Tingkat Kerusakan Ekosistem Mangrove

6.2. Pembahasan

6.2.1. Tingkat Kerusakan Ekosistem Mangrove

Kondisi penutupan vegetasi di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai sudah banyak mengalami intervensi kegiatan manusia. Vegetasi utama di kawasan ini bukan lagi vegetasi mangrove yang merupakan ciri khas ekosistem pesisir bertopografi datar - landai dan bertipe tapak lahan basah. Sedangkan tegakan mangrove yang tersisa di sebagian wilayah ini merupakan tegakan sekunder yang sudah mengalami tekanan ekosistem cukup berat. Tegakan mangrove yang tersisa ini tersebar secara kurang terpola di sepanjang kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Gambar 12. Gambaran di atas sebenarnya senada dengan laporan Purwoko dan Onrizal 2002, yang menyatakan bahwa di beberapa lokasi lain di kawasan pantai timur Sumatera Utara juga mengalami kerusakan yang sama. Kondisi tersebut ternyata juga tidak hanya terjadi di pesisir timur Sumatera Utara, melainkan juga terjadi di kawasan pesisir lainnya. Sebagai contoh, Anwar Gunawan 2006 melaporkan bahwa luas mangrove di wilayah Provinsi Sumatera Barat bahkan sekitar 95 18.404,92 ha kondisinya rusak dan hanya sekitar 5 909,82 ha yang dalam kondisi baik. Kondisi sebagaimana diuraikan di atas sesuai dengan hasil analisa tingkat kerusakan Tabel 16 yang menempatkan tingkat kerusakan ekosistem mangrove kawasan ini secara keseluruhan berada pada selang kategori rusak – sedang skor 2.4. Tingkat kerusakan ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kondisi penutupan vegetasi NDVI. Hal itu menggambarkan bahwa kondisi kerusakan tersebut lebih disebabkan karena pengaruh tekanan manusia dan bentuk-bentuk pengelolaan ekosistem yang tidak ramah lingkungan berdampak merusak. Universitas Sumatera Utara Dari hasil pengamatan lapangan, bentuk-bentuk kerusakan yang terjadi dikarenakan adanya kegiatan penebangan pemanfaatan hasil hutan kayu secara berlebihan di masa lalu, pemanfaatan hasil hutan non kayu, dan pemanfaatan lahan mangrove untuk aktivitas ekonomi lain. Pemanfaatan hasil hutan kayu yang dilakukan berupa pengambilan batang terkadang sampai tonggak jenis-jenis kayu bakau Rhizopora mucronata, bakau mata buaya Bruguiera gymnorhiza dan tengar Ceriops tagal. Pemanfaatan hasil hutan non kayu yang dominan masih sebatas pemanfaatan daun nipah untuk pembuatan aneka produk seperti atap, pagar dan lidi. Sedangkan aktivitas ekonomi lain yang sering dilakukan pada ekosistem mangrove adalah pertambakan alam, budidaya tanaman perkebunan umumnya sawit, sebagian kakao dan sebagian budidaya padi Gambar 12. Sumber: Google Earth, 2010 Gambar 12. Gambaran Bentuk Kerusakan Ekosistem Mangrove di Lokasi Penelitian. Gambaran kondisi kerusakan fisik ekosistem mangrove di pesisir pantai timur Sumatera Utara yang terletak di sistem lahan KJP dan PTG lebih jauh dijelaskan Universitas Sumatera Utara Onrizal dan Kusmana 2008, dengan beberapa aspek utama sebagai berikut; 1 Komposisi flora tersusun oleh 20 jenis flora mangrove, dengan jenis paling dominan adalah A. marina. Jenis ini merupakan kelompok jenis pionir yang umumnya tumbuh pada lahan mangrove yang mengalami kerusakan danatau tertekan. 2 Tumbuhan mangrove yang dijumpai hanya berada pada tingkat semai dan pancang, sedangkan tingkat pohon tidak dijumpai, sehingga tergolong hutan mangrove muda dan merupakan gambaran dari ekosistem hutan yang mengalami ekspliotasi tidak terkendali. 3 Parameter tanah dan kualitas air yang penting bagi pertumbuhan mangrove, secara umum tidak melampaui ambang batas yang diperkenankan, kecuali potensi pirit yang terdapat di kedua sistem lahan yang akan mengancam pertumbuhan mangrove jika tidak segera teratasi, karena bersifat racun bagi tumbuhan.

6.2.2 Kesesuaian Peruntukkan Mangrove