Kerangka Konseptual Penelitian KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memiliki berbagai tipe ekosistem yang unik, sekaligus memiliki beragam sumber daya alam renewable maupun non renewable yang bernilai ekonomi tinggi. Selain itu, ekosistem pesisir sebagai wilayah hilir juga merupakan wilayah yang kualitas dan daya dukungnya sangat dipengaruhi oleh perubahan dan pengelolaan pada wilayah di atasnya wilayah tengah dan hulu. Adapun ekosistem utama yang menjadi penyangga di kawasan pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove memiliki beragam fungsi baik ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis ekosistem ini berperan sangat penting dalam menjaga ekosistem laut dari dampak negatif pengelolaan pada ekosistem daratan, begitu pula sebaliknya menjaga ekosistem daratan dari dampak negatif keberadaan lautan. Manfaat-manfaat bagi ekosistem darat dan masyarakat pesisir tersebut di antaranya sebagai penahanpemecah ombak, penahan angin, penahan aberasi, pencegah intrusi dan filter bagi masuknya material pencemar yang bersal dari laut. Manfaat mangrove bagi ekosistem laut diantaranya sebagai pemasok nutrisi bagi biota laut, sebagai habitat bagi sebagian besar biota laut di kawasan pesisir, dan sebagai filter bagi masuknya zat-zat dan benda-benda pencemar yang berasal dari kegiatan di daratan. Proses pembangunan yang terjadi selama ini mau tidak mau menuntut adanya penyesuaian distribusi penggunaan ruang untuk mengakomodasi peningkatan jumlah penduduk, aktivitas perekonomian dan tuntutan kesejahteraan penduduk itu sendiri. Dengan kata lain, perubahan distribusi fungsi lahan untuk kegiatan pembangunan dan pengembangan wilayah adalah sesuatu yang merupakan keniscayaan. Akan tetapi, perubahan distribusi fungsi lahan tersebut mestinya dilakukan secara terencana, Universitas Sumatera Utara terintegrasi antar berbagai tipe ekosistem yang saling terkait, efisien serta terpadu antar sektor dan kepentingan sehingga tetap mematuhi azas produktif dan kelestarian sustainable yield. Adanya bias-bias implementasi azas-azas tersebut dimungkinkan menyebabkan terjadinya bias distribusi fungsi lahan, sehingga perubahan fungsi lahan bersifat tidak terencana, sektoral, sporadis dan bahkan seringkali menimbulkan eksternalitas negatif maupun efek trade off terhadap bentuk pemanfaatan yang lain. Hal tersebut biasanya berdampak pada menurunnya daya dukung ekosistem dan wilayah terhadap kehidupan manusia dan pembangunan, bahkan seringkali menimbulkan bencana alam atau bentuk-bentuk kerusakan yang merugikan lainnya. Kondisi di atas menyebabkan ekosistem mangrove dan kawasan pesisir mengalami intensitas pengelolaan sumberdaya wilayah yang tinggi dengan berbagai tujuan pemanfaatannya. Beragamnya kepentingan dan pengaruh tersebut membuat kawasan pesisir merupakan kawasan yang sangat rentan terhadap bentuk pengelolaan yang bersifat merusak ekosistem maupun merubah fungsi lahan. Ekosistem yang selalu menjadi sasaran eksploitasi dan perubahan fungsi adalah ekosistem mangrove. Berbagai kegiatan seperti pengambilan hasil hutan kayu, pengambilan hasil hutan non kayu dan bentuk-bentuk pemanfaatan ekosistem mangrove berpotensi menjadi penyebab kerusakan ekosistem mangrove itu sendiri, terlebih jika didukung oleh keberadaan industri yang menampung hasil hutan tersebut. Tingkat keterbukaan wilayah yang relatif tinggi di kawasan pesisir juga memungkinkan adanya kegiatan pemanfaatan yang bersifat lintas sektoral seperti pertambakan dan pertanianperkebunan. Hal lain yang bersifat kelembagaan yang diduga turut berpengaruh terhadap tingkat kerusakkan ekosistem mangrove adalah intensitas penyuluhansosialisasi, keberadaan kelompok swadaya masyarakat yang berbasis masyarakat pesisir itu sendiri, lembaga swadaya masyarakat yang terkait dengan Universitas Sumatera Utara pengelolaan ekosistem mangrove. Dari sisi sumber daya manusia, tingkat pemahaman masyarakat terhadap aspek lingkungan juga diduga memiliki hubungan dengan tingkat kerusakan ekosistem mangrove. Berbagai faktor yang terjadi secara kolektif bisa menyebabkan kerusakan dan perubahan kesesuaian peruntukan ekosistem hutan mangrove. Sebagai salah satu sumber daya yang menjadi pilar utama pengembangan wilayah di kawasan pesisir, rusaknya ekosistem mangrove secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan sendi-sendi pertumbuhan perekonomian wilayah di kawasan pesisir, seperti menurunnya pendapatan masyarakat pesisir, berkurangnya kesempatankemudahan bekerja, berkurangnya kesempatankemudahan berusaha, ketersediaankemudahan mendapatkan bahan baku dan menurunnya aksesibilitas ekonomi masyarakat terhadap sumber daya mangrove. Hal-hal tersebut secara keseluruhkan akan melemahkan pilar-pilar pengembangan wilayah di kawasan pesisir baik aspek sumber daya alam, sumber daya manusia maupun pada akhirnya berpengaruh terhadap percepatan adopsi teknologi bagi mayarakat pesisir. Agar dampak negatif dari kemungkinan adanya bias distribusi fungsi lahan selama proses pembangunan tidak terjadi danatau tidak semakin menimbulkan kerusakan, perlu segera dilakuan kajian untuk melihat fenomena perubahan fungsi lahan yang terjadi. Selanjutnya dilakukan analisis bias distribusi fungsi lahan yang terjadi untuk mengidentifikasi adanya fungsi-fungsi lahan yang tidak sesuai peruntukannya dengan kebijakan dan regulasi yang berlaku. Selanjutnya, Analisis dilanjutkan dengan mengkaji faktor-faktor yang memiliki hubunganberpengaruh terhadap tingkat kerusakan ekosistem mangrove, dan juga faktor-faktor pertumbuhan perekonomian wilayah yang memiliki hubungan sebagai dampak dari kerusakan ekosistem mangrove. Dengan diketahuinya faktor-faktor penyebab terjadinya Universitas Sumatera Utara kerusakan maka dapat ditentukan pendekatan yang tepat untuk memperbaiki kualitas ekosistem mangrove, yaitu melalui upaya mencegahmengatasi faktor penyebabnya. Dengan diketahuinya korelasi antara kerusakan dan tingkat kesesuaian peruntukkan lahan mangrove beserta faktor-faktor yang menyebabkannya tepat dalam mengembangan wilayah pesisir berbasis ekosistem mangrove. Dengan diketahuinya perubahan-perubahan kesesuaian peruntukkan lahan mangrove maka dapat ditentukan arahan kebijakan penataan peruntukkan dan pengelolaan yang harus dilakukan menuju peruntukanpenggunaan lahan yang optimal. Kondisi optimal yang dimaksudkan di sini adalah peruntukan lahan yang direncanakan mengakomodasi kebutuhan pembangunan memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan wilayah pesisir, namun tetap mempertahankan aspek-aspek produktifitas, efisiensi pemanfaatan sumber daya alam dan ruang, efisien dan lestari Gambar 2. Penataan peruntukkan lahan mangrove yang optimal juga adalah penataan yang diformulasikan dengan aturan main tertentu, bukan semata-mata oleh mekanisme pasar Sirojuzilam, 2007. Universitas Sumatera Utara .. Gambar 2. Kerangka Konseptual Penelitian 102 Faktor-faktor penyebab: = intensitas pengamanan = penebangan kayu bakau = kegiatan pertambakan = kegiatan perkebunanpertanian = pemanfaatan hasil hutan non kayu = intensitas penyuluhan sosialisasi = kedekatan dengan industri pengolahan kayu bakau = keberadaan kelompok swadaya masyarakat = keberadaan lembaga swadaya masyarakat = tingkat pemahaman masyarakat terhadap lingkungan Kesesuaian Peruntukan Lahan Tingkat Kerusakan Ekosistem Mangrove Indikator Pengembangan Wilayah Pesisir Z = pendapatan rumah tangga Z 1 = kesempatan kerja Z 2 = kesempatan berwirausaha Z 3 = ketersediaan kemu- dahan bahan baku Z 4 = aksesibilitas ekonomi terhadap sumberdaya mangrove Z 5 SWOT: Strength, Weakness, Opportunity, Threat Bias Perubahan Peruntukan Lahan Pengembang an Wilayah Pesisir Berbasis Pengelolaan Ekosistem Mangrove Y1 Y2 X5 X6 X7 X8 X9 X1 X2 X3 X4 X10 Arahan Kebijakan Penataan Peruntukan Lahan Mangrove Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Arahan Kebijakan Peningkatan Kualitas Ekosistem Mangrove Universitas Sumatera Utara

3.2. Hipotesis Penelitian