sumber daya hayati, proteksi pantai, pemeliharaan kualitas air, dan prosuksi primer
maupun sekunder atas hutan mangrove tersebut.
36 Sediadi Wenno,
1994 Tingkat Kesuburan
dan Kondisi Hidrologi Perairan
Mangrove Teluk Bintuni, Irian Jaya.
− Tingkat kesuburan tinggi dibandingkan teluk lainnya, disebabkan oleh 1 Suplai nutrisi dari
ekosistem mangrove, 2 sumbangan dari luar melalui arus yang permanen menyusuri Teluk
Bintuni.
Kontribusi penelitian
Selain dari penelitian-penelitian dengan tema sejenis sebagaimana yang telah disajikan sebelumnya, penelitian ini diharapkan akan menghasilkan sesuatu yang baru
sebagai sumbangan dalam kajian pengembangan wilayah pesisir berbasis pengelolaan ekosistem mangrove. Penelitian terdahulu umumnya lebih menekankan pada
besarnya potensi ekonomi ekosistem hutan mangrove dan dampaknya akibat kerusakan dan konversi perubahan peruntukan yang terjadi.
Dalam kajian ini kerusakan dan perubahan peruntukkan dianalisis pengaruhnya terhadap beberapa indikator pengembangan wilayah kawasan pesisir.
Dalam hal ini, diperoleh model hubungan yang lebih fokus yang mengkaitkan antara sumber daya alam mangrove sebagai salah satu pilar utama pengembangan wilayah di
kawasan pesisir dengan pengembangan wilayah pesisir.
2.7. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Integrated Coastal Zone
Management
Pelestarian sumberdaya hutan mangrove merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan karena kegiatan tersebut sangat membutuhkan sifat
akomodatif terhadap segenap pihak terkait, baik yang berada di sekitar kawasan
2.7.1. Konsepsi dan Strategi
Universitas Sumatera Utara
maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih
dirasakan manfaatnya bilamana keberpihakan kepada institusi yang sangat rentan terhadap sumberdaya hutan mangrove, dalam hal ini masyarakat diberikan porsi yang
lebih besar Bengen dan Luky, 1998 dalam Puryono, 2006. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat
sebagai komponen utama penggerak pelestarian hutan mangrove. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove perlu untuk diarahkan
kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya hutan mangrove. Salah satu strategi penting yang saat ini sedang banyak dibicarakan orang
dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk ekosistem hutan mangrove adalah pengelolaan berbasis masyarakat Community Based Management dengan
pengelolaan sumberdaya hutan mangrove secara terpadu berbasis masyarakat. Pengelolaan sumberdaya hutan mangrove secara terpadu berbasis masyarakat ini
didasarkan pada pandangan tentang perlunya mempertimbangkan faktor-faktor sosial- ekonomi, peran serta masyarakat, dan keterpaduan pihak-pihak terkait stake holders.
Ketiga hal inilah yang akan menentukan pengelolaan sumberdaya hutan mangrove dapat dilakukan secara adil, demokratis, efisien, dan profesional, guna menjamin
berkelanjutannya fungsi dan manfaat sumberdaya hutan mangrove. Menurut Sutrisno 2005 menyatakan bahwa konsep keterpaduan dalam
pengelolaan kawasan pantai meliputi keterpaduan antar lembagasektor, keterpaduan antar pemerintahkewenangan, keterpaduan antar darat dengan laut, dan keterpaduan
antar sains dan manajemen. Demikian halnya kawasan hutan mangrove yang merupakan bagian integral dari kawasan pantai, maka keterpaduan tersebut mencakup
antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. Keterpaduan antar lembagasektor sangat diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih, ketidaksesuaian program dan sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan
sumberdaya hutan mangrove. Adanya forum komunikasi di tingkat pusat, provinsi, dan kabupatenkota sangat diperlukan untuk mensinkronkan dan
mensinergikan program yang ingin dicapai. 2. Keterpaduan antar pemerintah, dalam hal ini menyangkut pengaturan pembagian
urusankewenangan perlu diperjelas dan dipertegas. Penjabaran UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah berupa peraturan pelaksanaannya yang mengatur
pembagian kewenangan pemerintah pusat, propinsi, dan kabupatenkota sangat diperlukan agar tidak terjadi keragu-raguan dalam melaksanakan pengelolaan
sumberdaya hutan mangrove. 3. Keterpaduan antar ekosistem darat dengan laut, perlu disinkronkan dan
disinergikan. Pengelolaan ekosistem darat dan laut harus saling menunjang, mendukung, untuk itu kebijakan dalam perencanaan pengelolaan ekosistem darat
dan laut diarahkan secara holistik dan komprehensif. 4. Keterpaduan antar sains dan manajemen, pola pikir keilmiahan dan pengelolaan
sumberdaya hutan mangrove perlu diintegrasikan, hal ini untuk mencegah adanya pemahaman yang kelirubias.
Berdasarkan Kepmen Kelautan dan Perikanan No.: Kep.10Men2002 tanggal 9 April 2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu,
Prinsip dasar azas pengelolaan pesisir terpadu meliputi keterpaduan, desentralisasi pengelolaan, pembangunan berkelanjutan, keterbukaan dan peranserta masyarakat,
serta kepastian hukum.
Universitas Sumatera Utara
a. Keterpaduan horizontal