perubahan pengembangan wilayah hanya sebesar 55.8 , dan sisanya 44.2 diterangkan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam peneitian ini. Hal ini terjadi
dikarenakan dalam penelitian ini hanya mengkaji pengembangan wilayah pesisir dari pilar sumber daya alam, dan masih terdapat sedikitnya 2 pilar lain yang tidak dikaji
yakni sumber daya manusia dan teknologi. Dimungkinkan apabila kedua aspek tersebut digunakan akan bisa menjelaskan perubahan pengembangan wilayah secara
lebih komprehensif koefisien determinasi mendekati 100. Akan tetapi secara keseluruhan koefisien determinasi model di atas sebesar 91.15 , yang artinya
variabel-variabel penduga secara keseluruhan mampu menjelaskan variabel pengembangan wilayah pesisir sebesar 91.15 , dan 8.85 sisanya dijelaskan oleh
variabel lain. Nilai R
2
ini menggambarkan model yang cukup baik digunakan.
6.2.7. Hasil Analisis Keseluruhan
Penelitian-penelitian yang mengkaji ekosistem mangrove selama ini umumnya terbatas pada penelusuran hubungan antara variabel-variabel teknis pengelolaan
ekosistem mangrove dengan kualitas hutan mangrove dan ekosistemnya. Beberapa penelitian sebagaimana yang dilakukan Purwoko 2005 mengkaji dampak dari
kualitas hutan mengrove dan ekosistemnya terhadap perubahan pendapatan nelayan. Sejauh yang berhasil ditelusuri, belum ada kajian yang menganalisis hubungan antara
variabel-variabel teknis pengelolaan ekosistem mangrove terhadap kedudukan ekosistem itu sendiri sebagai pilar pengembangan wilayah pesisir secara keseluruhan.
Sementara, hampir seluruh bentuk interaksi antara masyarakat dengan ekosistem mangrove pada akhirnya selalu berorientasi kepada peningkatanpengembangan
kawasan pesisir, terutama perekonomian masyarakat pesisir. Dari keseluruhan analisis di atas dapat diperoleh satu luaran penting yang
merupakan temuan utama dalam penelitian ini. Hasil analisis dimaksud adalah
Universitas Sumatera Utara
adanya hubungan yang signifikan antara variabel-variabel teknis pengelolaan ekosistem mangrove dengan pengembangan wilayah pesisir melalui variabel antara
moderator tingkat kerusakan dan kesesuaian peruntukkan ekosistem mangrove. Hubungan dimaksud menyatakan bahwa kurang intensifnya pengamanan, tidak
terkendalinya kegiatan penebangan, tidak terkendalinya kegiatan industri pengolahan kayu bakau, adanya kegiatan konversi menjadi lahan pertanianperkebunan di
kawasan pesisir, tidak efektifnya kegiatan penyuluhan, lemahnya keberadaanperanan kelompok swadaya masyarakat, dan kurang baiknya tingkat pemahaman masyarakat
terhadap ekosistem mangrove secara bersama-sama menurunkan kapasitas sumberdaya mangrove dalam pengembangan wilayah di kawasan pesisir.
Merujuk kepada fakta di lapangan, selama ini banyak variabel-variabel dimaksud yang justru cenderung bernilai negatif, misalnya penebangan kayu bakau
berlangsung cukup intensif dan tidak ramah lingkungan, konversi menjadi peruntukkan lain terjadi sejak lama, pengamanan tidak dilakukan dengan baik,
penyuluhan dilakukan dengan kurang terpogram dan konsisten, dan sebagainya. Kondisi tersebut secara lambat namun pasti menyebabkan variabel-variabel teknis
pengelolaan ekosistem mangrove mengarah kepada nilai yang tida pro kualitas dan kesesuaian peruntukkan ekosistem mangrove, dan pada akhirnya berdampak pada
penurunan kapasitas ekosistem mangrove sebagai pilar pengembangan wilayah di
kawasan pesisir.
6.2.8. Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove untuk Pengembangan Kawasan Pesisir
Strategi pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir yang dikaji dalam penelitian ini adalah strategi pengelolaan dan pengembangan yang berbasis
pengelolaanpemanfaatan ekosistem mangrove sebagai pilar pengembangan wilayah
Universitas Sumatera Utara
di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Strategi pengembangan di sini dianalisis berdasarkan hasil kajian SWOT yang dilakukan di lokasi penelitian Tabel
33. Hasil kajian SWOT yang diperoleh ini digunakan sebagai landasan
penyusunan alternatif-alternatif strategi yang dirumuskan berdasarkan pendekatan pemanfaatan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang SO, meminimalisir
kelemahan internal untuk bisa memanfaatkan peluang WO, pemanfaatan kekuatan internal untuk menghadapi ancaman ST dan meminimalisir kelemahan internal
untuk bisa menghadapi ancaman WT. Dengan analisis SWOT ini dihasilkan rekomendasi arahan strategi
pengelolaanpengembangan ekosistem mangrove untuk pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai. Kerangka arahan strategi pengelolaan dan
pengembangan tersebut disajikan dalam bentuk matrik strategi pengembangan yang sesuai dengan kondisi internal dan internal serta skala prioritasnya Tabel 33.
Strategi Kekuatan – Peluang Strategi SO.
Secara umum ekosistem mangrove di Kawasan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai memiliki potensi internal berupa adanya sumberdaya hayati yang merupakan
nutrisi utama biota laut di kawasan pesisir dan kemampuan ekosistem mangrove dalam memproduksi sumberdaya perikanan yang menjadi sumber mata pencaharian
utama masyarakat pantai. Potensi manfaat langsung juga tersedia berupa aneka hasil hutan kayu dan non kayu yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain itu,
ekosistem mangrove juga merupakan sarana transportasi dan sosialisasi yang efektif dipergunakan oleh masyarakat selama ini.
Di sisi lain, di lingkungan sekitar kawasan terdapat peluang yang bisa dikembangkan berupa kebijakan pemerintah setempat yang mendukung upaya
Universitas Sumatera Utara
pengelolaan mangrove secara lebih baik, demikian juga dalam konteks global dimana isu pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari mendapatkan sorotan yang intensif.
Selain itu, adanya proses peningkatan taraf pendidikan dan pemahaman lingkungan masyarakat sekitar kawasan disertai dengan meningkatnya kemampuan masyarakat
dalam mengembangkan alternatif-alternatif upaya peningkatan kesejahteraan berbasis pemanfaatan hasil hutan mangrove.
Berdasarkan analisa di atas, maka strategi SO yang dirumuskan dalam hal ini harus bersifat optimalisasi pemanfaatan dukungan kebijakan dan isu global, serta
peningkatan kapasitas SDM di sekitar kawasan untuk mengelolamemanfaatkan ekosistem mangrove beserta hasil-hasilnya secara lebih baik. Strategi dasarnya
adalah mengembangkan dan mensosialisasikan model-model kegiatan ekonomi berbasis pemanfaatan ekosistem mangrove secara langsung dan tidak langsung yang
lestari guna peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Model-model kegiatan ekonomi berbasis pemanfaatan ekosistem mangrove tersebut misalnya pengembangan
budidaya mangrove, pemanfaatanpengolahan hasil hutan bukan kayu buah, nipah, pakan ternak, sumber pangan, budidaya perikanan pola silvofishery, budidaya
keramba, serta pengembangan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan ekowisata, wisata boga bahari, wisata edukasi dan lain-lain. Alternatif-alternatif strategi secara
lebih rinci disajikan dalam Tabel 33.
Strategi Kekuatan – Ancaman Strategi ST.
Selain adanya kekuatan internal sebagaimana di atas, pada saat yang sama ekosistem mangrove di kawasan ini menghadapi ancaman eksternal berupa masih
adanya pihak-pihak yang memiliki pemahaman sempit atau keliru, sehingga interaksinya dengan eksistem mangrove dilakukan dengan cara-cara yang
merusaktidak ramah lingkungan. Selain itu, masih adanya pihak-pihak yang
Universitas Sumatera Utara
memandang ekosistem mangrove hanya sebatas sumberdaya lahan yang tidak memiliki keterkaitan dengan kapasitas daya dukung wilayah pesisir secara
keseluruhan. Hal tersebut menyebabkan perlakuannya terhadap ekosistem mangrove bersifat konversif sesuai dengan kepentingan sesaat atau sektoral yang berorientasi
kepada keuntungan jangka pendek semata. Pengembangan perekonomian di wilayah ini juga secara natural membutuhkan ruang bagi aneka kegiatan ekonomi baru, yang
apabila tidak ditata secara bijak menjadi ancaman bagi kelestarian ekosistem mangrove dan kapasitasnya sebagai salah satu pilar pengembangan wilayah pesisir.
Oleh sebab itu, strategi ST yang dikembangkan hendaknya bersifat optimalisasi potensi-potensi internal untuk dikembangkan menjadi berbagai bentuk
manfaat langsung dan tidak langsung bagi perekonomian wilayah pesisir. Dengan demikian hal itu bisa memberikan penjelasan sekaligus jawaban atas tuntutan
berbagai pihak yang memandang ekosistem mangrove dari sisi produktivitas sumber daya. Selain itu, strategi yang dirumuskan juga harus bisa memfasilitasi kordinasi
fungsi ruang yang diharapkan mampu menjamin peningkatan daya dukung ekosistem mangrove terhadap berbagai upaya pengembangan wilayah pesisir dari berbagai
sektor yang terkait. Strategi dasar yang dikembangkan adalah mengoptimalkan teknik dan peran masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan mangrove
secara lestari agar menghasilkan nilai ekonomi tinggi sehingga masyarakat berperan aktif dalam pelestarianpengamanan ekosistem mangrove. Alternatif strategi
selengkapnya disajikan dalam Tabel 33.
Strategi Kelemahan – Peluang Strategi WO.
Kelemahan-kelemahan secara umum yang ada pada ekosistem mangrove di kawasan ini antara lain adanya kondisi ekosistem yang sudah terlanjur mengalami
kerusakan signifikan, baik dari segi kualitas ekosistem, keragaman hayati, potensi
Universitas Sumatera Utara
manfaat langsung sampai bahkan luasannya yang sudah tidak dominan di kawasan pesisir. Di sisi lain, tingkat pemahaman dan interaksi sosio-ekosistem yang terbangun
saat ini belum mampu membendung laju kerusakan yang terus terjadi. Demikian juga dengan intervensi kebijakan dan kelembagaan pengelolaan yang belum efektif dalam
mengamankan dan menjaga kelestarian ekosistem mangrove. Oleh karena itu, strategi WO yang dirumuskan secara tepat sasaran agar
memiliki fokus dalam meminimalisir kelemahan yang ada baik pada tataran SDM masyarakat, kualitas ekosistem, maupun kelembagaan pengelolaan. Peluang-peluang
yang ada berupa dukungan kebijakan, isu global dan perbaikan taraf pendidikanperekonomian masyarakat di sekitar kawasan hendaknya bisa
dimanfaatkan sebaik mungkin dalam upaya mengatasi permasalahan yang sudah kronis tersebut Tabel 33.
Bentuk nyata dari kebijakan ini misalnya adalah ditetapkannya zona mangrove dan sempadan sungai di kelima kecamatan lokasi
penelitian sebagai kawasan lindung dalam RUTRWK Serdang Bedagai Bappeda, 2006.
Dalam dokumen kebijakan perencanaan tersebut, kawasan lindung yang berupa ekosistem mangrove berfungsi memberikan perlindungan terhadap
perikehidupan di laut dan pantai yaitu Kawasan Hutan Mangrove Hutan Bakau. Peruntukan kawasan ini diarahkan pada Kecamatan Bandar Khalipah, Tanjung
Beringin, Teluk Mengkudu, dan Pantai Cermin. Dalam kebijakan pengelolaannya, Bappeda 2006 juga menyatakan bahwa mengingat kondisi hutan mangrove di
Kabupaten Serdang Bedagai berada dalam kondisi rusak, maka penanganan rehabilitasi kedepannya kawasan hutan ini perlu melibatkan masyarakat yang
didukung oleh pemerintah kabupaten dan pengamanan hutan mangrove dari pencuriaan kayu maupun perambah melalui peran aparat dan pemerintah kabupaten.
Universitas Sumatera Utara
Selain zona mangrove, kawasan yang ditetapkan sebagai fungsi lindung dalam RUTRWK serdang Bedagai adalah kawasan sempadan pantai yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki pantai sepanjang ± 52 km yaitu Pantai Sebelah Timur Kabupaten
Serdang Bedagai yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Mengingat kapasitas pantai yang hanya ± 52 km maka direncanakan adanya sempadan pantai
dengan bentuk mengikuti bentuk fisik pantai. Lebar sempadan pantai adalah bervariasi, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Strategi Kelemahan – Ancaman Strategi WT.
Strategi ini merupakan alternatif yang paling berat, karena harus bisa mengandalkan kekuatan dan potensi aktual yang ada untuk mengatasi kelemahan-
kelamahan, agar bisa terhindar dari ancaman yang mengintai. Selain itu, alternatif strategi ini juga harus bisa berpacu dengan laju ancaman yang bisa jadi semakin
menguat. Untuk itu diperlukan fokus terhadap kelemahan-kelemahan yang paling mendasar dan prioritas penanganannya agar bisa terbangun imunitas terhadap
berbagai bentuk ancaman terhadap ekosistem ini. Strategi dasar yang terpilih yaitu mengembangkan kelembagaan pengelolaan
ekosistem mangrove kolaboratif yang efektif dalam melaksanakan fungsi pendidikan lingkungan dan pengamananpelestarian ekosistem mangrove untuk menanggulangi
konversi dan pemanfaatan secara destruktif. Model-model kelembagaan pengelolaan mangrove berbasis kelompok tani nelayan kelompok tani hutan, kesatuan
pemangkuan hutan yang berkolaborasi dengan unsur LSMKSM, BUMD dengan pola inti plasma misalnya layak untuk dikaji peluangnya sebagai solusi dalam kasus ini.
Selengkapnya dalam Tabel 33.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 33: Matrik Arahan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove untuk Pengembangan Wilayah Pesisir Kab. Serdang Bedagai
INTERNAL
EKSTERNAL
Kekuatan S Kelemahan W
8. Keberadaan hutan mangrove menjadi pemasok nutrisi bagi sebagian besar biota laut di kawasan
pesisir 9. Ekosistem mangrove menghasilkan sumberdaya
perikanan yang menjadi mata pencaharaian nelayan
10. Keberadaan kawasan hutan mangrove
menjadi sumber mata pencaharian masyarakat, baik sebagai pekerjaan pokok maupun sampingan
11.
Menghasilkanmemproduksi kayu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat
setempat 12.
Aksesbilitastransportasi yang lancar dalam memanfaatkan sumberdaya ekosistem mangrove
bagi masyarakat setempat. 13.
Adanya proses peningkatan taraf pendidikan masyarakat sekitar hutan secara bertahap
10. Tingkat pendidikan masyarakat umumnya
masih rendah
11.
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi-fungsi hutan masih
rendah 12.
Tidak memiliki perangkat kemanan yang bisa menjaga hutan dengan baik
13. Hutan mangrove tidak lagi menjadi
penggunaan lahan yang dominan di kawasan pesisir
14. Terjadinya penurunan luas hutan
mangrove dari tahun ke tahun 15.
Keragaman jenis pohontanaman mangrove rendah
16. Terjadi penurunan potensi hasil hutan kayu
dan non kayu 17.
Keterampilan dan pengetahuan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
14. Adanya proses peningkatan tingkat
pemahaman masyarakat sekitar hutan terhadap lingkungan secara bertahap
dalam mengelola hutan mangrove secara lestari masih kurang
18.
Skil dan pengalaman masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan non kayu masih kurang
19.
Kelembagaan pengelolaan yang ada tidak masif dan tidak efektif mengelola hutan di
lapangan
Peluang O Strategi Kekuatan – Peluang SO
Strategi Kelemahan – Peluang WO
4. Adanya kebijakan pemerintah daerah yang mendukung upaya
pengelolaan ekosistem mangrove secara lestari
5. Adanya berbagai alternatif kegiatan wirausaha yang dapat dilakukan oleh
masyarakat berbasis pemanfaatan sumber daya ekosistem mangrove
6.
Adanya isu global lingkungan yang mendukung program-program
pengelolaan hutan lestari. 1-1: Mengembangkan program pengembangan
perekonomian dan penyadaran terhadap nelayan tangkap dengan menjadikan ekosistem mangrove
sebagai sumber nutrisi utama bagi biota sumber tangkapan.
1,6,7-1,2,3: Memasukkan materi pemahaman lingkungan dalam kurikulum pendidikan setempat
terutama urgensiperanan ekosistem mangrove bagi ketersediaan aneka biota tangkapan nelayan.
2,3,6,7-1,2: Meningkatkan pemahaman tentang keragaman manfaathasil dari ekosistem magrove
3,4,5,10-1: Mengoptimalkan peranan dan kebijakan pemerintah daerah agar bisa
menfasilitasi adanya perangkat kelembagaan pengelolaan yang efektif guna pengamanan,
pencegahan kerusakan dan koversi lebih lanjut atas ekosistem mangrove di kawasan pesisir.
4,5,6,7-2: Mengembangkan bentuk-bentuk kegiatan wirausaha berbasis pengelolaan
pemanfaatan hasil hutan mangrove yang lestari agar bisa berdampak pada pemulihan kualitas dan
produktivitas ekosistem mangrovenya.
Universitas Sumatera Utara
melalui pendidikan dan program-program penyuluhan.
4,5-1: Memfasilitasi peningkatan hasil hutan kayu dan mekanisme pemanfaatan yang lestari dari
ekosistem mangrove untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
3,4,5-2: Mengembangkan model-model kegiatan wirausaha berbasis pemanfaatan aneka hasil hutan
kayu dan non kayu dari ekosistem mangrove. 1,2,3,4-3: Mengakses dan memanfaatkan isu dan
dinamika global guna mengembangkan model pemanfaatan potensi ekonomi ekosistem mangrove
untuk kesejahteraan masyarakat pesisir. 1,2,3-1: Menggiatkan kampanye guna peningkatan
pemahamankesadaran masyarakat akan perananurgensi ekosistem mangrove bagi
kelimpahan biota tangkapan nelayan. 8,9-2: Meningkatkan pemahaman, skil dan
pengalaman masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove melalui program-program
wirausaha yang berbasis pemanfaatan hasil hutan mangrove secara lestari.
1,2,4,5,6,7,8,9,10-3: Mengakses dan memanfaatkan isu dan dinamika global dalam
peningkatan kualitas ekosistem mangrove dan kapasitas SDM masyarakat pesisir.
Ancaman T Strategi Kekuatan – Ancaman ST
Strategi Kelemahan – Ancaman WT
Universitas Sumatera Utara
3. Adanya pihak-pihak tertentu yang ingin memanfaatkan hasil dari
ekosistem mangrove dengan cara yang destruktif.
4. Adanya pihak-pihak tertentu yang ingin mengkonversi ekosistem
mangrove menjadi areal penggunaan lain secara terbukatidak ramah
lingkungan. 1-2: Mengoptimalkan pemanfaatan produk-produk
hasil hutan mangrove agar memiliki nilai ekonomi tinggi dan bisa menjadi sumber pendapatan
alternatif masyarakat pesisir tanpa harus mengkonversi mangrove.
2,3,4-1,2: Mengembangkan teknik-teknik pemanfaatan hasil hutan mangrove yang ramah
lingkungan untuk mengurangi pemanfaatan dan perilaku lain yang merusak.
1,2,3,4-1,2: Memfasilitasi forum stake holder guna merumuskan bentuk pengelolaanpemanfaatan
ekosistem mangrove yang mengakomodir berbagai kepentingan sektoral serta memberikan
manfaat yang optimal. 6,7-1,3,4: Meningkatkan partisipasi dan akses
masyarakat pesisir dalam proses pendidikan formal dan informal untuk meminimalisir
pemahaman dan perilaku yang keliru tentang manfaat dan cara pemanfaatan kayu dari
ekosistem mangrove 1,2-1,2: Meningkatkan kualitas pendidikan dan
pemahaman masyarakat pesisir terhadap fungsi dan manfaat ekosistem mangrove kaitannya
dengan pengembangan wilayah pesisir. 3,8,9-1,2: Mencegah kerusakan dan penurunan
luas lebih lanjut atas ekosistem mangrove melalui kegiatan pengamanan dan pemanfaatan secara
lestari. 6,7-1,2: Meningkatkan keragaman jenis dan
potensi komoditi yang dapat dihasilkan dari ekosistem mangrove agar ekosistem mangrove
memiliki posisi tawar yang kuat untuk tidak terjadi konversi lahan.
8,9-1,2: Meningatkan pengetahuan dan skill masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan
hasil hutan kayu dan non kayu secara lestari ramah lingkungan guna membangkitkan sumber-
sumber mata pencaharian alternatif sebagai bagian dari proses pengembangan ekonomi wilayah
pesisir.
Universitas Sumatera Utara
Dari matrik SWOT di atas juga dapat diringkas berdasarkan kerangka faktor- faktor SWOT strategis guna mendapatkan resume strategi yang strategis Wheelen
dan Hunger, 1996 dengan hasil sebagai berikut : Tabel 34. Matrik Resume Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Internal
Eksternal
Kekuatan S Kelemahan W
3. Keberadaan kawasan hutan mangrove menjadi sumber
mata pencaharian masyarakat, baik dari
manfaat langsung hasil hutan kayunon kayu
maupun tidak langsung ekosistem
4. Adanya proses peningkatan taraf pendidikan dan
pemahaman masyarakat sekitar hutan terhadap
lingkungan secara bertahap. 4. Tingkat pendidikan,
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
fungsi dan manfaat ekosistem mangrove masih rendah.
5. Terjadinya penurunan luas, kualitas dan manfaathasil
dari ekosistem hutan mangrove dari tahun ke
tahun.
6.
Kelembagaan pengelolaan yang ada tidak masif dan
tidak efektif mengelola ekosistem mangrove di
lapangan.
Peluang O Strategi Kekuatan – Peluang
SO Strategi Kelemahan –
Peluang WO 3. Adanya kebijakan
pemerintah daerah yang mendukung upaya
pengelolaan ekosistem mangrove secara lestari
4. Adanya berbagai alternatif kegiatan wirausaha yang
dapat dilakukan oleh masyarakat berbasis
pemanfaatan sumber daya ekosistem mangrove
Mengembangkan dan mensosialisasikan model-
model kegiatan ekonomi berbasis pemanfaatan
ekosistem mangrove secara langsung dan tidak langsung
yang lestari guna peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat.
Mengoptimalkan kebijakan dan peranan pemerintah daerah
dalam menfasilitasi terwujudnya perangkat
kelembagaan pengelolaan yang efektif guna pelestarian dan
pengembangan kegiatan usaha berbasis pemanfaatan
ekosistem mangrove secara langsung maupun tidak
langsung.
Ancaman T Strategi Kekuatan –
Ancaman ST Strategi Kelemahan –
Ancaman WT
1. Adanya pihak-pihak tertentu yang ingin
memanfaatkan hasil dari Meningkatkan pengetahuan,
teknik dan peran masyarakat dalam pengelolaan dan
Mengembangkan kelembagaan pengelolaan ekosistem
mangrove kolaboratif yang
Universitas Sumatera Utara
ekosistem mangrove dengan cara yang destruktif.
2. Adanya pihak-pihak tertentu yang ingin
mengkonversi ekosistem mangrove menjadi areal
penggunaan lain secara terbukatidak ramah
lingkungan. pemanfaatan hasil hutan
mangrove secara lestari agar menghasilkan nilai ekonomi
tinggi sehingga masyarakat berperan aktif dalam
pencegahanpengamanan ekosistem mangrove dari
kegiatan konversif dan destruktif.
efektif dalam melaksanakan fungsi pendidikan lingkungan
dan pengamananpelestarian ekosistem mangrove untuk
menanggulangi konversi dan pemanfaatan secara destruktif.
Sumber: Hasil Analisis
Strategi-strategi terpilih di atas sudah didasarkan pada fakta-fakta SWOT yang secara empiris telah diuji melalui proses klarifikasi kepada stake holder. Pengunaan
metode ini dalam menyusun strategi pengelolaan kawasan berbasis ekosistem pesisir juga sering digunakan di tempat lain. Sebagai contoh, Wantasen, 2002 mengkaji
strategi pengelolaan mangrove di Desa Talise, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara dan diperoleh rumusan strategi pengelolaan dengan prioritas : 1 membuat suatu
peraturan perundangan dalam pengelolaan hutan mangrove, 2. mendirikan suatu lembaga pengelola, 3 memberikan pemahaman mengenai pendidikan lingkungan
hidup, 4 mensosialisasikan peraturan perundangan dalam mengelola hutan mangrove, 5 pengembangan usaha pembibitan rakyat. 6 pengembangan usaha
ekowisata, 7 pengelolaan hutan rakyat secara berkelanjutan. Dalam aplikasinya, penerapan strategi terpilih di atas perlu dilakukan secara
bertahap sesuai dengan prioritasnya. Sebagai contoh, dalam melakukan kegiatan rehabilitasi, prioritas utama areal untuk direhabilitasi adalah areal yang seharusnya
berupa jalur hijau mangrove, baik di pesisir pantai maupun di areal kiri-kanan sungai Onrizal Kusmana, 2008. Berdasarkan data hasil skoring, di antara empat kuadran
SWOT terdapat kuadran yang memiliki skor tertinggi, yaitu kuadran WT. Dalam hal ini, strategi WT ditetapkan sebagai strategi prioritas, yaitu ”mengembangkan
kelembagaan pengelolaan ekosistem mangrove kolaboratif yang efektif dalam
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan fungsi pendidikan lingkungan dan pengamananpelestarian ekosistem mangrove untuk menanggulangi konversi dan pemanfaatan secara destruktif”. Kasus
yang menghasilkan skor tertinggi pada kuadran WT menggambarkan kondisi obyek yang sudah pada fase parahmenghawatirkan, sehingga meminimalisir kerusakan dan
mengatasi antaman merupakan hal terpenting yang harus dilakukan dalam jangka pendek. Oleh karena itu, dalam pengelolaan ekosistem mangrove di kawasan pesisir
Kabupaten Serdang Bedagai semestinya mengedepankan upaya penyelamatanpenanggulangan laju kerusakan dan konversi dan melakukan upaya
mendesak dalam mengatasi keterbatasan kelembagaan dan pemahaman masyarakat akan ekosistem mangrove.
Dalam matrik strategi di atas banyak menghasilkan strategi pengelolaan berbasis masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Puryono 2006, dimana
strategi pelibatan masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove dengan menerapkan sistem insentif yang diharapkan dapat merangsang dan memacu usaha-usaha kegiatan
pengelolaan ekosistem hutan mangrove yaitu melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan peran serta masyarakat Selain itu, dalam
implementasinya, partisipasi masyarakat dalam setiap program juga harus menjadi perhatian penting. Menurut Sudarmadji 2001, kegiatan rehabilitasi atau reboisasi
hutan mangrove di era otonomi daerah dewasa ini, hendaknya pemerintah lebih banyak melibatkan unsur masyarakat. Pendekatan botom-up perlu untuk digalakkan
dan bukan sebaliknya mengingat dewasa ini masyarakat adalah sebagai ujung tombak dalam suatu kegiatan pembangunan di desa. Masyarakat harus ditempatkan sebagai
subyek pembangunan. Contoh kasus keberhasilan kegiatan restorasi di Pasar Banggi, menurut laporan Setyawan Wunarno 2006 juga dikarenakan pelibatan masyarakat
dalam manajemennya.
Universitas Sumatera Utara
Pada kasus yang berbeda di Kepulauan Wakatobi, Ola 2004 menyimpulkan bahwa untuk mencapai tingkat pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja
yang tinggi serta kelestarian sumber daya alam lautan dan daratan yang tinggi adalah dengan menggunakan model pengelolaan dengan mengembangkan sektor industri
lainnya dan didukung oleh sektor perdagangan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor perikanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor peternakan, sektor
bahan makanan lainnya, sektor makanan dan minuman, sektor lembaga keuangan yang tangguh serta sektor lainnya. Pada penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten
Langkat, Sihombing, 2007 menambahkan bahwa faktor-faktor pemerintahan yang baik, perencanaan partisipatif, pemberdayaan mayarakat dan hubungan harmonis
dengan pemerintah yang lebih tinggi berpengaruh terhadap pembangunan masyarakat wilayah pesisir.
Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan strategi juga bersifat holistik. Hal ini dikarenakan menurut Anwar Gunawan 2006, ekosistem mangrove
mempunyai peranan ekologis, ekonomis, dan sosial yang sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir. Oleh karena itu, kegiatan rehabilitasi
menjadi sangat prioritas sebelum dampak negatif dari hilangnya mangrove ini meluas dan tidak dapat diatasi tsunami, abrasi, intrusi, pencemaran, dan penyebaran
penyakit. Disamping itu, strategi yang dirumuskan juga bersifat menyentuh akar permasalahannya, dikarenakan masalah kerusakan hutan mangrove tersebut baru
dapat ditangani apabila dapat mengatasi akar permasalahan klasik yang melingkupinya, yaitu menangani ketersediaan pangan, kebutuhan papan, pendidikan,
kesehatan, kesempatan bekerja bagi masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove Puryono, 2006
.
Universitas Sumatera Utara
Kesesuaian Peruntukan Lahan
Pengembangan Wilayah Pesisir
Pendapatan rumah tangga,
Kesempatan kerja, Kesempatan
berwirausaha, Ketersediaan
kemu-dahan bahan baku,
Aksesibilitas ekonomi terhadap
sumberdaya
SWOT
Kekuatan Kelemahan
Peluang Ancaman
Pengembang an Wilayah
Pesisir Berbasis
Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Kegiatan
PerkebunanPertanian
Keberadaan Kelompok Swadaya
Tingkat Pemahaman Masyarakat terhadap
Lingkungan Intensitas
Pengamanan
Penebangan Kayu Bakau
Restorasi
Arahan Penataan Peruntukan Lahan
Mangrove
Strategi Pengelolaan
Ekosistem Mangrove
Rehabilitasi
Arahan Kebijakan Peningkatan Kualitas
Ekosistem Mangrove
Gambar 18. Kerangka Pengembangan Wilayah Pesisir Berbasis Ekosistem Mangrove
Universitas Sumatera Utara
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan dengan rincian sebagai berikut :
11. Secara umum telah terjadi kerusakan ekosistem mangrove pada desa-desa di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dengan kategori kerusakan rata-rata
antara sedang - rusak. 12. Secara umum tingkat kesesuaian peruntukkan lahan mangrove di kawasan pesisir
Kabupaten Serdang Bedagai berada pada kategori rata-rata antara sedang - tidak sesuai.
13. Faktor-faktor seperti intensitas pengamanan, penebangan kayu bakau, kegiatan pertambakan, kegiatan perkebunan, pemanfaatan hasil hutan non kayu, intensitas
penyuluhansosialisasi, kedekatan dengan industri pengolahan kayu bakau, keberadaan kelompok swadaya masyarakat, keberadaan lembaga swadaya
masyarakat, tingkat pemahaman masyarakat terhadap lingkungan secara bersama- sama berpengaruh terhadap tingkat kerusakan dan kesesuaian peruntukkan
ekosistem mangrove di Kabupaten Serdang Bedagai. Adapun secara parsial ; a hanya faktor-faktor intensitas kegiatan pengamanan, kegiatan penebangan,
kegiatan pertambakan, kegiatan pertanian, keberadaanperanan kelompok swadaya masyarakat dan tingkat pemahaman masyarakat terhadap ekosistem mangrove
yang terbukti berpengaruh secara nyata terhadap kerusakan ekosistem mangrove di Kabupaten Serdang Bedagai, b hanya faktor-faktor intensitas kegiatan
pengamanan, kegiatan penebangan, kegiatan pertanian, keberadaanperanan kelompok swadaya masyarakat dan tingkat pemahaman masyarakat terhadap
Universitas Sumatera Utara