Hasil Penelitian 1. Motivasi Belajar Keterampilan Menjahit Remaja Putus Sekolah di

72 Pada tanggal 10 Februari semua remaja menghadiri pelatihan. Remaja binaan bersungguh-sungguh dalam memperhatikan penjelasan instruktur karena instruktur menegur remaja yang tidak serius dalam belajar. Remaja membutuhkan waktu yang lama dalam mengerjakan tugas yang diberikan instruktur. Remaja mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan. Hal ini seperti yang dilakukan remaja pada saat pelatihan, bahwa: “Semua remaja hadir pada tanggal 10 februari 2016. Remaja serius memperhatikan pengarahan yang diberikan instruktur diawal pelatihan. Remaja membutuhkan waktu yang lama dalam mengerjakan tugas yang diberikan instruktur. Ketika menemui permasalahan remaja mudah menyerah” CL 7, 10022016. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas didapatkan bahwa keinginan remaja binaan untuk berhasil berbeda-beda tergantung sifat, minat, kemampuan dan permasalahan di masa lalu. Instruktur memotivasi remaja agar memiliki keinginan untuk berhasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kehadiran remaja dalam mengikuti pelatihan sudah 75 karena BPRSR mewajibkan remaja binaan mengikuti pelatihan dan instruktur selalu mencari informasi tentang remaja yang tidak hadir; remaja bersungguh-sungguh dalam memperhatikan penjelasan instruktur; remaja menyelesaikan tugas dalam waktu yang relatif lama karena susah konsentrasi; serta remaja mudah menyerah ketika mengalami kesulitan. 73 b. Kebutuhan belajar keterampilan menjahit Motivasi belajar keterampilan menjahit remaja dipengaruhi oleh adanya kebutuhan belajar keterampilan menjahit. Kebutuhan belajar dapat berasal dari diri sendiri dan orang lain. Kebutuhan belajar dapat memicu semangat sesorang untuk belajar. Kebutuhan belajar keterampilan menjahit berasal dari luar diri remaja. Remaja yang belum memiliki kebutuhan belajar dari dalam dirinya perlu dirangsang oleh orang lain, sehingga lambat laun kesadaran tersebut dapat muncul menjadi kebutuhan dari dalam dirinya. Hal ini disampaikan oleh Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit, bahwa: “Anak di sini umumnya belum memiliki kebutuhan belajar yang berasal dari dalam dirinya. Anak yang belum memiliki kebutuhan belajar dari dalam dirinya perlu dirangsang oleh orang lain, sehingga lambat laun kesadaran tersebut dapat muncul menjadi kebutuhan dari dalam dirinya. Anak yang masuk sini umumnya bukan atas kemauannya sendiri” CW 2, 10022016. Remaja masuk BPRSR karena mengalami masalah kesejahteraan sosial. BPRSR merupakan lembaga yang bertugas memberikan perlindungan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial remaja terlantar. Hal ini disampaikan oleh Ibu “SR” selaku instruktur keterampilan menjahit, bahwa: “Kalau kebutuhan belajar anak umumnya belum dari dirinya. Anak yang masuk sini sebagian besar pernah mengalami masalah baik masalah keluarga maupun kasus pelanggaran hukum. Lembaga ini bertugas memberikan perlindungan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial remaja terlantar. Anak yang masuk sini biasanya tidak atas keinginannya sendiri” CW 1, 6022016. 74 Remaja binaan masuk BPRSR karena diantarkan pak dukuh, bapak kesra kelurahan, orang tuanya, pegawai BPRSR, tangkapan satpol PP karena anak jalanan, titipan dari kepolisian dan keputusan pengadilan. Remaja diantarkan karena mengalami masalah kesejahteraan sosial seperti remaja korban broken home, kekerasan dalam rumah tangga, putus sekolah, keluarga tidak mampu, kerusuhan sosial, pengungsi, maupun berhadapan dengan hukum. Hal ini disampaikan oleh Bapak “SM” selaku pekerja sosial, bahwa: “Anak masuk BPRSR bukan atas kemauannya sendiri. Anak yang masuk biasanya diantarkan pak dukuh, bapak kesra kelurahan, orang tuannya, pegawai BPRSR, tangkapan satpol PP karena anak jalanan, titipan dari kepolisian dan keputusan pengadilan. Anak diantarkan karena mengalami masalah kesejahteraan sosial seperti anak korban broken home , kekerasan dalam rumah tangga, putus sekolah, keluarga tidak mampu, kerusuhan sosial, pengungsi, maupun berhadapan dengan hukum” CW 8, 19022016. Remaja yang berhadapan dengan hukum masuk BPRSR karena keputusan dari pengadilan karena anak di bawah 18 tahun atau belum menikah tidak boleh dipenjara serta berhak memperoleh perlindungan dan rehabilitasi. Hal ini seperti yang disampaikan oleh “SE” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Awalnya aku masuk sini karena kasus pencurian sepeda motor. Sebenarnya aku tidak mencuri yang mencuri adalah temanku, tapi saat penggrebekan aku berada di sana. Aku dulu di lapas, tapi disuruh pindah ke sini. Aku sudah sidang dengan keputusan hakim berada di sini” CW 4, 15022016. Hal tersebut juga disampaikan “TP” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Aku anak kasus mbak, tapi masalahnya sudah selesai. Aku ditebus oleh orang tua. Aku di bawah pengawasan bapas selama 3 bulan, tapi 75 aku mengajukan di sini 1 tahun agar setelah keluar memiliki keterampilan” CW 3, 11022016. Remaja binaan masuk BPRSR karena berhadapan dengan hukum. Anak yang berhadapan dengan hukum adalah seseorang anak yang sedang terlibat dengan masalah hukum atau sebagai pelaku tindak pidana, sementara anak tersebut belum dianggap mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, mengingat usianya yang belum dewasa dan sedang bertumbuh, berkembang, sehingga berhak untuk dilindungi sesuai dengan undang-undang. Anak yang dimaksud dalam hal ini adalah anak yang telah mencapai umur 8 tahun dan belum mencapai 18 tahun atau belum menikah. Remaja binaan masuk BPRSR karena dulunya anak jalanan sehingga ditangkap satpol PP. Remaja menjadi anak jalanan karena orang tua sudah sudah bercerai sehingga jarang diperhatikan. Remaja putus sekolah saat SMK. Remaja diarahkan pekerja sosial dalam memilih keterampilan yang akan dipelajari. Hal ini disampaikan oleh “VA” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Aku anak jalanan tangkapan satpol PP. Dulu aku SMK nya kecantikan, tapi tidak cocok 3 hari langsung keluar. Aku minat di bengkel, tapi sama peksos tidak boleh karena temannya cowok semua. Peksos nyaranin ke sini” CW 5, 16022016. Remaja binaan dimasukkan oleh pak dukuh karena berasal dari keluarga broken home, mengalami kekerasan dalam keluarga dan putus sekolah. Hal ini disampaikan oleh Bapak “SH” selaku pekerja sosial bahwa: 76 “Anak masuk sini karena dimasukkan oleh bapak dukuh dorongan belajarnya berasal dari orang lain seperti “RA”. Dia masuk di sini karena rujukan dari bapak kesra dan kepala dukuh. Awalnya dia masuk tanpa sepengetahuan orang tuanya. Dia berasal dari keluarga broken home . Bapak dia orangnya keras, sehingga dia mengalami sedikit trauma” CW 9, 27022016. Remaja dimasukkan pak dukuh karena kasus pencurian, sedangkan remaja sudah lama tidak bersama orang tua. Remaja tinggal bersama nenek dan kakek, namun sekarang nenek dan kakek sudah meninggal, sehingga remaja dititipkan kepada pamannya. Remaja binaan sudah putus sekolah sejak SD. Dari pada remaja binaan tidak sekolah dan tidak mempunya siapa-siapa di rumah lebih baik dimasukkan BPRSR agar memperoleh perlindungan dan rehabilitasi. Hal serupa juga disampaikan Bapak “SM” selaku pekerja sosial, bahwa: “…Ada anak di sini masuk karena dimasukkan pak dukuh kerena kasus pencurian kotak amal masjid. Dia tinggal bersama simbahnya, namun sekarang simbahnya sudah meninggal, sehingga dia dititipkan kepada Pakdenya. Dia juga sudah putus sekolah sejak SD. Remaja binaan dari pada tidak sekolah dan di rumah tidak mempunya siapa- siapa lebih baik masuk BPRSR” CW 8, 19022016. Remaja binaan terpaksa belajar karena BPRSR mewajibkan remaja binaan mengikuti pelatihan keterampilan. Hal ini disampaikan oleh “PJ” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Dulu awalnya mau nyoba montir, tapi tidak bisa karena pendidikanku cuma SD. Aku pindah ke las, tapi gak cocok. Aku pindah lagi ke kayu tapi aku gak tahan serbuk kayu karena asma. Jadi aku terpaksa masuk jahit, dari pada di salon soalnya wajib mengikuti keterampilan” CW 4, 15022016. 77 Instruktur meminta remaja untuk belajar di luar jam pelatihan agar cepat bisa. Hal serupa dilakukan oleh Ibu “TW” selaku instruktur menjahit saat pelatihan, bahwa: “Instruktur meminta remaja binaan melakukan tugas lembur karena jika tidak lembur remaja binaan tidak akan mendapatkan ilmu apa- apa” CL 8, 11022016. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas didapatkan bahwa kebutuhan belajar yang masih dipengaruhi faktor dari luar diri remaja seperti instruktur, pegawai BPRSR dan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Remaja masuk BPRSR atas keinginan orang lain seperti diantarkan pak dukuh, bapak kesra kelurahan, orang tuanya, saudara, pegawai BPRSR, tangkapan satpol PP, titipan dari kepolisian dan keputusan pengadilan. Remaja putus sekolah diantarkan karena mengalami masalah kesejahteraan sosial seperti anak korban broken home, kekerasan dalam rumah tangga, putus sekolah, keluarga tidak mampu, kerusuhan sosial, pengungsi, maupun berhadapan dengan hukum. Remaja putus sekolah awalnya terpaksa belajar karena BPRSR mewajibkan remaja mengikuti pelatihan keterampilan. Remaja yang belum memiliki kebutuhan belajar dari dalam dirinya perlu dirangsang oleh orang lain, sehingga lambat laun kesadaran tersebut dapat berubah menjadi kebutuhan dari dalam diri remaja. 78 c. Cita-cita di masa depan setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan menjahit Cita-cita di masa depan setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan mempengaruhi motivasi belajar remaja binaan. Remaja yang sudah memiliki cita-cita setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan menjahit menunjukkan semangat agar segera dapat mewujudkan cita- citanya. Remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak sesuai dengan pelatihan yang dipelajari cenderung kurang bersemangat dalam belajar. Enam dari sembilan remaja putus sekolah yang mengikuti keterampilan menjahit sudah mempunyai cita-cita di masa depan. Instruktur selalu memotivasi remaja agar mempunyai cita-cita. Hal ini diungkapkan Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit, bahwa: “Jika anak memiliki cita-cita setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan mereka akan rajin. Enam dari sembilan anak sudah mempunyai cita-cita di masa depan. Saya selalu memotivasi anak agar mempunyai cita-cita” CW 2, 10022016. Remaja yang sudah mempunyai cita-cita di masa depan semangat dalam belajar, namun jika belum memiliki cita-cita di masa depan remaja bekerja sesuai keinginan hatinya. Hal ini disampaikan oleh Ibu “SR” selaku pendamping kebutuhan keterampilan menjahit, bahwa: “Ada yang punya, ada yang belum punya. Kalau anak mempunyai cita-cita mereka akan semangat belajar, tapi ada anak yang belum punya belajarnya sak-sae” CW 1, 06022016. Remaja binaan yang mempunyai cita-cita di masa depan memiliki semangat yang tinggi agar dapat mencapai cita-citanya. Remaja binaan yang semangat belajar mempunyai cita-cita sesuai dengan pelatihan yang 79 dipelajari seperti bekerja dan membuat usaha menjahit. Remaja yang sudah merancang cita-cita di masa depan memiliki target harus menyelesaikan tugas dalam setiap pelatihan. Instruktur selalu memotivasi remaja agar mempunyai masa depan yang lebih baik. Hal ini disampaikan oleh “RK” selaku remaja binaan, bahwa: “Aku rajin belajar mbak agar segera lulus. Aku target PBK pada bulan April. Aku dulu SMKnya tata busana meskipun hanya sampai kelas dua. Aku punya cita-cita setelah lulus pengen membuka usaha menjahit” CW 5, 16022016. Hal serupa juga disampaikan oleh “DT” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Aku bercita-cita menjadi penjahit mbak setelah lulus nanti. Instruktur selalu memotivasi aku agar mempunyai masa depan yang lebih baik” CW 4, 15022016. Pada saat kegiatan pelatihan, remaja yang sudah memiliki cita-cita setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan menjahit menunjukkan semangat agar remaja dapat segera dapat mewujudkan cita-citanya. Remaja bersemangat karena ada target-target yang harus terpenuhi seperti harus menyelesaikan tugas tepat waktu. Semangat belajar ditunjukkan dengan kesungguhan dalam mempelajari materi pelatihan dan bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas. Hal ini seperti yang dilakukan oleh “RK” dan “DT” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “RK” serius dan semangat dalam mengerjakan tugas. “RK” selalu memperhatikan penjelasan instruktur agar cepat bisa karena mempunyai target PBK pada bulan April. “RK” bertanggung jawab menyelesaikan tugas yang diberikan instruktur dan bertanya kepada instruktur tentang hal yang belum diketahui. DT rajin belajar dan berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas yang diberikan instruktur” CL 7, 10022016. 80 Remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak sesuai dengan pelatihan yang dipelajari cenderung kurang bersemangat dalam belajar. Remaja binaan bersikap setengah hati dalam mengikuti pelatihan keterampilan menjahit. Remaja yang tidak mempunyai cita-cita di masa depan sesuai dengan yang dipelajari bersikap mudah menyerah ketika menemui permasalahan. Remaja hanya memanfaatkan keterampilan yang dipelajari saat ini sebagai bekal jika suatu saat dibutuhkan untuk bertahan hidup. Hal ini disampaikan oleh “PJ” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Aku gak bercita-cita jadi tukang jahit setelah keluar sini. Belajar menjahit hanya siapa tau besok dibutuhkan. Cita-citaku menjadi arsitek mbak” CW 4, 15022016. Cita-cita yang tidak sesuai dengan pelatihan yang dipelajari cenderung membuat remaja kurang bersemangat dalam belajar. Remaja melakukan kegiatan setengah hati. Meskipun hanya bekerja setengah hati, namun remaja binaan mau berproses untuk menyelesaikan tugas yang diberikan instruktur. Remaja yang tidak mempunyai cita-cita di masa depan sesuai dengan yang dipelajari bersikap mudah menyerah ketika menemui permasalahan. Hal ini seperti yang dilakukan oleh “PJ” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “PJ” kurang berkonsentrasi dalam memperhatikan penjelasan instruktur sehingga berkali-kali salah memotong kain keras. “PJ” terlalu banyak bertanya dan sedikit bekerja. “PJ” emosi ketika apa yang dilakukan berkali-kali salah dan harus mendedel. Meskipun emosi namun “PJ” mau berproses agar dapat mengerjakan tugas yang diberikan instruktur” CL 7, 10022016. 81 Remaja yang belum mempunyai cita-cita setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan menjahit cenderung kurang berantusias dalam mengikuti pelatihan keterampilan menjahit. Hal ini disampaikan oleh “AW” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Cita-cita setelah lulus hurung dipikir bingung mbak. Aku njahit sak geleme mbak pas pengen wae”CW 3, 11022016. Remaja yang belum mempunyai cita-cita di masa depan memiliki motivasi belajar yang rendah. Hal tersebut terjadi karena remaja belum memiliki motivasi untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik lagi. Remaja hanya sebatas numpang hidup dan merasa nyaman sehingga tidak mau keluar untuk mewujudkan cita-citanya. Remaja binaan hanya melakukan kegiatan yang dia senangi. Remaja yang belum memiliki cita- cita merasa hidupnya tidak ada tuntutan, meskipun instruktur selalu menuntut. Hal ini disampaikan oleh Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit di BPRSR, bahwa: “Anak yang belum memiliki cita-cita setelah lulus cenderung kurang berantusias dalam belajar seperti “AW”. Dia di BPRSR hanya sebatas numpang hidup. Dia lebih nyaman di sini dari pada di rumah. Dia tidak merasa ada tuntutan, padahal dituntut instruktur. Dia tidak punya motivasi untuk mempersiapkan masa depan. Dia hanya melakukan kegiatan yang dia senangi. Jika mengerjakan sesuatu tidak pernah selesai…” CW 7, 17022016. Remaja yang belum mempunyai cita-cita setelah lulus memiliki motivasi belajar yang rendah. Remaja binaan hanya melakukan kegiatan yang dia senangi. Remaja yang belum memiliki cita-cita merasa hidupnya tidak ada tuntutan, meskipun selalu dituntut. Hal ini seperti yang dilakukan oleh “AW” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: 82 “AW” jarang mendengarkan penjelasan yang instruktur berikan. “AW” kurang bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas yang diberikan instruktur seperti tidak mengerjakan tugas secara tuntas dan sering meninggalkannya. “AW” malas mendedel dan mencari bahan baru untuk membuatnya lagi. “AW” tidak pernah bertanya kepada instruktur jika mengalami kesulitan. “AW” meninggalkan pekerjaannya dan berjalan-jalan. Jika instruktur bertanya “AW”, baru akan menjawab” CL 7, 10022016. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas didapatkan bahwa motivasi belajar remaja putus sekolah karena adanya cita-cita dimasa depan. Instruktur selalu memotivasi remaja agar memiliki masa depan yang lebih baik. Enam dari sembilan remaja putus sekolah yang mengikuti keterampilan menjahit sudah mempunyai cita-cita di masa depan yaitu membuka usaha menjahit. Remaja yang sudah memiliki cita- cita setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan menjahit menunjukkan semangat agar segera dapat mewujudkan cita-citanya. d. Pujian dan hukuman Pujian dan hukuman diberikan oleh instruktur dan pegawai BPRSR. Instruktur memberikan pujian berupa kata-kata dan segera dapat mengikuti PBK, sedangkan hukuman berupa tambahan pekerjaan selain tugas yang wajib dikerjakan. Hal ini diungkapkan Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit bahwa: “Saya memberikan pujian berupa kata-kata saja tapi kalau hukuman biasanya target harus selesai dan tambahan pekerjaan. BPRSR akan memberikan hukuman mbak, karena ketua sekarang disiplin sekali” CW 2, 10022016. BPRSR tidak memberikan penghargaan bagi remaja yang berprestasi karena sistem pembelajaran on off sehingga sulit menentukan mana yang 83 paling berprestasi. Hukuman yang diberikan Kepala Perlindungan dan Rehabilitasi adalah jalan jongkok mengelilingi lapangan futsal, lari dan membersihkan kamar mandi. Hukuman fisik yang diberikan tidak bersifat menyakit, namun untuk mendisiplinkan remaja. Setiap jam pelatihan remaja sudah berada di ruang keterampilannya masing-masing. Hal tersebut diungkapkan Bapak “BS” selaku Kepala Sie Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial, bahwa: “Saya memang orangnya keras. Saya memberi hukuman bukan karena saya marah, namun karena sayang. Saya mengecek ke asrama-asrama waktu jam keterampilan. Saya tidak mau anak muda malas. Jika ada anak yang masih tidur di asrama, saya hukum jalan jongkok keliling lapangan futsal. Anak tidak rugi, anak untung karena tubuhnya menjadi sehat dan kuat. Hukuman hanya bersifat untuk mendisiplinkan, bukan untuk menyakiti dengan seperti itu anak menjadi khwatir jika tidak mengikuti aturan. Sekarang anak sudah tertip, saat jam keterampilan anak tidak ada yang berkeliaran. Lembaga tidak memberikan penghargaan kepada anak yang berprestasi karena itu sulit dilakukan. Sistem pembelajaran on off, sehingga sehingga sulit sekali mengetahui anak yang berprestasi dan tidak” CW 6, 16022016. Remaja yang tidak mematuhi peraturan akan dipanggil saat apel pagi, diberi pengarahan dan setelah itu diberi hukuman. Hukuman yang diberikan seperti membersihkan WC atau lari mengelilingi lapangan. Hukuman yang diberikan bermanfaat untuk kebaikan remaja itu sendiri. Hal ini disampaikan Ibu “SR” selaku pendamping kebutuhan keterampilan menjahit bahwa: “Waktu apel nanti akan dipanggil anak yang tidak mematuhi peraturan seperti terlambat datang ke BPRSR dan tidak mengikuti pelatihan ketrampilan, nanti diberi pengarahan dan hukuman seperti membersihkan WC atau lari mengelilingi lapangan. Hukuman diberikan untuk kebaikan remaja sendiri” CW 1, 06022016. 84 Semua remaja binaan berada di ruang keterampilan masing-masing saat jadwal pelatihan. Ada petugas yang berkeliling untuk mengecek kegiatan yang dilakukan remaja binaan. Hal seperti ini yang dilakukan remaja binaan keterampilan menjahit pada saat jam keterampilan, bahwa: “Bel sudah berbunyi menandakan pelajaran keterampilan sudah dimulai. Semua remaja binaan yang ada di BPRSR bergegas menuju ruang keterampilannya masing-masing. Petugas berkeliling mengecek kegiatan yang dilakukan remaja…” CL 2, 25012016. Remaja binaan belajar karena ingin memperoleh pujian dan hukuman. Remaja belajar keterampilan menjahit karena adanya kecemasan terhadap hukuman. Jika tidak mengikuti keterampilan dan diketahui oleh petugas, maka remaja binaan akan dihukum jalan jongkok mengelilingi lapangan. Hal ini disampaikan oleh “AW” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Iya mbak, Aku takut dihukum, tapi ora pengen penghargaan. Biasane dicek neng asrama, nek konangan petugas dihukum mlaku jongkok mubengi lapangan” CW 3, 11022016. Hal serupa juga disampaikan oleh “TP” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Aku belajar kadang-kadang karena menghindari hukuman dan ingin memperoleh pujian dari instruktur mbak” CW 3, 11022016. Remaja dihukum Bapak “BS” selaku Kepala Sie Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial yang baru jika tidak mengikuti pelatihan keterampilan. Remaja belajar karena ingin mendapatkan pujian dari instruktur dan segera dapat mengikuti Praktik Belajar Kerja PBK. Hal tersebut ditegaskan oleh “RK” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: 85 “Kalau tidak berangkat pelatihan nanti dihukum bapak “BS” selaku kepala Sie Perlindungan dan Rehabilitasi yang baru mbak. Aku belajar juga karena ingin mendapat pujian dan segera dapat PKL” CW 5, 16022016. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas didapatkan bahwa remaja termotivasi belajar keterampilan menjahit karena adanya pujian dan hukuman. Remaja belajar karena ingin mendapatkan pujian dari instruktur berupa kata-kata dan segera dapat mengikuti PBK, sedangkan hukuman berupa tambahan pekerjaan selain tugas yang wajib dikerjakan. BPRSR tidak memberikan penghargaan bagi remaja yang berprestasi karena sistem pembelajaran on off sehingga sulit menentukan mana yang paling berprestasi. Remaja binaan belajar keterampilan menjahit karena adanya kecemasan terhadap hukuman. Hukuman yang diberikan berupa jalan jongkok mengelilingi lapangan futsal, lari dan membersihkan kamar mandi. e. Kegiatan pelatihan yang menarik Instruktur menciptakan kegiatan pelatihan yang menarik dengan memberikan materi yang bervariatif. Materi pelatihan dibuat bervariatif untuk membekali keterampilan yang lebih pada remaja dan untuk menghindari kebosanan. Instruktur memberikan materi tambahan membuat kerajinan dengan memanfaatkan barang bekas. Metode yang digunakan didominasi praktik. Instruktur menjelaskan manfaat memiliki pelatihan, agar remaja semakin tertarik mengikuti pelatihan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit di BPRSR bahwa: 86 “Metode yang digunakan didominasi praktik, namun instruktur tetap memberikan teori diawal. Anak tidak diharuskan paham teori diawal karena teori akan diberikan kembali saat praktik. Saya mengusahakan apa yang akan dipelajari dan yang sedang dipelajari menyenangkan bagi anak serta menciptakan suasana belajar yang tidak monoton seperti pemberian kelas kerajinan setiap hari Kamis agar anak tidak bosan” CW 2, 10022016. Setap hari Kamis instruktur membuat kelas kerajinan sesuai minat remaja. Pada hari kamis tanggal 4 Februari 2016, remaja menginginkan membuat alas kaki dari sampah plastik bekas. Instruktur meminta remaja binaan mencari bahan yang dibutuhkan. Instruktur memberikan pengarahan dan remaja langsung mempraktikkan. Hal ini seperti yang dilakukan remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “…Hari Kamis membuat kerajinan sesuai minat remaja. Remaja menginginkan membuat alas kaki dari sampah plastik bekas. Instruktur meminta remaja binaan mencari bahan yang dibutuhkan. Instruktur memberikan pengarahan dan remaja langsung mempraktikkan” CL 5, 04022016. Instruktur mengajarkan cara membuat kerajinan dari barang bekas seperti membuat tas, tempat pensil, tempat sisir, tempat tisu keset dan alas kaki. Hal tersebut ditegaskan oleh Ibu “SR” selaku pendamping keterampilan menjahit, bahwa: “Kegiatan pembelajaran menarik mbak karena instruktur yang sekarang orangnya kreatif. Instruktur tidak hanya mengajarkan cara membuat pakaian saja, namun mengajarkan cara membuat kerajinan dari barang bekas seperti membuat tas, tempat pensil, tempat sisir, tempat tisu, keset, alas kaki dll” CW 1, 06022016. Remaja binaan tertarik dengan kegiatan pelatihan karena di dominasi praktik dan kegiatan bervariatif. Instruktur menjelaskan manfaat 87 mempelajari materi yang diajarkan. Hal ini disampaikan oleh “FS” selaku remaja binaan keterampilan menjahit bahwa: “Aku tertarik mbk karena banyak praktik dan bervariasi sehingga tidak membosankan. Instruktur menjelaskan manfaat mempelajari materi yang diajarkan” CW 5, 16022016. Remaja tertarik dengan kegiatan pelatihan karena banyak praktiknya. Instruktur tidak hanya mengajarkan cara menjahit pakaian, namun instruktur juga mengajarkan remaja binaan membuat kerajinan sehingga jika sudah keluar bisa membuat kerajinan untuk mengisi waktu luang. Hal ini disampaikan oleh “TP” selaku remaja yang binaan keterampilan menjahit bahwa: “Kegiatan pembelajaran banyak praktiknya. Selain diajari menjahit diajari juga membuat kerajinan sehingga besok kalau udah keluar bisa buat-buat kerajinan” CW 3, 11022016. Remaja tertarik dengan kegiatan pembelajaran yang diberikan instruktur karena instruktur dekat dengan remaja binaan. Instruktur bersedia mendengarkan keluhan remaja binaan dan sering memberikan nasehat. Hal ini disampaikan oleh “SE” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Tertarik. Banyak praktiknya dan instruktur dekat ketika ada masalah bisa curhat dan diberi nasehat” CW 4, 15022016. Instruktur mendekati remaja binaan dan memberikan semangat bagi remaja binaan yang belum memiliki motivasi belajar. Hal ini disampaikan oleh “VA” selaku remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Awalnya belum, tapi sekarang sudah mulai tertarik kerena instruktur mendekati dan memberikan semangat” CW 5, 16022016. 88 Kegiatan pelatihan keterampilan dimulai dengan membaca doa dan pengarahan dari instruktur. Instruktur memberikan motivasi diawal pelatihan. Instruktur menjelaskan manfaat menguasai materi yang diberikan. Materi yang diberikan remaja yang satu berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan lama berada di BPRSR. “…Kegiatan pelatihan keterampilan dimulai dengan membaca doa dan pengarahan dari instruktur. Instruktur memberikan motivasi diawal pelatihan. Instruktur menjelaskan manfaat materi yang diberikan. Materi yang diberikan remaja yang satu dengan yang lain berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan lama berada di BPRSR” CL 9, 15.022016. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas didapatkan bahwa remaja putus sekolah tertarik dengan kegiatan pelatihan karena didominasi praktik, kegiatan yang bervariatif, instruktur menjelaskan manfaat mempelajari materi. Kegiatan didominasi praktik agar remaja cepat bisa memahami materi. Kegiatan pelatihan dibuat bervariatif agar remaja tidak merasa bosan. Instruktur menjelaskan manfaat menguasai materi yang diberikan agar remaja semakin tertarik mengikuti pelatihan. Instruktur bersedia mendengarkan keluhan remaja dan memberikan nasehat. f. Lingkungan belajar yang kondusif Kondisi lingkungan belajar sudah kondusif untuk menyelenggarakan pelatihan. Sarana dan prasarana yang disediakan sudah lengkap dan memadai. Setiap remaja binaan mendapatkan mesin jahit sendiri-sendiri. Ruang belajar keterampilan menjahit luas, sejuk, tenang dan nyaman untuk 89 melakukan pelatihan. Hal ini disampaikan oleh Ibu “SR” selaku pendamping keterampilan menjahit bahwa: “Kondisi lingkungan sudah kondusif untuk menyelenggarakan pembelajaran. Sarana dan prasarana sudah tersedia dengan lengkap dan ruangannya nyaman” CW 1, 06022016. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti kondisi sarana dan prasana sudah memadai dan lengkap. Setiap remaja binaan mendapatkan mesin sendiri-sendiri. Ruang belajar keterampilan menjahit luas, sejuk, tenang dan nyaman untuk melakukan pelatihan. Hal tersebut terlihat pada saat pelatihan, bahwa: “Kondisi lingkungan belajar pelatihan keterampilan menjahit di BPRSR Yogyakarta sudah kondusif. Sarana dan prasarana sudah tersedia dengan lengkap. Setiap remaja binaan mendapatkan mesin sendiri-sendiri. Ruang belajar keterampilan menjahit luas, sejuk, tenang dan nyaman untuk melakukan pelatihan” CL 10, 16022016. Instruktur menjalin komunikasi yang baik dengan remaja binaan di BPRSR. Instruktur juga menciptakan komunikasi yang baik antar remaja binaan melalui tugas, kerja sama dan tolong menolong. Tolong menolong terjadi ketika instruktur meminta remaja yang sudah bisa mengajarkan ilmunya kepada remaja yang belum bisa. Instruktur memperbolehkan menggunakan musik saat pelatihan sebagai terapi agar anak tidak penat dengan permasalahan dirinya sendiri, permasalahan menjahit dan mengurangi ketegangan. Instruktur memposisikan dirinya sebagai teman yang dekat dengan remaja binaan. Instruktur membiasakan remaja binaan disiplin dan kerja dengan target. Hal ini disampaikan oleh Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit, bahwa: 90 “Untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif saya menjalin komunikasi yang baik antar instruktur dengan anak. Menciptakan kerjasama antar anak. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan seperti menghindari ketegangan namun anak tetap disiplin dan terbiasa dengan target. Memposisikan diri sebagai teman yang dekat dengan anak serta memperbolehkan menggunakan musik untuk terapi” CW 2, 10022016. Fasilitas yang disediakan BPRSR sudah lengkap. Suasana belajar menyenangkan karena banyak bercanda. Instruktur memperbolehkan menggunakan musik agar tidak tegang, namun dengan batasan-batasan seperti tidak boleh terlalu keras dan tidak menganggu aktivitas. Hal tersebut diungkapkan “RA” selaku remaja binaan, bahwa: “Kondisinya sudah bagus. Fasilitas lengkap dan suasana belajar menyenangkan banyak bercanda serta diperbolehkan menggunakan musik agar tidak spaneng tapi tidak boleh terlalu keras dan tidak mengganggu aktifitas” CW 3, 11022016. Sarana dan prasarana yang disediakan sudah lengkap, pembelajaran menyenangkan, serta adanya ada kedekatan antara instruktur dengan remaja binaan dan remaja binaan dengan remaja binaan. Hal tersebut diungkapkan “FS” selaku remaja binaan bahwa: “Kondisi sarana prasarana sudah lengkap, pembelajaran menyenangkan, ada kedekatan antara instruktur dengan anak dan anak dengan anak” CW 5, 16022016. Fasilitas sudah lengkap tinggal bagaimana remaja binaan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Remaja binaan keterampilan menjahit saling memberikan dukungan satu sama lain. Hal tersebut diungkapkan “PJ” selaku remaja binaan bahwa: “Fasilitas yang disediakan lengkap tinggal memanfaatkannya dan temannya enak saling mendukung” CW 4, 15022016. 91 Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas didapatkan bahwa kondisi lingkungan belajar keterampilan menjahit di BPRSR sudah kondusif untuk menyelenggarakan pelatihan karena didukung fasilitas yang memadai, suasana belajar yang menyenangkan dan komunikasi yang baik antara instruktur dengan remaja binaan maupun remaja binaan dengan remaja binaan. Setiap remaja binaan mendapatkan mesin jahit sendiri- sendiri. Ruang belajar keterampilan menjahit luas, sejuk, tenang dan nyaman untuk melakukan pelatihan. Instruktur menjalin komunikasi yang baik dengan remaja binaan. Instruktur memposisikan diri sebagai teman yang dekat dengan remaja binaan. Instruktur juga menciptakan komunikasi yang baik antar remaja binaan melalui tugas, kerja sama dan tolong menolong. Instruktur memperbolehkan menggunakan musik saat pelatihan sebagai terapi agar remaja tidak penat dengan permasalahan diri sendiri dan permasalahan menjahit serta mengurangi ketegangan. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta atau remaja binaan masih dipengaruhi oleh faktor dari luar diri remaja. Keinginan untuk berhasil berbeda-beda tergantung sifat, minat, kemampuan dan pengalaman di masa lalu. Keinginan untuk berhasil ditunjukkan dengan tingkat kehadiran remaja dalam mengikuti pelatihan sudah mencapai 75; remaja bersungguh-sungguh dalam memperhatikan penjelasan instruktur; remaja menyelesaikan tugas dalam waktu yang relatif lama karena susah konsentrasi; serta remaja mudah menyerah ketika mengalami kesulitan. 92 Kebutuhan belajar yang masih dipengaruhi faktor dari luar diri remaja seperti instruktur, pegawai BPRSR dan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Enam dari sembilan remaja putus sekolah yang mengikuti keterampilan menjahit sudah cita-cita di masa depan yaitu membuka usaha menjahit. Remaja belajar karena pujian dan hukuman. Remaja tertarik dengan kegiatan pelatihan karena didominasi praktik, kegiatan yang bervariatif, instruktur menjelaskan manfaat mempelajari materi. Kondisi lingkungan belajar keterampilan menjahit sudah kondusif untuk menyelenggarakan pelatihan karena didukung fasilitas yang memadai, suasana belajar yang menyenangkan dan komunikasi yang baik antara instruktur dengan remaja binaan maupun remaja binaan dengan remaja binaan. 2. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Keterampilan Menjahit Remaja Putus Sekolah di BPRSR Yogyakarta Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang dilakukan peneliti didapatkan data bahwa instruktur dan pegawai BPRSR berupaya meningkatkan motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR. Upaya meningkatkan motivasi belajar dilakukan dengan empat cara yaitu menggairahkan remaja untuk belajar, memberikan harapan yang realistis, memberikan insentif dan mengarahkan perilaku remaja. Berikut adalah uraian data hasil penelitian yang diperoleh: a. Menggairahkan remaja untuk belajar Upaya menggairahkan remaja untuk belajar dilakukan dengan penyediaan fasilitas, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, 93 serta mengundang alumni dan pengusaha. Pendamping keterampilan menjahit berupaya menyediakan kebutuhan pelatihan seperti alat dan bahan. BPRSR mengundang alumni dan pengusaha sebelum Praktik Belajar Kerja PBK agar menggairahkan remaja untuk belajar. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu “SR” selaku pendamping keterampilan menjahit, bahwa: “Upaya dari saya menyediakan kebutuhan pelatihan seperti alat dan bahan. Dulu saya beli bahan sendiri, tapi sudah setahun ini pesan pihak ketiga. Kendala sekarang jika pesan bahan tidak segera datang, padahal keburu mau digunakan. Alat dan bahan untuk semua keterampilan dipesan pada pihak ketiga. Kalau dari BPRSR biasanya mengundang alumni dan pengusaha agar anak lebih mantep mengikuti PBK” CW 1, 06022016. Bentuk pembekalan Praktik Belajar Kerja PBK adalah pertemuan antara pengusaha yang bersedia dijadikan tempat PBK dengan remaja binaan. Pengusaha yang bersedia dijadikan tempat PBK diundang sebagai narasumber pertemuan pembekalan PBK ini. Tujuan pembekalan adalah untuk memperkenalkan dunia usaha pada remaja binaan dengan mendatangkan pengusaha atau alumni yang telah berhasil atau membuka usaha mandiri sesuai dengan keterampilan yang diperolehnya serta menyiapkan remaja binaan untuk memahami dunia kerja sesungguhnya. Setelah adanya pembekalan remaja binaan melakukan PBK. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti kondisi sarana dan prasarana sudah memadai dan lengkap. Setiap remaja binaan mendapatkan mesin sendiri-sendiri. Hal ini dilakukan remaja binaan pada saat pelatihan keterampilan menjahit, bahwa: 94 “Setiap remaja menggunakan mesin jahit sendiri-sendiri, perlengkapan menjahit dan bahan dari lembaga. Sarana dan prasarana yang disediakan sudah lengkap CL 10, 16022016. BPRSR berupaya memberikan fasilitas yang memadai. Instruktur mendampingi remaja yang memiliki bakat yang berbeda-beda. Jika instruktur ingin mengembangkan bakat yang berbeda, maka instruktur harus membeli bahan sendiri karena jika dimasukkan dalam daftar permintaan tidak semua remaja binaan bisa memahami. Hal ini disampaikan oleh Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit, bahwa: “Upaya yang dilakukan lembaga yaitu menyediakan fasilitas yang memadai karena jika tidak ada fasilitas anak tidak bisa belajar. Saya mendampingi anak memiliki bakat yang berbeda-beda. Jika ingin mengembangkan bakat yang berbeda saya harus membeli bahan sendiri karena jika dimasukkan dalam daftar permintaan tidak semua anak bisa memahami” CW 2, 10022016. Suasana belajar menyenangkan karena adanya interaksi yang baik antara instruktur dengan remaja serta remaja dengan remaja yang lain. Suasana belajar tidak tegang karena dilengkapi dengan musik yang dapat mencairkan suasana. Materi yang diberikan kepada remaja tidak hanya menjahit pakaian saja, namun bervariatif. Hal tersebut terlihat pada saat observasi kegiatan pelatihan keterampilan menjahit, bahwa: “Suasana belajar menyenangkan karena adanya interaksi yang baik antara instruktur dengan remaja serta remaja dengan remaja yang lain. Suasana belajar tidak tegang karena dilengkapi dengan musik yang dapat mencairkan suasana. Materi yang diberikan kepada remaja tidak hanya menjahit pakaian saja” CL 11, 17022016. Lembaga memberikan penyuluhan MEA dan hukum bagi remaja binaan. Penyuluhan diberikan agar remaja binaan mengetahui kebijakan 95 terbaru yang ada saat ini dan mampu mempersiapkan diri untuk menghadapinya pasar bebas dan persaingan global. Penyuluhan MEA bertujuan agar remaja semangat belajar karena mereka tidak hanya bersaing dengan masyarakat dalam negeri, namun bersaing dengan masyarakat luar negeri. Hal tersebut terlihat pada saat penyuluhan bahwa: “…Penyuluhan MEA dan hukum dilaksanakan dari jam 09.00-12.00 WIB. Materi MEA diberikan kepada remaja binaan agar mereka mengetahui kebijakan terbaru yang ada saat ini. Penyuluhan MEA diadakan agar remaja binaan mengetahui kelemahan dan kelebihan kebijakan MEA dan mampu mempersiapkan diri untuk menghadapinya pasar bebas dan persaingan global. Penyuluhan MEA bertujuan agar remaja semangat belajar karena mereka tidak hanya bersaing dengan masyarakat dalam negeri, namun bersaing dengan masyarakat luar negeri…” CL 4, 28012016. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas didapatkan bahwa upaya menggairahan remaja untuk belajar dilakukan dengan penyediaan fasilitas, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, kegiatan pembelajaran yang bervariatif serta mengundang alumni dan pengusaha saat pembekalan Praktik Belajar Kerja PBK. Pendamping keterampilan menjahit berupaya menyediakan kebutuhan pelatihan seperti alat dan bahan. BPRSR berupaya memberikan sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai. BPRSR mengundang alumni dan pengusaha sebelum PBK. Suasana belajar menyenangkan karena tidak tegang dan adanya interaksi yang baik antara instruktur dengan remaja serta remaja dengan remaja yang lain. 96 b. Memberikan harapan realistis Upaya meningkatkan motivasi belajar dengan memberikan harapan yang realistis dilakukan melalui cerita dan nasehat yang diberikan kepada remaja binaan. Instruktur menceritakan pengalaman hidupnya maupun pengalaman hidup orang lain agar menginspirasi remaja untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Instruktur menegaskan kepada remaja binaan bahwa setiap orang berhak mempunyai masa depan apapun masa lalunya. Remaja berhak mempunyai masa depan asalkan mau berubah menjadi lebih baik. Instruktur menasehati remaja binaan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi kesuksesan. Instruktur tidak mengharuskan remaja binaan menjadi penjahit setelah selesai mengikuti pelatihan. Hal ini disampaikan oleh Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit, bahwa: “Saya selalu menceritakan pengalaman hidup saya maupun pengalaman hidup orang lain agar dapat menginspirasi anak untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Saya tidak mengharuskan anak menjadi penjahit. Setiap anak berhak mempunyai masa depan, apapun masa lalunya” CW 2, 10022016. Instruktur memberikan harapan yang realistis kepada remaja bahwa setelah lulus dari BPRSR remaja binaan dapat membuka usaha menjahit. Instruktur juga menasehati remaja bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi kesuksesan. Instruktur mengatakan bahwa setiap remaja berhak mempunyai masa depan asalkan mau berubah menjadi lebih baik lagi. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit, bahwa: 97 “Instruktur menesehati remaja bahwa setelah lulus dari BPRSR mereka dapat membuka usaha menjahit. Instruktur juga menasehati anak bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi kesuksesan. Instruktur mengatakan bahwa setiap remaja berhak mempunyai masa depan asalkan mau berubah menjadi lebih baik lagi…” CL 11, 17022016. Pekerja sosial menyempatkan diri mendatangi remaja saat pelatihan berlangsung dan berkomunikasi dengan remaja binaan. Hal ini dilakukan oleh Bapak “SM” selaku pekerja sosial, bahwa: “Bapak “SM” selaku pekerja sosial mendatangi remaja saat pelatihan berlangsung dan berkomunikasi dengan remaja binaan” CL 11, 17022016. Remaja binaan diberi pengertian bahwa jalan hidup seseorang tidak ada yang mulus. BPRSR merupakan lembaga perlindungan dan rehabilitasi remaja agar memiliki masa depan seperti remaja pada umumnya dengan memberikan layanan dan fasilitas yang terbaik. Hal tersebut diungkapkan Bapak “ST” selaku koordinator pekerja sosial bahwa: “Ketika anak duduk sendirian atau bersama-sama, saya beri motivasi dan pengertian bahwa jalan menuju rumah masing-masing tidak ada yang mulus. Anak-anak di sini diberi perlindungan dan rehabilitasi agar memiliki masa depan yang lebih baik dengan memberikan layanan dan fasilitas yang terbaik…” CW 8, 19022016. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas didapatkan bahwa upaya meningkatkan motivasi belajar dengan memberikan harapan yang realistis dilakukan melalui cerita dan nasehat yang diberikan kepada remaja binaan. Instruktur menceritakan pengalaman hidupnya maupun pengalaman hidup orang lain agar menginspirasi remaja untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Instruktur menasehati remaja 98 binaan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi kesuksesan. Instruktur memberikan harapan yang realistis kepada remaja bahwa setelah lulus dari BPRSR mereka dapat bekerja dan membuka usaha menjahit. Remaja binaan diberi pengertian bahwa jalan hidup seseorang tidak ada yang mulus. c. Pemberian insentif Instruktur dan BPRSR berupaya meningkatkan motivasi belajar remaja dengan pemberian insentif berupa pujian dan hukuman kepada remaja binaan. Pujian yang diberikan instruktur berupa kata-kata dan segera dapat mengikuti PBK, sedangkan hukuman berupa tambahan pekerjaan selain tugas yang wajib dikerjakan. Instruktur memberikan hukuman yang dapat bermanfaat untuk remaja binaan. Hal ini disampaikan oleh Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit, bahwa: “Upaya yang saya lakukan pujian berupa kata-kata tapi kalau hukuman biasanya target harus selesai dan tambahan pekerjaan. BPRSR akan memberikan hukuman mbak, karena ketua sekarang disiplin sekali” CW 2, 10022016. BPRSR tidak memberikan penghargaan bagi remaja yang berprestasi karena sistem pembelajaran on off sehingga sulit menentukan mana yang paling berprestasi. Hukuman yang diberikan BPRSR Yogyakarta adalah jalan jongkok mengelilingi lapangan futsal, lari dan membersihkan kamar mandi. Setiap jam pelatihan remaja sudah berada di ruang keterampilannya masing-masing. Hal tersebut diungkapkan Bapak “BS” selaku Kepala Sie Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial bahwa: 99 “Upaya yang dilakukan dengan memberikan hukuman, namun hanya bersifat untuk mendisiplinkan, bukan untuk menyakiti dengan seperti itu anak menjadi khwatir jika tidak mengikuti aturan. Sekarang anak sudah tertip, saat jam keterampilan anak tidak ada yang berkeliaran. Hukuman berupa jalan jongkok dan lari. Lembaga tidak memberikan penghargaan kepada anak yang berprestasi karena itu sulit dilakukan. Sistem pembelajaran on off, sehingga sehingga sulit sekali mengetahui anak yang berprestasi dan tidak” CW 6, 16022016. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas didapatkan bahwa upaya meningkatkan motivasi belajar keterampilan remaja putus sekolah di BPRSR dengan pemberian pujian dan hukuman. Instruktur berupaya memberikan pujian berupa kata-kata dan segera dapat mengikuti PBK, sedangkan hukuman berupa tambahan pekerjaan selain tugas yang wajib dikerjakan. BPRSR tidak memberikan penghargaan bagi remaja yang berprestasi karena sistem pembelajaran on off. Hukuman yang diberikan BPRSR adalah jalan jongkok mengelilingi lapangan futsal, lari dan membersihkan kamar mandi. d. Mengarahkan perilaku remaja Remaja binaan di BPRSR adalah remaja bermasalah sehingga susah untuk diarahkan. Instruktur mengarahkan remaja secara person sesuai sifat, karakter, kemampuan dan permasalahan yang dialami remaja. Instruktur memperlakukan remaja yang satu dengan yang lain berbeda- beda. BPRSR fokus pada perlindungan dan rehabilitasi sehingga bimbingan keterampilan hanya sekitar 40 namun 60 lainnya dari bimbingan lain. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit di BPRSR, bahwa: 100 “Anak yang ada di sini bermasalah, sehingga susah untuk diarahkan. Saya melakukan pendampingan kepada anak secara person sesuai sifat, karakter, kemampuan dan permasalahan yang dialami anak. Jadi saya memperlakukan anak satu dengan yang lain berbeda. Di sini adalah balai rehabilitasi yang menangani anak-anak bermasalah, oleh karena itu bimbingan keterampilan itu hanya sekitar 40 namun 60 lainnya dari bimbingan lain” CW 2, 10022016. Instruktur menangani remaja secara personal sesuai dengan sifat, karakter, kemampuan dan permasalahan di masa lalunya. Ada remaja yang diperlakukan dengan lembut dan diperbolehkan bekerja sesuai kemampuannya, serta ada remaja yang diharuskan bekerja dengan target- target yang harus dipenuhi. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit, bahwa: “…Instruktur menangani remaja secara personal sesuai dengan sifat, karakter, kemampuan dan permasalahan di masa lalunya. Instruktur memperlakukan “RA” dengan lembut dan bekerja sesuai kemampuannya, sedangkan instruktur memperlakukan “RK” dengan target-target yang harus dipenuhi” CL 9, 15022016. Pekerja sosial melakukan pendampingan dan pendekatan sosial kepada remaja binaan untuk memberikan harapan yang realistis. Pendekatan sosial bertujuan untuk memulihkan semangat, peka dengan kondisi klien serta melakukan treatment. Hal ini disampaikan oleh Bapak “SM” selaku pekerja sosial, bahwa: “Meningkatkan motivasi belajar dengan melakukan pendekatan dan treatment kepada remaja untuk memulihkan semangat belajarnya, setelah itu baru mengarahkan dan memberikan nasehat” CW 8, 19022016. Lembaga BPRSR menangani remaja binaan dengan cara kekeluargaan, tekanan dari teman sebaya, terapi sesation dan pemberian keterampilan yang mendukung. Remaja binaan tidak dapat mengikuti 101 pelatihan keterampilan dengan baik jika mental sosialnya tidak bagus, sehingga BPRSR memberikan pendampingan dengan menyelenggarakan bimbingan fisik, mental spiritual dan sosial. Hal ini disampaikan oleh Bapak “ST” selaku koordinator pekerja sosial bahwa: “…Anak-anak yang masuk sini adalah anak-anak yang bermasalah. Lembaga BPRSR menangani anak dengan cara kekeluargaan, tekanan dari teman sebaya, terapi sesation dan pemberian keterampilan yang mendukung. Anak tidak anak dapat mengikuti pelatihan keterampilan dengan baik kalau mental sosialnya tidak bagus, sehingga kami melakukan pendampingan dengan menyelenggaraan bimbingan fisik, mental spiritual dan sosial” CW 8, 19022016. BPRSR menyelenggarakan bimbingan fisik, mental dan sosial. Bimbingan fisik berupa olahraga dan pemeriksaan kesehatan; bimbingan mental berupa keagamaan, konseling psikologi, ESQ dan kedisiplinan; sedangkan bimbingan sosial berupa motivasi kelompok, etika budi pekerti, pembinaan generasi muda, outbond dan relaksasi. Hal tersebut diungkapkan Bapak “BS” selaku Kepala Sie Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial bahwa: “Anak-anak yang ada di BPRSR adalah anak-anak yang bermasalah. Banyak layanan yang diberikan misalnya bimbingan fisik, mental dan sosial. Bimbingan fisik berupa olahraga dan pemeriksaan kesehatan; bimbingan mental berupa keagamaan, konseling psikologi, ESQ dan kedisiplinan; sedangkan bimbingan sosial berupa motivasi kelompok, etika budi pekerti, pembinaan generasi muda, outbond dan relaksasi” CW 6, 16022016. Pada hari Kamis jam 08.00 WIB remaja melaksanakan kegiatan di Aula BPRSR. Remaja mengikuti kegiatan hypnotherapy dari jam 07.30- 09.00 WIB. Setelah jam 09.00 WIB petugas yang berseragam polisi ke luar dari aula. Hal ini seperti yang dilakukan oleh remaja binaan, bahwa: 102 “Remaja melaksanakan kegiatan di Aula BPRSR. Berdasarkan informasi dari kepala Sie Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial, Remaja binaan sedang menyelenggarakan hypnotherapy dari jam 07.30-09.00 WIB. Setelah jam 09.00 WIB petugas yang berseragam polisi keluar dari aula” CL 5, 04022016. Remaja yang masih bersantai di asrama ditegur dan segera diarahkan ke aula BPRSR untuk mengikuti kegiatan kesehatan. Remaja mengikuti bimbingan kesehatan dengan materi cara menangani stres. Hal ini seperti yang dilakukan oleh remaja binaan, bahwa: “Setelah selesai sarapan pagi, petugas membunyikan bel. Remaja binaan bergegas menuju ke Aula. Remaja yang masih santai-santai di asrama di marahi dan segera diarahkan ke aula untuk mengikuti kegiatan kesehatan. Materi yang diberikan adalah cara menangani stres” CL 12, 19022016. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas didapatkan bahwa upaya mengarahkan perilaku remaja dilakukan dengan pendampingan kepada remaja binaan. Pendampingan dilakukan dengan memberikan perlakuan yang berbeda kepada remaja sesuai dengan sifat, karakter, kemampuan dan permasalahan yang dialami remaja. Pendampingan dilakukan dengan memberikan bimbingan berupa bimbingan fisik, bimbingan mental dan bimbingan sosial. Remaja yang masuk di BPRSR adalah remaja yang bermasalah. Bimbingan fisik berupa olahraga dan pemeriksaan kesehatan; bimbingan mental berupa keagamaan, konseling psikologi, ESQ dan kedisiplinan; sedangkan bimbingan sosial berupa motivasi kelompok, etika budi pekerti, pembinaan generasi muda, out bond dan relaksasi. 103 Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa instruktur dan pegawai BPRSR berupaya meningkatkan motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah dengan menggairahkan remaja untuk belajar melalui penyediaan fasilitas, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, kegiatan pembelajaran yang bervariatif serta mengundang alumni dan pengusaha saat pembekalan Praktik Belajar Kerja PBK; memberikan harapan yang realistis melalui cerita dan nasehat; memberikan penghargaan berupa pujian dan hukuman serta melakukan pendampingan kepada remaja binaan. 3. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Keterampilan Menjahit Remaja Putus Sekolah di BPRSR Yogyakarta Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang dilakukan peneliti diperoleh data faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar remaja. Berikut adalah uraian data hasil penelitian yang diperoleh: a. Faktor Intrinsik Faktor instrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri remaja putus sekolah yang dibina BPRSR atau remaja binaan. Faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan remaja putus sekolah di BPRSR adalah minat dalam menjahit, cita-cita di masa depan, kemampuan IQ dan kondisi remaja. Remaja binaan belum memiliki kesadaran untuk memproses diri dan memahami kerja dengan hati. Hal tersebut karena minat, cita-cita di masa 104 depan, kemampuan remaja dan permasalahan yang dialami remaja. Hal ini disampaikan oleh Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit, bahwa: “Faktor yang mempengaruhi adalah kesadaran memproses diri, namun kesadaran untuk memproses diri masih kurang dan belum semua memahami kerja dengan hati. Hal tersebut bisa karena minat, cita-cita di masa depan dan kemampuan anak sendiri. Selain itu juga karena anak yang berada di sini bermasalah sehingga kondisi anak tersebut juga mempengaruhi motivasinya” CW 2, 10022016. Remaja binaan BPRSR mengalami masalah dalam kehidupannya misalnya berasal dari keluarga tidak mampu, broken home, putus sekolah dan berhadapan dengan hukum sehingga kondisi psikologisnya mempengaruhi motivasinya untuk belajar. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu “SR” selaku pendamping keterampilan menjahit bahwa: “Umumnya anak yang ada di sini bermasalah seperti keluarga tidak mampu, broken home, tidak sekolah, kasus hukum. Keadaan psikologis mempengaruhi mbak, tapi saya tidak begitu paham, mending tanya peksosnya atau psikolognya” CW 1, 06022016. BPRSR adalah lembaga yang fokus pada pemberian perlindungan dan rehabilitasi sosial bagi remaja yang mengalami masalah kesejahteraan sosial. Remaja binaan perlu direhabilitasi karena keterampilan tidak bisa diterima secara maksimal jika remaja mengalami masalah-masalah. Hal ini disampaikan oleh Bapak “BS” selaku Kepala Sie Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial, bahwa: “BPRSR adalah lembaga yang fokus pada pemberian perlindungan dan rehabilitasi sosial bagi remaja yang mengalami masalah kesejahteraan sosial. Semua anak yang di sini pernah bermasalah, oleh karena itu perlu direhabilitasi karena keterampilan tidak bisa diterima secara maksimal jika anak mengalami masalah-masalah” CW 6, 16022016. 105 Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar dari dalam adalah permasalahan yang dialami remaja binaan sehingga dilakukan konseling individu yang cepat dan tidak berlarut-larut. Hal ini disampaikan oleh Bapak “ST” selaku koordinator pekerja sosial, bahwa: “Faktor dari dalam diri anak, permasalahan keluarga, teman, sehingga dilakukan konseling individu yang cepat dan tidak berlarut- larut” CW 8, 19022016. Faktor yang mempengaruhi motiasi belajar dari dalam adalah kondisi remaja itu sendiri. Kondisi remaja menghambat motivasi belajar karena mengalami permasalahan di dalam dirinya. Hal serupa juga disampaikan oleh Bapak “SH” selaku pekerja sosial, bahwa: “Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar remaja adalah kondisi anak itu sendiri. Hal itulah yang menghambat motivasinya mbak” CW 9, 27022016. Kemampuan IQ dan kondisi psikologis remaja binaan mempengaruhi motivasi belajar. Remaja yang mempunyai kemampuan IQ rendah cenderung mempunyai motivasi belajar rendah karena kemampuan memahami materi rendah sehingga mudah putus asa. Hal ini disampaikan oleh Bapak “SM” selaku pekerja sosial, bahwa: “Kemampuan IQ dan kondisi psikologis anak, tapi kami tidak begitu mengerti makanya kami pasrahkan kepsikolognya. Kemampuan IQ kurang menyebabkan anak mudah putus asa karena sulit memahami materi…” CW 8, 19022016. Remaja yang mempunyai minat, cita-cita di masa depan dan kemampuan, memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Sedangkan remaja yang tidak berminat menjahit, belum memiliki cita-cita di masa 106 depan serta memiliki kemampuan IQ kurang, kurang bersemangat dalam belajar. Remaja yang memiliki permasalah di dalam dirinya, susah berkonsentrasi dalam mengikuti pelatihan. Hal tersebut terlihat pada saat pelatihan keterampilan menjahit, bahwa: “Remaja yang mempunyai minat, cita-cita di masa depan dan kemampuan, memiliki semangat yang tinggi untuk belajar Sedangkan remaja yang tidak berminat menjahit, belum memiliki cita-cita di masa depan serta memiliki kemampuan IQ kurang, kurang bersemangat dalam belajar Remaja yang memiliki permasalah di dalam dirinya, susah berkonsentrasi dalam mengikuti pelatihan” CL 13, 22022016 . Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas didapatkan bahwa faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah adalah minat dalam menjahit, cita-cita di masa depan, kemampuan IQ dan kondisi remaja. Remaja yang mempunyai minat, cita-cita di masa depan dan kemampuan memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Sedangkan remaja yang tidak berminat menjahit, belum memiliki cita-cita di masa depan serta memiliki kemampuan IQ kurang, kurang bersemangat dalam belajar. Remaja yang memiliki permasalah di dalam dirinya susah berkonsentrasi dalam mengikuti pelatihan. Remaja binaan BPRSR mengalami masalah keluarga tidak mampu, broken home, putus sekolah dan berhadapan dengan hukum sehingga kondisi psikologisnya mempengaruhi motivasinya untuk belajar. Remaja yang bermasalah perlu direhabilitasi karena materi pelatihan tidak dapat diterima secara maksimal jika remaja mengalami masalah-masalah di dalam dirinya. 107 b. Faktor Ekstrinsik Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar remaja adalah pujian dan hukuman, peran orang tua, peran instruktur, teman bergaul serta sarana dan prasarana. Hal ini disampaikan oleh Ibu “TW” selaku instruktur keterampilan menjahit, bahwa: “…faktor yang mempengaruhi adalah peran instruktur dalam memotivasi anak, peran peksos sebagai pendamping anak, dukungan orang tua mbak, teman bergaul serta fasilitas dan layanan yang disediakan di sini” CW 2, 10022016. Faktor dari luar yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit di BPRSR adalah sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana seperti gedung, alat dan bahan sudah tersedia Hal ini seperti yang dilakukan remaja binaan keterampilan menjahit, bahwa: “Sarana dan prasaran seperti gedung, alat dan bahan sudah tersedia sehingga remaja tinggal memanfaatkan apa yang ada. Remaja bersemangat menjahit karena sarana dan parasana yang disediakan sudah lengkap dan gratis serta instruktur selalu memotivasi anak untuk belajar dengan giat” CL 13, 22022016. Remaja yang masuk BPRSR adalah remaja bermasalah sehingga lembaga ini lebih difokuskan pada rehabilitasi. BPRSR memberikan layanan berupa bimbingan fisik, mental dan sosial agar remaja dapat tumbuh seperti remaja pada umumnya. Hal tersebut diungkapkan Bapak “BS” selaku Kepala Sie Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial di BPRSR, bahwa: “Anak-anak yang masuk BPRSR adalah anak-anak bermasalah sehingga lembaga ini lebih difokuskan pada rehabilitasi. BPRSR memberikan bimbingan kepada anak berupa bimbingan fisik, mental dan sosial” CW 6, 16022016. 108 Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar adalah peran instruktur dan pekerja sosial, dukungan orang tua, layanan serta sarana prasarana. Hal ini disampaikan oleh Bapak “ST” selaku koordinator pekerja sosial, bahwa: “Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar anak dapat berasal dari peran instruktur dan pekerja sosial, layanan serta sarana prasarana” CW 8, 19022016. Hal serupa juga ditegaskan oleh Ibu “SB” selaku pekerja sosial bahwa: “Faktor keluarga misalnya karena korban perceraian keluarga. Pemberian fasilitas yang memadai. Peran instruktur dan peksos” CW 8, 19022016. Teman bergaul mempengaruhi motivasi belajar remaja binaan. Teman yang memiliki motivasi rendah dapat membuat motivasi remaja binaan yang bersangkutan menjadi rendah. Hal tersebut diungkapkan Bapak “SM” selaku pekerja sosial bahwa: “…teman bergaul misalnya “AW” dan “PJ” tidak merokok, namun teman yang merokok menyuruh “AW” dan “PJ” untuk menunggunya sehingga kadang datangnya terlambat. Dukungan dari keluarga, peran peksos, instruktur” CW 8, 19022016. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas didapatkan bahwa faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar adalah fasilitas, layanan, pujian dan hukuman, peran instruktur, peran pegawai, dukungan keluarga dan teman bergaul. Faktor pendukung yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit adalah fasilitas, layanan, pujian dan hukuman, peran instruktur dan peran pegawai di BPRSR, sedangkan faktor penghambat adalah dukungan dari orang tua 109 dan teman bergaul. Peran orang tua dalam memotivasi remaja binaan masih kurang karena umumnya berasal dari keluarga bermasalah. Sarana dan prasarana seperti gedung, alat dan bahan sudah tersedia sehingga remaja tinggal memanfaatkan apa yang ada. Layanan berupa bimbingan fisik, mental dan sosial. Remaja yang masuk BPRSR adalah remaja bermasalah sehingga lembaga ini lebih difokuskan pada perlindungan dan rehabilitasi. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar keterampilan menjahit dipengaruhi faktor intrinsik yaitu minat dalam menjahit, cita-cita di masa depan, kemampuan IQ dan kondisi remaja; sedangkan faktor ekstrinsik yaitu fasilitas, layanan, pujian dan hukuman, peran instruktur, peran pekerja sosial, dukungan keluarga dan teman bergaul. Faktor pendukung ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit adalah fasilitas, layanan, pujian dan hukuman, peran instruktur dan peran pegawai di BPRSR, sedangkan faktor penghambat adalah dukungan dari orang tua dan teman bergaul. 110 Tabel 7. Ringkasan Hasil Penelitian No Indikator Ringkasan Hasil Penelitian 1 Motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta Motivasi belajar keterampilan menjahit masih dipengaruhi oleh faktor dari luar diri remaja. Keinginan untuk berhasil berbeda-beda tergantung sifat, minat, kemampuan dan pengalaman di masa lalu. Keinginan untuk berhasil ditunjukkan dengan tingkat kehadiran remaja dalam mengikuti pelatihan sudah mencapai 75; remaja bersungguh-sungguh dalam memperhatikan penjelasan instruktur; remaja menyelesaikan tugas dalam waktu yang relatif lama karena susah konsentrasi; serta remaja mudah menyerah ketika mengalami kesulitan. Kebutuhan belajar yang masih dipengaruhi faktor dari luar diri remaja seperti instruktur, pegawai BPRSR dan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Enam dari sembilan remaja putus sekolah yang mengikuti keterampilan menjahit sudah mempunyai cita-cita di masa depan. Remaja belajar karena pujian dan hukuman. Remaja tertarik dengan kegiatan pelatihan karena didominasi praktik, kegiatan yang bervariatif, instruktur menjelaskan manfaat mempelajari materi. Kondisi lingkungan belajar keterampilan menjahit sudah kondusif untuk menyelenggarakan pelatihan karena didukung fasilitas yang memadai, suasana belajar yang menyenangkan dan menjalin komunikasi yang baik instrukur dengan remaja binaan dan antar remaja binaan. 2 Upaya meningkatkan motivasi belajar keterampilan remaja putus sekolah di BPRSR Instruktur dan pegawai BPRSR berupaya meningkatkan motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah dengan menggairahkan remaja untuk belajar melalui penyediaan fasilitas, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, kegiatan pembelajaran yang bervariatif serta mengundang alumni dan pengusaha saat pembekalan Praktik Belajar Kerja PBK; memberikan harapan yang realistis melalui cerita dan nasehat; memberikan pujian dan hukuman serta melakukan pendampingan kepada remaja binaan. 3 Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta Motivasi belajar keterampilan menjahit dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu minat dalam menjahit, cita-cita di masa depan, kemampuan IQ dan kondisi psikologis remaja; sedangkan faktor ekstrinsik yaitu fasilitas, layanan, pujian dan hukuman, peran instruktur, peran pekerja sosial, dukungan keluarga dan teman bergaul. 111

B. Pembahasan

Pembahasan dari data penelitian yang peneliti dapatkan dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi mengenai motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta yaitu:

1. Motivasi Belajar Keterampilan Menjahit Remaja Putus Sekolah di BPRSR Yogyakarta

Pelatihan keterampilan menjahit merupakan salah satu program bimbingan di BPRSR yang bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan serta keterampilan kerja sebagai bekal untuk kehidupan dan penghidupan masa depannya secara wajar. Hal ini diungkapkan oleh Fauzia 2011: 20 bahwa pelatihan adalah kegiatan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan pengembangan bakat dalam upaya meningkatkan kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan tertentu atau pekerjaan yang spesifik. Menurut Heri Rahyubi 2012: 211 keterampilan adalah gambaran kemampuan motorik seseorang yang ditunjukkan melalui penguasaan suatu gerakan. Pelatihan keterampilan menjahit di BPRSR merupakan kegiatan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan pengembangan bakat dalam upaya meningkatkan kinerja remaja binaan dalam suatu pekerjaan menjahit. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di BPRSR Yogyakarta disebutkan bahwa motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR Yogyakarta masih dipengaruhi oleh faktor dari luar diri remaja. Keinginan remaja untuk berhasil berbeda-beda tergantung sifat, minat, kemampuan dan permasalahan di masa lalu. Keinginan untuk berhasil 112 ditunjukkan dengan tingkat kehadiran remaja dalam mengikuti pelatihan sudah 75; remaja bersungguh-sungguh dalam memperhatikan penjelasan instruktur; remaja menyelesaikan tugas dalam waktu yang relatif lama karena susah konsentrasi; serta remaja mudah menyerah ketika mengalami kesulitan. Kebutuhan belajar remaja binaan masih dipengaruhi faktor dari luar diri remaja seperti instruktur, pegawai BPRSR dan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Enam dari sembilan remaja putus sekolah yang mengikuti keterampilan menjahit sudah mempunyai cita-cita di masa depan. Remaja belajar karena adanya pujian dan hukuman. Remaja tertarik dengan kegiatan pelatihan karena didominasi praktik, kegiatan yang bervariatif, instruktur menjelaskan manfaat mempelajari materi. Kondisi lingkungan belajar keterampilan menjahit sudah kondusif untuk menyelenggarakan pelatihan karena didukung fasilitas yang memadai, suasana belajar yang menyenangkan dan komunikasi yang baik antara instruktur dengan remaja binaan maupun remaja binaan dengan remaja binaan. Motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno 2014: 23 adalah dorongan internal dan eksternal pada warga belajar yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Motivasi berfungsi mendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki serta menyeleksi perbuatan Sardiman, 2007: 85. Motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Menurut Sardiman 2007: 89 motivasi intrinsik menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada 113 dorongan melakukan sesuatu, sedangkan motivasi ekstrinsik aktif dan berfungsinya karena adanya perangsangan dari luar. Menurut Sumadi Suryabrata 2011: 73 motif ekstrinsik dapat berasal dari keluarga, instruktur, lingkungan sekitar, teman sebaya. Hamzah B. Uno 2014: 23 menyebutkan indikator motivasi belajar yaitu adanya hasrat dan keinginan berhasil, dorongan dan kebutuhan belajar, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan adanya lingkungan belajar yang kondusif. Motivasi belajar keterampilan menjahit remaja putus sekolah di BPRSR berasal dari faktor eksternal. Motivasi belajar keterampilan remaja berfungsi sebagai pendorong remaja untuk berbuat, menetukan arah perbuatan dan menyeleksi perbuatan sesuai dengan rumusan tujuan pelatihan yaitu memperoleh keterampilan menjahit sebagai bekal kehidupan dan penghidupan di masa depan. Dorongan remaja binaan yang sedang belajar keterampilan menjahit untuk mengadakan perubahan tingkah laku di BPRSR Yogyakarta berfungsinya karena adanya perangsangan dari luar. Remaja yang memiliki motivasi belajar secara eksternal mudah hilang jika tidak ada lagi rangsangan dari luar. Motivasi belajar remaja berasal dari faktor eksternal karena remaja mengalami permasalahan kesejahteraan sosial di dalam dirinya seperti anak korban broken home, kekerasan dalam rumah tangga, putus sekolah, keluarga tidak mampu, kerusuhan sosial, pengungsi, maupun berhadapan dengan hukum. Permasalahan dalam diri remaja binaan menghambat munculnya 114 motivasi belajar yang berasal dari dalam dirinya, sehingga perlu adanya upaya dari luar untuk meningkatkan motivasi belajar remaja. Remaja termotivasi belajar karena adanya keinginan untuk berhasil dalam mengikuti pelatihan keterampilan menjahit. Remaja memiliki keinnginan untuk berhasil dalam mengikuti pelatihan keterampilan menjahit yang berbeda-beda. Keinginan untuk berhasil tergantung sifat, minat, kemampuan dan permasalahan di masa lalu. Teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement nAch yang dikembangkan oleh David McClelland menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi Kompri, 2015: 13. McClelland menjelaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Dorongan nAch yaitu kebutuhan akan pencapaian mengarahkan individu untuk berjuang lebih keras untuk memperoleh pencapaian pribadi ketimbang memperoleh penghargaan Kompri, 2015: 13. Motivasi belajar keterampilan menjahit remaja berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Setiap remaja memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Kebutuhan akan prestasi mengarahkan remaja untuk berjuang lebih keras untuk memperoleh pencapaian pribadi ketimbang memperoleh penghargaan. Keinginan remaja untuk berhasil dalam mengikuti pelatihan keterampilan menjahit tergantung sifat, minat, kemampuan dan permasalahan di masa lalu sehingga mempengaruhi kekuatan kebutuhan untuk mencapai prestasinya. Kekuatan kebutuhan untuk mencapai

Dokumen yang terkait

Efektifitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Anak Remaja Putus Sekolah Di Upt.Pelayanan Sosial Anak Remaja Tanjung Morawa

8 156 133

Evaluasi program bimbingan ketrampilan menjahit untuk anak putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur

0 12 128

PEMBINAAN MORAL PADA REMAJA PUTUS SEKOLAH DI BALAI REHABILITASI SOSIAL ”WIRA ADHI KARYA” UNGARAN

4 61 337

STUDI TENTANG PENYELENGGARAAN PELATIHAN KETERAMPILAN MODISTE BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH : Studi Deskriptif Pelatihan Keterampilan Modiste di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Cimahi.

1 6 34

PENYELENGGARAAN PELATIHAN TATA RIAS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PEMANGKASAN RAMBUT BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH DI BALAI PEMBERDAYAAN SOSIAL BINA REMAJA CIBABAT-CIMAHI.

1 2 36

Pengaruh Struktur Organisasi, Motivasi, Gaya Kepemimpinan dan Teknologi terhadap Kinerja Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja Yogyakarta.

0 0 13

PEMBERDAYAAN REMAJA PUTUS SEKOLAH MELALUI PELATIHAN KETERAMPILAN TATA RIAS DALAM UPAYA MENDORONG KEMANDIRIAN REMAJA BINAAN DI BALAI PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL REMAJA YOGYAKARTA.

2 26 202

KEMAMPUAN BERINTERAKSI SOSIAL REMAJA PUTUS SEKOLAH (STUDI KASUS DI BALAI PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL REMAJA YOGYAKARTA).

3 25 263

PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM PEMBINAAN REMAJA DI BALAI PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL REMAJA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

5 55 175

PEMBINAAN KEAGAMAAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH DI BALAI REHABILITASI SOSIAL “WIRA ADHI KARYA” UNGARAN TAHUN 2014/2015 - Test Repository

0 0 168