja. Motivasi belajar remaja binaan muncul karena adanya kecemasan terhadap hukuman yang menyertai pembelajaran. Sedangkan pujian yang diberikan dapat mengalihkan konsentrasi remaja dalam proses pembelajaran pada bidang yang harus dipelajari. Motivasi belajar karena adanya pujian dan hukuman hanya bertahan dalam jangka waktu yang pendek. Motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR karena adanya kegiatan pelatihan yang menarik dalam belajar. Remaja putus sekolah yang dibina BPRSR tertarik dengan kegiatan pelatihan karena di dominasi praktik, kegiatan yang bervariatif, instruktur menjelaskan manfaat mempelajari materi. Kegiatan di dominasi praktik agar remaja cepat bisa memahami materi. Kegiatan pelatihan dibuat bervariatif agar remaja tidak merasa bosan. Instruktur menjelaskan manfaat menguasai materi yang diberikan agar remaja semakin tertarik mengikuti pelatihan. Motivasi belajar karena adanya kegiatan yang menarik dalam belajar menunjukkan bahwa motivasi belajar karena dorongan eksternal. Motivasi belajar karena dorongan eksternal berfungsi untuk merangsang motivasi belajar remaja binaan karena remaja binaan belum memiliki motivasi belajar yang ada di dalam dirinya akibat gangguan kondisi psikologis remaja. Motivasi belajar keterampilan remaja timbul karena adanya lingkungan belajar yang kondusif. Lingkungan belajar sudah kondusif untuk menyelenggarakan pelatihan karena didukung fasilitas yang memadai, suasana belajar yang menyenangkan dan komunikasi yang baik antara instruktur 118 dengan remaja binaan maupun remaja binaan dengan remaja binaan. Sarana dan prasarana yang disediakan sudah lengkap. Setiap remaja binaan mendapatkan mesin jahit sendiri-sendiri. Ruang belajar keterampilan menjahit luas, sejuk, tenang dan nyaman untuk melakukan pelatihan. Instruktur berupaya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan memperbolehkan menggunakan musik saat pelatihan sebagai terapi agar remaja tidak penat dengan permasalahan diri sendiri dan permasalahan menjahit serta mengurangi ketegangan. Instruktur juga menciptakan komunikasi yang baik antar remaja binaan melalui tugas, kerja sama dan tolong menolong. Lingkungan yang mendukung terlaksana pelatihan akan membuat terciptanya motivasi belajar remaja binaan. Remaja binaan tidak akan belajar dengan efektif jika lingkungan belajar tidak nyaman untuk melaksanakan pelatihan. Motivasi belajar remaja karena faktor ekstrinsik tidak akan bertahan lama, sehingga motivasi ekstrinsik perlu diubah menjadi motivasi intrinsik. Berdasarkan pembahasan tentang Motivasi belajar keterampilan menjahit masih dipengaruhi oleh faktor dari luar diri remaja yaitu instruktur, pegawai BPRSR, fasilitas dan layanan. Keinginan remaja untuk berhasil dalam mengikuti pelatihan keterampilan menjahit berbeda-beda tergantung kekuatan kebutuhan untuk mencapai prestasinya. Permasalahan dalam diri remaja binaan menghambat munculnya motivasi belajar yang berasal dari dalam dirinya, sehingga perlu adanya upaya dari luar untuk meningkatkan motivasi belajar remaja. Indikasi bahwa motivasi belajar lebih didominasi 119 faktor eksternal adalah remaja binaan belajar karena disuruh instruktur, karena adanya pujian dan hukuman, tertarik pada kegiatan pelatihan yang diberikan instruktur dan adanya lingkungan belajar yang kondusif. 2. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Keterampilan Menjahit Remaja Putus Sekolah di BPRSR Yogyakarta Instruktur dan pegawai BPRSR berupaya meningkatkan motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR. Upaya meningkatkan motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah dengan menggairahkan remaja untuk belajar melalui penyediaan fasilitas, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, kegiatan pembelajaran yang bervariatif serta mengundang alumni dan pengusaha saat pembekalan Praktik Belajar Kerja PBK; memberikan harapan yang realistis melalui cerita dan nasehat; memberikan pujian dan hukuman serta melakukan pendampingan kepada remaja binaan. Instruktur menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, kegiatan pembelajaran yang bervariatif serta BPRSR mengundang alumni dan pengusaha untuk meningkatkan motivasi remaja binaan. Suasana belajar menyenangkan karena tidak tegang dan adanya interaksi yang baik antara instruktur dengan remaja serta remaja dengan remaja yang lain. Pendamping keterampilan menjahit berupaya menyediakan kebutuhan pelatihan seperti alat dan bahan. BPRSR berupaya memberikan sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai. BPRSR mengundang alumni dan pengusaha sebelum Praktik Belajar Kerja PBK. 120 Upaya meningkatkan motivasi belajar dengan memberikan harapan yang realistis dilakukan melalui cerita dan nasehat yang diberikan kepada remaja binaan. Instruktur menceritakan pengalaman hidupnya maupun pengalaman hidup orang lain agar menginspirasi remaja untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Instruktur menasehati remaja binaan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi kesuksesan. Instruktur memberikan harapan yang realistis kepada remaja bahwa setelah lulus dari BPRSR mereka dapat bekerja dan membuka usaha menjahit. Remaja binaan diberi pengertian bahwa jalan hidup seseorang tidak ada yang mulus. Instruktur berupaya memberikan meningkatkan motivasi belajar dengan memberkan pujian berupa kata-kata dan segera dapat mengikuti PBK, sedangkan hukuman berupa tambahan pekerjaan selain tugas yang wajib dikerjakan. BPRSR tidak memberikan penghargaan bagi remaja yang berprestasi karena sistem pembelajaran on off. Hukuman yang diberikan BPRSR adalah jalan jongkok mengelilingi lapangan futsal, lari dan membersihkan kamar mandi. Upaya meningkatkan motivasi belajar remaja putus sekolah dengan melakukan pendampingan kepada remaja binaan. Pendampingan dilakukan dengan memberikan perlakuan yang berbeda kepada remaja sesuai dengan sifat, karakter, kemampuan dan permasalahan yang dialami remaja. Pendampingan dilakukan dengan memberikan bimbingan berupa bimbingan fisik, bimbingan mental dan bimbingan sosial. Remaja yang masuk di BPRSR adalah remaja yang bermasalah. Bimbingan fisik berupa olahraga dan 121 pemeriksaan kesehatan; bimbingan mental berupa keagamaan, konseling psikologi, ESQ dan kedisiplinan; sedangkan bimbingan sosial berupa motivasi kelompok, etika budi pekerti, pembinaan generasi muda, out bond dan relaksasi. Menurut De Decce dan Grawford dalam Kompri 2015: 243 ada empat cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar warga belajar, yaitu menggairahkan warga belajar, memberikan harapan realistis, memberikan insentif serta mengarahkan perilaku warga belajar. Menggairahkan warga belajar artinya instruktur harus menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan dalam pembelajaran. Memberikan harapan realistis artinya instruktur harus memelihara harapan-harapan warga belajar yang realistis dan memodifikasi harapan-harapan yang kurang atau tidak realistis. Memberikan insentif artinya instruktur diharapkan dapat memberikan hadiah kepada warga belajar yang mengalami keberhasilan, baik berupa pujian, angka yang baik dan sebagainya. Hal tersebut dapat mendorong warga belajar untuk melakukan usaha lebih untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Mengarahkan perilaku warga belajar artinya instruktur harus memberikan respon terhadap warga belajar yang tidak terlibat secara langsung dalam pembelajaran agar berpartisipasi aktif. Menurut Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 peran instruktur adalah membangkitkan motivasi belajar warga belajar agar semakin aktif belajar. Instruktur bertugas memperkuat motivasi belajar lewat penyajian pembelajaran, sanksi-sanksi dan hubungan pribadi remaja. Menurut Dimyati 122 dan Mudjiono 2011: 101-108 instruktur adalah pendidik dan pembimbing belajar. Instruktur lebih memahami keterbatasan waktu bagi warga belajar. Oleh karena itu instruktur dapat mengupayakan optimalisasi unsur-unsur dinamis yang ada dalam diri warga belajar dan yang ada di lingkungan warga belajar. Remaja yang belum memiliki motivasi belajar berasal dari dalam dirinya, perlu diberikan upaya-upaya yang berasal dari luar untuk meningkatkan motivasi belajarnya. Instruktur berupaya untuk menggairahkan remaja untuk belajar dengan menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan dalam pelatihan. Materi yang diberikan kepada remaja bervariatif yaitu mengajarkan cara membuat kerajinan dari barang bekas agar remaja tidak merasa bosan dalam mengikuti pelatihan keterampilan menjahit. Instruktur berupaya meningkatkan motivasi belajar dengan menjalin hubungan pribadi yang baik dengan remaja binaan sehingga remaja binaan merasa senang mengikuti pelatihan. Instruktur memperbolehkan remaja mendengarkan musik saat pelatihan mencairkan suasana, namun dengan batasan-batasan tertentu agar remaja tidak bosan dengan aktivitas menjahitnya. BPRSR berupaya memberikan fasilitas yang lengkap agar remaja binaan semakin termotivasi untuk belajar karena tanpa fasilitas yang memadai kegiatan elatihan tidak dapat berjalan dengan efektif. BPRSR mengundang alumni dan pengusaha untuk memotivasi remaja binaan. Instruktur dan pegawai BPRSR berupaya meningkatkan motivasi belajar dengan memberikan harapan yang realistis melalui cerita dan nasehat yang 123 diberikan kepada remaja binaan. Instruktur memelihara harapan-harapan remaja binaan yang realistis dan memodifikasi harapan-harapan yang kurang atau tidak realistis. Instruktur dan pegawai BPRSR berupaya memberikan harapan yang realistis kepada remaja bahwa setelah lulus dari BPRSR remaja binaan dapat bekerja dan membuka usaha menjahit. Instruktur juga menasehati remaja binaan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi kesuksesan. Instruktur dan pegawai menasehati remaja bahwa setiap remaja berhak mempunyai masa depan asalkan mau berubah menjadi lebih baik lagi. Pegawai BPRSR menyempatkan diri mendatangi remaja saat pelatihan berlangsung dan berkomunikasi dengan remaja binaan. Remaja binaan diberi pengertian bahwa jalan hidup seseorang tidak ada yang mulus. Melalui cerita dan pemberian nasehat remaja binaan dapat termotivasi belajar lebih giat lagi. Instruktur dan pegawai BPRSR berupaya meningkatkan motivasi belajar dengan memberikan pujian dan hukuman. Pujian dan hukuman merupakan insentif yang diberikan kepada remaja binaan untuk meningkatkan motivasi belajar. Pemberian insentif dapat berupa hadiah yang diberikan kepada remaja binaan yang mengalami keberhasilan, pujian dan angka. Instruktur memberikan insentif berupa kata-kata pujian dan segera dapat Praktik Belajar Kerja PBK, sedangkan hukuman berupa tambahan pekerjaan selain tugas yang wajib dikerjakan. Insentif dapat mendorong remaja binaan untuk melakukan usaha lebih untuk mencapai tujuan dalam pelatihan keterampilan menjahit. BPRSR tidak memberikan penghargaan bagi remaja yang berprestasi karena sistem pembelajaran on off sehingga sulit menentukan mana 124 yang paling berprestasi. Hukuman yang diberikan BPRSR adalah jalan jongkok mengelilingi lapangan futsal, lari dan membersihkan kamar mandi. Hukuman fisik yang diberikan tidak bersifat menyakit, namun untuk mendisiplinkan remaja. Hukuman yang diberikan bermanfaat dan untuk kebaikan remaja itu sendiri. Pujian yang diberikan dapat mengalihkan konsentrasi remaja dalam proses pelatihan. Pujian dan hukuman dapat mendorong remaja untuk melakukan usaha lebih untuk mencapai tujuan- tujuan pelatihan. Upaya meningkatkan motivasi belajar dilakukan dengan mengarahkan perilaku remaja. Mengarahkan perilaku remaja yaitu memberikan respon terhadap warga belajar yang tidak terlibat secara langsung dalam pembelajaran agar berpartisipasi aktif. Instruktur memberikan respon terhadap warga belajar yang tidak terlibat secara langsung dalam pembelajaran agar berpartisipasi aktif dengan memberikan perlakuan yang berbeda kepada remaja sesuai dengan sifat, karakter, kemampuan dan permasalahan yang dialami remaja. Remaja tidak bisa diarahkan dengan memberikan perlakukan yang sama karena remaja mempunyai sifat, karakter, kemampuan dan permasalahan yang berbeda-beda. Upaya mengarahkan perilaku remaja dengan melakukan pembinaan kepada remaja binaan. Remaja yang masuk BPRSR adalah remaja-remaja yang bermasalah. BPRSR merupakan lembaga rehabilitasi yang mempunyai empat struktur yaitu perubahan perilaku, emosional psikologis, spiritual dan life skill . Lembaga BPRSR menangani anak dengan cara kekeluargaan, 125 tekanan dari teman sebaya, terapi sesation dan pemberian keterampilan yang mendukung. Remaja tidak dapat mengikuti pelatihan keterampilan dengan baik kalau mental sosialnya tidak bagus, sehingga menyelenggarakan bimbingan fisik, mental dan sosial. BPRSR mengarahkan perilaku remaja dengan memberikan bimbingan fisik, bimbingan mental dan bimbingan sosial. Bimbingan fisik berupa olahraga dan pemeriksaan kesehatan; bimbingan mental berupa keagamaan, konseling psikologi, ESQ dan kedisiplinan; sedangkan bimbingan sosial berupa motivasi kelompok, etika budi pekerti, pembinaan generasi muda, out bond dan relaksasi. Pembinaan dilakukan untuk memberikan respon kepada remaja binaan yang kurang berpartisipasi aktif karena permasalahan kesejahteraan sosial yang dialami sehingga membuat motivasi belajarnya menurun. Dengan adanya pembinaan yang diberikan kepada remaja binaan diharapkan motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah dapat meningkat. Berdasarkan pembahasan tentang upaya meningkatkan motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR dapat ditarik kesimpulan bahwa instruktur berupaya meningkatkan motivasi belajar remaja binaan dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, kegiatan pembelajaran yang bervariatif, memberikan harapan yang realistis melalui cerita pengalaman diri sendiri dan pengalaman orang lain serta memberikan pujian dan hukuman. Pegawai BPRSR berupaya meningkatkan motivasi belajar remaja binaan dengan menyediakan fasilitas, mengundang alumni dan pengusaha saat pembekalan Praktik Belajar Kerja PBK, memberi nasehat 126 kepada remaja binaan, memberikan hukuman serta melakukan pendampingan kepada remaja binaan. 3. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Keterampilan Menjahit Remaja Putus Sekolah di BPRSR Yogyakarta Hasil penelitian di BPRSR mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah ada dua yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Hal ini diungkapkan oleh Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 bahwa motivasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. a. Faktor Intrinsik Berdasarkan hasil penelitian faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR adalah minat dalam menjahit, cita-cita di masa depan, kemampuan IQ dan kondisi remaja. Remaja binaan belum memiliki kesadaran untuk memproses diri dan memahami kerja dengan hati. Menurut Sumadi Suryabrata 2011: 72, motif intrinsik yaitu motif- motif yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Menurut Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar adalah minat, cita-cita dan kondisi remaja. Remaja yang mempunyai minat memiliki semangat yang tinggi untuk belajar, sedangkan remaja yang tidak berminat menjahit kurang 127 bersemangat dalam belajar. Menurut Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 minat adalah ketertarikan individu terhadap sesuatu, dimana minat belajar yang tinggi akan menyebabkan belajar menjadi lebih mudah dan cepat. Minat berfungsi sebagai daya penggerak yang mengarahkan seseorang melakukan kegiatan tertentu yang sepesifik. Kegiatan atas dasar keterpaksaan bukan minat, maka tidak akan tercipta motivasi belajar sehingga hasil yang didapat tidak optimal meskipun cara belajar sudah efektif. Remaja terpaksa mengikuti pelatihan keterampilan karena BPRSR mewajibkan remaja binaan. Enam dari sembilan remaja binaan sudah memiliki cita-cita di masa depan menjadi pengusaha menjahit dan bekerja dibidang menjahit. Menurut Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 cita-cita untuk menjadi seseorang gambaran ideal akan memperkuat semangat belajar. Seseorang dengan kemauan besar serta didukung oleh cita-cita yang sesuai maka akan menimbulkan semangat dan dorongan untuk bisa meraih apa yang diinginkan. Remaja binaan memiliki cita-cita dapat bekerja atau membuka usaha sesuai dengan keterampilan yang dipelajari. Remaja memiliki permasalah di dalam dirinya sehingga susah berkonsentrasi dalam mengikuti pelatihan. Remaja binaan masuk BPRSR karena mengalami masalah keluarga tidak mampu, broken home, tidak sekolah dan berhadapan dengan hukum sehingga kondisi psikologisnya mempengaruhi motivasi remaja untuk belajar. Menurut Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 kondisi remaja mempengaruhi motivasi 128 belajar remaja. Kondisi remaja terdiri dari kondisi fisik maupun kondisi emosi psikologis. Kondisi fisik serta pikiran yang sehat akan menumbuhkan motivasi belajar. Sehat berarti dalam keadaan baik, segenap badan beserta bagian-bagiannya bebas dari penyakit serta keadaan akal yang sehat. Keadaan emosional dan sosial berupa perasaan tertekan, keadaan takut gagal, mengalami goncangan karena emosi-emosi yang kuat tidak dapat belajar efektif. Demikian pula anak yang tidak disukai oleh teman di lingkungan sosialnya akan menemui kesulitan belajar. Remaja yang bermasalah perlu direhabilitasi karena materi tidak bisa diterima secara maksimal jika remaja mengalami masalah-masalah. Remaja memperoleh konseling individu yang cepat dan tidak berlarut-larut. Kesimpulan yang dapat diketahui dari hasil pembahasan mengenai faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR adalah minat dalam menjahit, cita-cita di masa depan, kemampuan IQ dan kondisi remaja. Faktor dari dalam diri remaja berupa cita-cita di masa depan muncul karena dorongan dari luar atau eksternal. b. Faktor Ekstrinsik Berdasarkan hasil penelitian remaja termotivasi belajar keterampilan menjahit karena faktor ekstrinsik. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR adalah fasilitas, layanan, pujian dan hukuman, peran instruktur, peran pekerja sosial, dukungan keluarga dan teman bergaul. 129 Menurut Sumadi Suryabrata 2011: 72, motif ekstrinsik yaitu motif- motif yang berfungsinya karena adanya perangsangan dari luar. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR berfungsinya perlu dirangsang dari luar. Menurut Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar adalah kecemasan terhadap hukuman, pujian, peran orang tua, peran pengajar dan kondisi lingkungan. Remaja binaan belajar karena adanya kecemasan terhadap hukuman. Menurut Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar adalah kecemasan terhadap hukuman. Motivasi belajar muncul jika ada kecemasan atau hukuman yang menyertai pembelajaran. Konsep motivasi belajar berkaitan dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan reinforcement di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku yang terkena hukuman punishment. Remaja binaan belajar karena ingin mendapatkan pujian dari instruktur. Menurut Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar adalah penghargaan dan pujian. Penghargaan menimbulkan efek diantaranya mengalihkan konsentrasi warga belajar dalam proses pembelajaran pada bidang yang harus dipelajari karena faktor penghargaan, penghargaan mempunyai efek negatif atas keinginan individu untuk mencoba tugas- 130 tugas yang menantang dan penghargaan dapat mempertahankan perilaku tertentu hanya dalam jangka waktu pendek. Peran orang tua dalam memotivasi remaja binaan masih kurang karena umumnya berasal dari keluarga bermasalah. Menurut Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar adalah peran orang tua. Lingkungan keluarga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Perjumpaan dan interaksi sangat besar pengaruhnya bagi perilaku dan prestasi seseorang. Remaja putus sekolah yang dibina BPRSR umumnya tidak mendapatkan dukungan dari orang tua karena berasal dari keluarga yang kurang harmonis. Instruktur berupaya meningkatkan motivasi belajar remaja putus sekolah di BPRSR. Menurut Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar adalah peran instruktur. Peran instruktur adalah membangkitkan motivasi belajar warga belajar agar semakin aktif belajar. Instruktur bertugas memperkuat motivasi belajar lewat penyajian pembelajaran, sanksi-sanksi dan hubungan pribadi warga belajarnya. Instruktur berupaya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan bervariatif untuk meningkatkan motivasi belajar remaja binaan. Lingkungan yang aman, nyaman dan bisa disesuaikan sendiri dapat menumbuhkan dorongan untuk belajar. Teman bergaul mempengaruhi motivasi belajar remaja binaan. Teman yang memiliki motivasi rendah 131 membuat motivasi belajar remaja binaan yang bersangkutan juga rendah. Menurut Purwanto dalam Prasetyo Handrianto 2012 salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar adalah kondisi lingkungan. Lingkungan sekitar berupa keadaan alam, tempat tinggal, pergaulan sebaya dan lingkungan sekitar. Karakteristik lingkungan belajar, keterjangkauan dan ketersediaan SDM dapat mempengaruhi motivasi belajar. Lingkungan sekitar yang mendukung remaja untuk belajar dapat memotivasi remaja untuk belajar lebih giat. Layanan berupa bimbingan fisik, mental dan sosial. Sarana dan prasaran seperti gedung, alat dan bahan sudah tersedia sehingga remaja tinggal memanfaatkan apa yang ada. Remaja yang masuk BPRSR adalah remaja bermasalah sehingga BPRSR lebih difokuskan pada perlindungan dan rehabilitasi sosial. BPRSR memberikan layanan berupa bimbingan fisik, mental dan sosial agar remaja dapat tumbuh seperti remaja pada umumnya. Instruktur memotivasi remaja saat kegiatan pelatihan. Pekerja sosial memotivasi remaja dengan melakukan pendekatan dan pendampingan. Kesimpulan yang dapat diketahui dari hasil pembahasan mengenai faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah yang dibina BPRSR adalah fasilitas, layanan, pujian dan hukuman, peran instruktur, peran pegawai BPRSR, dukungan keluarga dan teman bergaul. Faktor pendukung ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit adalah fasilitas, 132 layanan, pujian dan hukuman, peran instruktur dan peran pegawai di BPRSR, sedangkan faktor penghambat adalah dukungan dari orang tua dan teman bergaul. Berdasarkan hasil pembahasan tentang faktor yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah yang dibina BPRSR ada dua yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah minat dalam menjahit, cita-cita di masa depan, kemampuan IQ dan kondisi psikologis remaja. Sedangkan faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR adalah fasilitas, layanan, pujian dan hukuman, peran instruktur, peran pegawai, dukungan keluarga dan teman bergaul. 133

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta Motivasi belajar keterampilan menjahit masih dipengaruhi oleh faktor dari luar diri remaja yaitu instruktur, pegawai BPRSR, fasilitas dan layanan. Keinginan remaja untuk berhasil dalam mengikuti pelatihan keterampilan menjahit berbeda-beda tergantung kekuatan kebutuhan untuk mencapai prestasinya. Permasalahan dalam diri remaja binaan menghambat munculnya motivasi belajar yang berasal dari dalam dirinya, sehingga perlu adanya upaya dari luar untuk meningkatkan motivasi belajar remaja. Indikasi bahwa motivasi belajar lebih didominasi faktor eksternal adalah remaja binaan belajar karena disuruh instruktur, karena adanya pujian dan hukuman, tertarik pada kegiatan pelatihan yang diberikan instruktur dan adanya lingkungan belajar yang kondusif. 2. Upaya meningkatkan motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta Instruktur berupaya meningkatkan motivasi belajar remaja binaan dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, kegiatan pembelajaran yang bervariatif, memberikan harapan yang realistis melalui cerita pengalaman diri sendiri dan pengalaman orang lain serta memberikan 134 pujian dan hukuman. Pegawai BPRSR berupaya meningkatkan motivasi belajar remaja binaan dengan menyediakan fasilitas, mengundang alumni dan pengusaha saat pembekalan Praktek Belajar Kerja PBK, memberi nasehat kepada remaja binaan, memberikan hukuman serta melakukan pendampingan kepada remaja binaan. 3. Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah ada dua yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah minat dalam menjahit, cita-cita di masa depan, kemampuan IQ dan kondisi psikologis remaja. Sedangkan faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR adalah fasilitas, layanan, pujian dan hukuman, peran instruktur, peran pegawai, dukungan keluarga dan teman bergaul.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR dapat disampaikan saran sebagai berikut: 1. Pegawai BPRSR dan instruktur keterampilan menjahit sebaiknya menjalin kerjasama untuk meningkatkan motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR. 2. Remaja putus sekolah yang dibina BPRSR sebaiknya berusaha mengubah motivasi belajar keterampilan menjahit yang berasal dari luar diri remaja menjadi motivasi yang berasal dari dalam diri remaja binaan. 135 DAFTAR PUSTAKA Agoes Dariyo. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia. Anwar. 2006. Pendidikan Kecakapan Hidup Life Skill Education. Bandung: CV Alfabeta. Aunurrahman. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Badan Pusat Statistik DIY. 2013. Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka. Yogyakarta: BPS Provinsi DIY. Cholid Narbuko H Abu Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Diknas. 2009. UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Jakarta: Sinar Grafika. Dimyati Mudjiono. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Desca Thea Purnama. 2014. Fenomena Remaja Putus Sekolah dan Faktor Penyebabnya di Kota Pontianak diunduh dari http:jurmafis.untan.ac.idindex.phpsociologiquearticledownload510 pada tanggal 18 maret 2016 jam 14.00 WIB. Eva Latipah. 2012. Pengantar Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Galih Jatmika. 2013. Upaya Tutor dalam Menumbuhkan Motivasi Belajar Warga Belajar Keaksaraan Fungsional di PKBM Mandiri Kretek Bantul. Yogyakarta: Skripsi UNY. Hamzah B. Uno. 2014. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara. Heri Rahyubi. 2012. Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik. Bandung: Nusa Media. Ikka Kartika A Fauzia. 2011. Mengelola Pelatihan Partisipatif. Bandung: Alfabeta. Ishak Arep Hendri Tanjung. 2004. Manajemen Motivasi. Jakarta: Grasindo. Isep Sepriyan. 2001. Tesis: Pola Pendidikan Non Formal Remaja Putus Sekolah. Jakarta: Perpustakaan Universitas Indonesia diunduh dari http:lib.ui.ac.id pada Sabtu, 28 November 2015 jam 19.30 WIB. 136 John W Santrock. 2007. Remaja Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga. Kartono Kartini. 2006. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta Raja Grafindo. Kompri. 2015. Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa. Bandung: Remaja Rosdakarya. Lexy J Moleong. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Lutfi Wibawa. 2010. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah: Pelatihan Berpikir Positif bagi Remaja Putus Sekolah . Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Mohammad Ali Mohammad Asrori. 2006. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara. Muhibbin Syah. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Press. Musfiqon. 2007. Menangani yang Putus Sekolah diunduh dari http:eprint.ung.ac.idbab-2.pdf diakses tanggal 19 November 2015. Nurul Uliyah Abdul Amin. 2014. Perbedaan Konsep Diri antara Remaja yang Sekolah dan Remaja yang Putus Sekolah . Diunduh dari http:jurnal.yudharta.ac.idwp.contentupload201507perbedaan-konsep- diri-negatif.pdf diakses pada tanggal 18 Maret 2016 jam 15.00 WIB. Nyayu Khodijah. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pres. Oemar Hamalik. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Prasetyo Handrianto. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruh Motivasi Belajar diunduh dari http:sainsjournal-fst11.web.unair.ac.id pada tanggal 22 Januari 2016 jam 10.00 WIB. Purwa Atmaja Prawira. 2013. Psikologi Pendidikan dalam Prespektif Baru. Jakarta: Ar Ruzz Media. Ria Khalifah. 2015. Motivasi Belajar Seorang Slow Learner di Kelas IV SD Kanisius Pugeran 1. Yogyakarta: Skripsi UNY. Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Dokumen yang terkait

Efektifitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Anak Remaja Putus Sekolah Di Upt.Pelayanan Sosial Anak Remaja Tanjung Morawa

8 156 133

Evaluasi program bimbingan ketrampilan menjahit untuk anak putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur

0 12 128

PEMBINAAN MORAL PADA REMAJA PUTUS SEKOLAH DI BALAI REHABILITASI SOSIAL ”WIRA ADHI KARYA” UNGARAN

4 61 337

STUDI TENTANG PENYELENGGARAAN PELATIHAN KETERAMPILAN MODISTE BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH : Studi Deskriptif Pelatihan Keterampilan Modiste di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Cimahi.

1 6 34

PENYELENGGARAAN PELATIHAN TATA RIAS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PEMANGKASAN RAMBUT BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH DI BALAI PEMBERDAYAAN SOSIAL BINA REMAJA CIBABAT-CIMAHI.

1 2 36

Pengaruh Struktur Organisasi, Motivasi, Gaya Kepemimpinan dan Teknologi terhadap Kinerja Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja Yogyakarta.

0 0 13

PEMBERDAYAAN REMAJA PUTUS SEKOLAH MELALUI PELATIHAN KETERAMPILAN TATA RIAS DALAM UPAYA MENDORONG KEMANDIRIAN REMAJA BINAAN DI BALAI PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL REMAJA YOGYAKARTA.

2 26 202

KEMAMPUAN BERINTERAKSI SOSIAL REMAJA PUTUS SEKOLAH (STUDI KASUS DI BALAI PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL REMAJA YOGYAKARTA).

3 25 263

PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM PEMBINAAN REMAJA DI BALAI PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL REMAJA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

5 55 175

PEMBINAAN KEAGAMAAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH DI BALAI REHABILITASI SOSIAL “WIRA ADHI KARYA” UNGARAN TAHUN 2014/2015 - Test Repository

0 0 168