Pengolahan data atribut Analisis Spasial Kondisi Biofisik Ekosistem Mangrove

b. Pembuatan peta penggunaanfungsi lahan

Untuk memperoleh deleniasi batas bentuk penggunaan lahan pada lokasi penelitian dilakukan proses digitasi pada peta Citra Landsat untuk merubah data raster menjadi vektor sehingga diperoleh peta digital.

c. Pengolahan citra

Sebelum Citra Landsat TM tahun 1989 dan Citra Landsat ETM tahun 2008 diinterpretasi terlebih dahulu dilakukan pengkombinasian band Stacking. Pemilihan kombinasi band ini mempengaruhi penampakan warna citra. Kombinasi pilihan band yang dipilih pada penelitian ini adalah kombinasi band 453. Tahap selanjutnya adalah melakukan klasifikasi penggunaan lahan. Klasifikasi penggunaan lahan dilakukan dengan interpretasi visual. Klasifikasi ini dilakukan dengan terlebih dahulu mendeliniasi penggunaan lahan berdasarkan analisis visual sehingga mengelompokkan yang lebih mewakili kedalam beberapa kelas penggunaan lahan. Proses pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 3. Proses interpretasi ini dilakukan dengan membuat polygon bentuk penggunaan lahan. Tahapan pembuatan polygon tersebut dengan bantuan software ArcView GIS.

d. Pengolahan data atribut

Pengolahan data atribut berupa data sosial ekonomi masyarakat dan data pendukung lainnya dimaksudkan agar data atribut yang telah terkumpul dapat lebih mudah dianalisis korelasinya dengan perubahan fungsi lahan. Pengolahan data atribut yang dilakukan secara database kemudian dikonversi Universitas Sumatera Utara menjadi data spasial untuk dianalisis secara spasial dengan menggunakan “feature point”.

e. Pengecekkan lapangan

Dari hasil interpretasi penggunaan lahan harus dilakukan validasi terhadap kondisi sesungguhnya di lapangan ground check, sehingga perlu dilakukan pengecekan kondisi sesungguhnya di lapangan. Kegiatan ini dilakukan dengan mengambil contoh tiap klasifikasi penggunaan lahan hasil interpretrasi. Tiap contoh tersebut dilakukan pengecekan kebenarannya di lapangan ground truth. Pengecekan kebenaran klasifikasi penggunaan lahan yang dilakukan di lapangan dengan bantuan Global Position System GPS. Alat ini dapat menentukan keberadaan lokasi contoh tersebut melalui ketepatan kordinat lokasi yang di-ground check. Hasil pencatatan koordinat dengan GPS ini kemudian dilakukan overlaying dengan peta digital hasil interpretasi untuk melihat kesesuaian hasil pengecekan lapangan dengan hasil interpretasi.

4.5.2. Analisis Data

Analisis pengembangan dalam penelitian ini menggunakan berbagai pendekatan, yaitu analisis biofisik dan sosial berbasis spasial, analisis regresi dan korelasi, analisis jalur, analisis SWOT dan analisis pendukung lainnya yang diperlukan. Analisis berbasis spasial dilakukan dengan perangkat Sistem Informasi Geografis SIG dengan menggunakan software Archview 3.3 GIS ditujukan untuk mendapatkan data rona awal, rona akhir, perubahan fungsi yang terjadi dan kerusakan ekosistem mangrove sebagai salah satu pilar pembangunan wilayah di kawasan pesisir Universitas Sumatera Utara Kabupaten Serdang Bedagai. Analisis regresi ditujukan untuk mengetahui faktor- faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan dan perubahan peruntukkan ekosistem mangrove. Selanjutnya, hasil analisis spasial dituangkan dalam peta melalui deskripsi spasial menggunakan sistem informasi geografis SIG. Selanjutnya dengan pendekatan dan analisis SWOT tentang berbagai potensi dan permasalahan ekosistem mangrove dijadikan dasar pemikiran untuk menyusun strategi pengembangan dan pengelolaan kawasan ekosistem mangrove Kabupaten Serdang Bedagai. Adapun secara terperinci, analisis data dirancang sebagai berikut :

a. Analisis Spasial Kondisi Biofisik Ekosistem Mangrove

Analisis ini digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian pertama yaitu untuk mendapatkan data tentang kondisi dan tingkat kerusakan ekosistem mangrove di lokasi penelitian. Inventarisasi dan identifikasi kondisi ekosistem Secara umum metodologi yang digunakan untuk inventarisasi dan identifikasi hutan bakau mangrove adalah analisis digital data penginderaan jauh inderaja dari satelit dan analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis yang menguntungkan seperti luasnya cakupan, kualitas karakteristik spektral data, resolusi spasial yang memadai 30 m, kemungkinan ketersediaan data, dan kemudahan pengadaan data, maka dipilih data Landsat-TM sebagai data utama yang digunakan. Informasi utama yang diekstraksi dari data inderaja satelit tersebut adalah : - jenis penutupan lahan land cover, - keberadaan, - posisi lokasi, Universitas Sumatera Utara - luasan; dan - tingkat kerapatan vegetasi. Klasifikasi penutupan lahan secara digital dilakukan dengan menggunakan metode maximum likelihood classification MLC. Tingkat kerapatan vegetasi diperoleh dengan cara analisis indeks vegetasi yang disebut normalized difference vegetation index NDVI. Informasi tentang tingkat kerusakan mangrove itu sendiri merupakan gabungan dari kedua metode di atas yang kemudian dilakukan overlay dengan peta tanah. Faktor topografirelief tidak dianalisis lebih lanjut karena diasumsikan bahwa kawasan mangrove mempunyai topografi relatif datar sehingga pengaruh relief terhadap kerusakan bakau mangrove dapat diabaikan. Inventarisasi Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove Secara keseluruhan tahap pelaksanaan kegiatan inventarisasi tingkat kerusakan hutan mangrove disajikan pada Gambar 4. Universitas Sumatera Utara Gambar 4. Diagram Alir Tahapan Penentuan Tingkat Kerusakan Lahan Mangrove Dirjend. RLPS, 2005 Mulai Data sekunder, dokumen- dokumen, peta-peta dasar dan peta pendukung pada kawasan hutan mangrove. Persiapan Data satelit inderaja: Paper print dan data digital Pra-pengolahan citra: Koreksi radiometris dan geometris Pengolahan citra secara visual dan digital tahap awal: ekstraksi kawasan mangrove, klasifikasi land usecover dan vegetation cover density NDVI Peta tanah: tekstur Peta sementara : Tingkat kerusakan hutan mangrove Survei lapangan: • Pengamatan kondisi umum • Pengecekan posisi GCP • Pengecekan hasil MLC, NDVI • Pengukuran biofisik lingkungan • Survey sosial-ekonomi masyarakat. Perancangan pengambilan contoh training area Pengolahan citra lanjut: Revisi klasifikasi citra, Revisi peta sementara menjadi draft peta akhir Pengukuran luasan Analisis lanjut dan evaluasi Revisi klasifikasi penilaian skoring Tabulasi Penyajian peta akhir: Editing peta kerusakan kawasan mangrove Evaluasi dan pelaporan Selesai Tidak Ya Tidak Ya Pengembangan Sistem Penilaian Skoring Universitas Sumatera Utara b. Proses Inventarisasi Menggunakan Citra Inderaja Proses pembuatan peta tingkat kerusakan hutan mangrove tahap awal Agar evaluasi kerusakan dapat dilakukan secara menyeluruh dan relatif cepat, maka kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan sarana inderaja satelit, terutama citra Landsat-TM. Analisis citra dilakukan secara digital dengan menggunakan image processing facilities. Pengolahan citra digital dilakukan dengan pentahapan sebagai berikut : - Pengumpulan data inderaja multispektral Landsat TM Pengumpulan data inderaja multispektral Landsat TM difokuskan untuk daerah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. - Pengolahan awal pre-processing data inderaja. Pengolahan ini meliputi koreksi radiometrik, mengeliminir bising bad lines, stripping dan koreksi geometris rektifikasi dengan referensi peta topografi dan pengukuran GPS Global Positioning System. Koreksi geometris seluruh data inderaja diharapkan mempunyai RMS Error kesalahan rektifikasi kurang dari 0,5 pixel. Metode rektifikasi yang digunakan adalah dengan menggunakan sejumlah GCP Ground Control Points yang tampak pada citra, yang selanjutnya dibuat persamaan yang mentransformasikan posisi-posisi pixel pada data asli belum terkoreksi kepada koordinat pasangannya yang telah mempunyai proyeksi standar, seperti UTM United Transverse Mercator. - Pengolahan citra secara kualitatif dan kuantitatif tahap awal Universitas Sumatera Utara Analisis visual interpretasi citra dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek permukaan bumi yang tampak pada citra satelit. Identifikasi tersebut dilakukan berdasarkan karakteristik spatial dan spektral. Pada klasifikasi visual atau manual, pengelompokkan pixel ke dalam suatu kelas yang telah ditetapkan dilakukan secara manual berdasarkan kunci-kunci interpretasi rona, warna, pola, tekstur, bentuk, ukuran, lokasi dan asosiasi obyek pada citra. Pendekatan ini bersifat subyektif, kualitas hasilnya sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan keahlian interpreter. Analisis kualitatif image interpretation Pada teknik ini informasi diperoleh dari DN setiap pixel dengan bantuan komputer. Proses-proses tersebut meliputi: Analisis kuantitatif digital image processing - Penajaman citra contrast enhancement, untuk mengetahui kondisi wilayah secara lebih jelas dan tegas. - Principle component analysis, untuk membedakan obyek mangrove dengan obyek vegetasi lain yang serupa dan membantu penentuan sampel klasifikasi training area. - Kombinasi kanal kanal 3, 4, 5 untuk RGB untuk mendapatkan gambaran umum daerah pengamatan terutama mengekstraksi kawasan mangrove. - Penentuan batas wilayah mangrove dengan membuat poligon kawasan mangrove, dengan memperhatikan ketentuan yang tercantum pada pasal 27, Bab IV, Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Kriteria Kawasan Pantai Berhutan Bakau. Universitas Sumatera Utara - Klasifikasi terbimbing supervised classification dengan MLC. Klasifikasi ini bertujuan untuk mengetahui tipe, distribusi, dan luasan penggunaanliputan lahan land use cover pada kawasan mangrove. Analisis awal ini dibantu dengan referensi peta kerja Kawasan Mangrove maupun peta-peta lain. Pengelompokkan klasifikasi dilakukan secara otomatis berdasarkan training area yang dipilih oleh interpreter. Jenis penggunaanpenutupan lahan pada kawasan mangrove yang digunakan adalah sistem pengkelasan hubungannya dengan tingkat kerusakan mangrove. Kelas-kelas penggunaanliputan lahan yang diamati tersebut tercantum pada Tabel 6. Tabel 6. Kelas Kerusakan Mangrove dan Jenis Penggunaan Lahan Kelas Kerusakan Mangrove Jenis Penggunaanliputan Lahan I Hutan II Perkebunankebun campuran, tambak tumpang sari III Pemukiman, industri, tambak non- tumpangsari, sawah, tanah gundul - Analisis tingkat kerapatan vegetasi vegetation coverage density Analisis ini menggunakan pengolahan indeks vegetasi dari citra satelit kanal infra merah dan kanal merah. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerapatan vegetasi setiap pixel secara relatif berdasarkan histogram NDVI dua dimensi. Persamaan yang digunakan untuk menghitung NDVI adalah sebagai berikut : NDVI = IR - R IR + R dimana : IR = nilai reflektansi kanal infra merah kanal 4, Universitas Sumatera Utara R = nilai reflektansi kanal merah kanal 3. Nilai kerapatan vegetasi yang dihasilkan dikelompokkan menjadi 3 kelas sebagaimana tercantum pada Tabel 6. Tabel 7. Prakiraan Kisaran Tingkat Kerapatan Berdasarkan NDVI Menggunakan Data Landsat-TM Kelas Kerusakan Mangrove Kisaran Nilai NDVI Estimasi Kerapatan Kanopi Tingkat Kerapat an 1 -1,0 sampai 0,32 50 jarang 2 0,32 sampai 0,42 50 - 70 sedang 3 0,42 sampai 1 70 - 100 lebat - Penggabungan hasil klasifikasi terbimbing dengan analisis indeks vegetasi dilakukan dengan cara superimpos secara digital kedua hasil analisis tersebut guna mengetahui tingkat kerapatan vegetasi pada setiap jenis penggunaanliputan lahan land use cover. - Perhitungan luas tiap-tiap kelas tipe penutupan lahan land use cover pada kawasan mangrove dengan cara klasifikasi dan tabulasi silang antara hasil analisis NDVI dan MLC. Dari hasil klasifikasi penutupan lahan yang telah di-overlay dengan hasil analisis NDVI dan merujuk peta tanah secara visual yang ada, maka disusunlah peta sementara kerusakan hutan mangrove. Untuk keperluan ini pengkelasan jenis tanah yang mudah rusak atau peka erosiabrasi dicantumkan pada Tabel 8. Pembuatandrafting peta-peta dasar Universitas Sumatera Utara Tabel 8. Pengkelasan Kepekaan Tanah terhadap Abrasi Kelas Kerusakan Mangrove Tingkat Kepekaan Tanah Tekstur Tanah contoh 1 Tidak Peka Lempung 2 Peka Campuran 3 Sangat Peka Pasir Kenampakan-kenampakan yang digambarkan pada peta kerusakan mangrove sementara ini antara lain: - batas kawasan hutan mangrove dan non mangrove, - tipe dan penyebaran penggunaanliputan lahan, - tingkat kerapatan vegetasi pada setiap kelas liputan lahan, - tingkat kerusakan mangrove sementara setiap tipe liputan lahan. Proses Pembuatan Peta Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove Tahap Akhir Jumlah training area minimum dari masing-masing kelas penutupan lahan dihitung berdasarkan jumlah band yang digunakan pada waktu klasifikasi. Pada kegiatan inventarisasi dengan citra satelit Landsat TM ini, jumlah band yang optimum untuk memberikan informasi vegetasi dan jenis-jenis penutupan lahan lainnya adalah 3 - 4 band. Dengan demikian maka luas total sampel training area untuk setiap kelas penutupan lahan adalah 30 sampai 40 pixel atau sekitar 2,7 - 3,6 Ha. Pada kondisi-kondisi dimana variasi kondisi lapangan sangat bervariasi, maka luas total sampel dianjurkan antara 27 - 36 Ha. Untuk citra Landsat TM yang digunakan dalam kegiatan ini, luas terkecil sampel yang digunakan adalah sekitar 1 Ha. Untuk kondisi-kondisi tertentu dimana luas setiap kelas kurang dari 1 Ha, maka luas sampel dapat dikurangi menjadi sekitar 0,36 Survei lapangan Universitas Sumatera Utara Ha. Luas sampel lebih kecil dari 0,36 Ha tidak dianjurkan karena tingkat kesalahan dalam klasifikasi kuantitatif menjadi tinggi. Kegiatan survei lapangan ini meliputi berbagai kegiatan, baik pengukuran GCP, pengecekan hasil analisis data satelit maupun pengumpulan data lapangan seperti analisis vegetasi abrasi maupun kondisi lapangan secara umum. Secara garis besar kegiatan-kegiatan di lapangan tersebut antara lain: - Pengukuran koordinat titik kontrol tanah dengan menggunakan pesawat GPS guna membuat citra geocorrected dan geocoded maupun mengetahui posisi lokasi pembuatan training area di lapangan. - Pengecekan kebenaran klasifikasi dan analisis indeks vegetasi dari beberapa kelas sampel dan hasil analisis yang meragukan. - Pengamatan jenis vegetasi yang dominan ataupun komposisi jenis pada tiap-tiap kelas penggunaanpenutupan lahan. Komposisi jenis dan struktur vegetasi mangrove diamati melalui pengamatan langsung di lapangan dan dengan bantuan perangkat lunak Google Earth. Dengan demikian akan diperoleh hasil pengamatan visual yang lebih baik dan melingkupi seluruh areal penelitian. Hal-hal yang perlu diketahui secara lebih detail bisa dilakukan ground chek berupa pengamatan langsung di lapangan sesuai dengan titik pengamatan yang didiagnosa. Pengamatan vegetasi mangrove Pada tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan pengkoreksian seluruh hasil analisis berdasarkan hasil survei lapang dan revisi koreksi geometris bila perlu. Pengolahan lanjutan Universitas Sumatera Utara Evaluasi ketelitian klasifikasi penggunaanliputan lahan dapat diuji dengan cara membuat matrik contingensi, yang sering disebut dengan error atau matrik kesalahan confussion matrix antara hasil klasifikasi dengan training area yang digunakan. Evaluasi akurasi Atas dasar hasil analisis citra satelit dan pengamatan di lapangan dari training area yang dibuat pada citra satelit, seluruh areal yang diinventarisasi dipetakan di atas konsep peta yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pemetaan tingkat kerusakan mangrove tahap akhir Langkah selanjutnya yakni melakukan tabulasi rincian dan sebaran masing-masing tingkat kerusakan menurut wilayah administrasi pemerintah daerah. Pengukuran luasan kelas dari hasil revisi lanjutan Analisis Kerusakan Ekosistem Mangrove Secara analitis, kerusakan lahan pada suatu kawasan mangrove untuk kepentingan rehabilitasi dapat diformulasikan sebagai berikut Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, 2005: Pengklasifikasian tingkat kerusakan hutan mangrove KL = f jpl, kt, kta, tp dimana : KL = kerusakan lahan jpl = jenis penutupan lahan kt = kerapatan tajuk kta = ketahanan tanah terhadap abrasi tp = topografi Universitas Sumatera Utara Karena topografi di kawasan pantai umumnya datar sampai landai dianggap sebagai faktor yang kurang berperan terhadap kerusakan lahan, maka formula di atas dapat dimodifikasi menjadi : KL = f jpl, kt, kta Atas dasar hasil perhitungan beberapa peubah yaitu jenis penutupan lahan jpl, kerapatan tajuk kt, dan ketahanan tanah terhadap abrasi kta di atas, maka didapat nilai yang besarnya berkisar antara 100 sampai 300. Nilai ini disebut Total Nilai Skoring Sementara TNS S TNS . Nilai tersebut diperoleh dari hasil perkalian antara skor dengan bobot yang diberikan seperti disederhanakan menurut model matematis sebagai berikut : S dimana : TNS = jpl x 45 + kt x 35 + kka x 20 S Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kerusakan hutan mangrove tahap awal sementara, TNS = Total Nilai Skoring Sementara S 1. Nilai 100 - 139 : Rusak Berat yang diperoleh dari persamaan di atas dikelompokkan berdasarkan kriteria di bawah ini : 2. Nilai 140 - 179 : Rusak 3. Nilai 180 - 219 : Sedang 4. Nilai 220 - 359 : Tidak rusakbaik 5. Nilai 260 - 300 : Sangat tidak rusaksangat baik Dari segi lingkungan tanah, suatu pohon dapat berfungsi untuk : Jenis penutupan lahan Land-use cover 1. Mengikat butir-butir tanah melalui jaringan akar dan asam humus, 2. Meningkatkan infiltrasi dan daya simpan tanah terhadap air melalui humus yang terbentuk dari dekomposisi serasah, Universitas Sumatera Utara 3. Mengurangi energi kinetik air hujan dan run-off melalui penutupan kanopinya, sehingga erosi dapat dikendalikan, 4. Mengendalikan pencemaran tanah melalui proses penyerapan zat polutan oleh akar pohon; dan 5. Menyuburkan tanah melalui serasah yang dihasilkannya. Oleh karena itu, penutupan vegetasi pada suatu lahan sangat penting untuk mempertahankan eksistensi lahan tersebut dari faktor daya rusak erosiabrasi. Dengan demikian, secara logis dapat diasumsikan bahwa tipe land-use cover yang bervegetasi secara alami akan lebih tahan terhadap gangguan yang bersifat merusak dari luar dibandingkan tipe land-use yang kurangtidak ditutupi vegetasi. Atas dasar uraian di atas, peubah land-use cover diklasifikasikan ke dalam tiga kategori dengan nilai bobot sebesar 45 dan skoring sebagai berikut : 3 : hutan kawasan berhutan, 2 : perkebunankebun campuran dan tambak tumpangsari, 1 : permukiman, tambak non-tumpangsari, sawah, tanah gundul. Di dalam suatu lahan bervegetasi, kerawanan lahan tersebut dari suatu faktor perusak dipengaruhi oleh proporsi penutupan vegetasi di lahan yang bersangkutan. Semakin rendah proporsi penutupan vegetasi di suatu lahan, maka secara alami lahan tersebut lebih rentan terhadap gangguan faktor perusak dari luar. Dalam hal ini, kerapatan tajuk memiliki bobot nilai 35 dengan cara skoring sebagai berikut: Kerapatan tajuk vegetation cover density 3 : kerapatan tajuk lebat 70 – 100, atau 0,43 ≤ NDVI ≤ 1,00, 2 : kerapatan tajuk sedang 50 – 69, atau 0,33 ≤ NDVI ≤ 0,42, 1 : kerapatan tajuk rendah 50, atau -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,32, Universitas Sumatera Utara Ketahanan suatu jenis tanah terhadap abrasi sangat ditentukan oleh struktur dan tekstur tanah yang bersangkutan dalam kaitannya dengan topografi dan kuatnya arus gelombang. Berhubung data kecepatan arus gelombang di lokasi-lokasi penelitian sampai saat ini belum tersedia, sedangkan pengukuran data tersebut memerlukan waktu yang cukup lama, maka peubah ketahanan tanah terhadap abrasi hanya dikaji dari segi sifat-sifat internal jenis tanah yang bersangkutan saja. Dalam hal ini, peubah ketahanan tanah terhadap abrasi memiliki bobot nilai 20 dengan cara skoring sebagai berikut: Ketahanan tanah terhadap abrasi 3 : jenis tanah tidak peka erosi, 2 : jenis tanah peka erosi, 1 : jenis tanah sangat peka erosi, Untuk lebih jelasnya, peubah, bobot, dan skor yang dipergunakan di dalam proses perhitungan TNS S Tabel 9. Peubah, Bobot dan Skor Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove dapat dilihat pada Tabel 9. No. Kriteria Bobot Skor Penilaian 1. Jenis penggunaan lahan Jpl 45 a. 3 : hutan kawasan berhutan b. 2 : tambak tumpangsari, perkebunan c. 1 : pemukiman, industri, tambak non- tumpangsari, sawah, tanah kosong 2. Kerapatan tajuk Kt 35 a. 3 : kerapatan tajuk lebat 70 – 100, atau 0,43 ≤ NDVI ≤ 1,00 b. 2 : kerapatan tajuk sedang 50 – 69, atau 0,33 ≤ NDVI ≤ 0,42 a. 1 : kerapatan tajuk jarang 50, atau -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,32 3. Ketahanan tanah terhadap abrasi Kta 20 a. 3 : jenis tanah tidak peka erosi tekstur lempung b. 2 : jenis tanah peka erosi tekstur campuran c. 1 : jenis tanah sangat peka erosi tekstur pasir Keterangan : 1 = Jelek, 2 = Sedang 3 = Baik Universitas Sumatera Utara

d. Analisis Kesesuaian Peruntukkan dan Arahan Pengelolaan Lahan