Sikap Anak Autistik Selama Mengikuti Kegiatan pada Keterampilan

60 Tabel 10. Respon Anak terhadap Perintah yang Diberikan No Pertanyaan Penelitian Data Sumber 7 Bagaimana respon anak terhadap perintah yang diberikan? a. Anak langsung mengerjakan yang diintruksikan. b. Anak tidak langsung mengerjakan karena anak sedang tantrum atau tidak enak hati. Wawancara Guru perlu mengulang instruksi yang diberikan sebanyak 1-3 kali, sehingga total instuksi yang diberikan yaitu 2-4 kali instruksi apabila instruksi tersebut terlalu rumit. Seperti insrtuksi untuk melakukan dua kegiatan yaitu mengambil ceret dan mengisi dengan air. Instruksi tidak perlu diulang apabila hanya terdiri dari satu kata seperti “lanjutkan”. Instruksi tersebut diberikan ketika anak berhenti mengerjakan karena tertawa, bergumam atau melamun dan ND langsung melanjutkan pekerjaannya. Akan tetapi dalam kondisi tersebut, intruksi diulang karena anak tertawa dan bergumam secara berlebihan dan tidak terkontrol sehingga intrsuksi yang pertama tidak didengar oleh anak. Observasi

B. Pembahasan

1. Proses Pemilihan Keterampilan bagi Anak Autistik di SLB Pembina

a. Pilihan keterampilan yang disediakan

SLB Negeri Pembina Yogyakarta ditunjuk sebagai sekolah sentra, adapun surat yang berhubungan dengan hal tersebut adalah surat tembusan nomor 425068.1PLB.D.IV14 mengenai pangkalan data PK-LK pendidikan menengah. Sekolah mendapat sembilan keterampilan dari Jakarta yang merupakan bagian dari rangkaian penyelenggaraan sekolah sentra. Melalui penyelenggaraan program tersebut diharapkan anak memiliki bekal keterampilan dalam usaha menyiapkan 61 anak untuk dapat mandiri. Dengan demikian, penyelenggaraan program tersebut merupakan salah satu bentuk dukungan dalam masa transisi menuju dewasa. Greydanus dan Luis 2012 menyebutkan bahwa perkembangan anak autistik selama masa transisi perlu mendapat dukungan yang tepat. Maksud dari penyelenggaraan program tersebut sesuai dengan pendapat Taylor, Smiley dan Richards 2009: 379 bahwa pengalaman kerja dan pengembangan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan perlu dimasukan dalam perencana masa transisi.

b. Kelayakan keterampilan bagi anak autistik

Awal pelaksanaan model pembelajaran keterampilan pada tahun 2003 setiap anak dapat mengikuti kelas keterampilan lebih dari satu keterampilan. Setiap anak mengikuti kelas keterampilan secara berpindah-pindah. Sebagai contoh, satu anak mengikuti boga, tekstil, busana maka anak hari senin mengikuti pembelajaran keterampilan di boga, hari berikutnya di tekstil. Dengan demikian, pembelajaran keterampilan menjadi kurang fokus. Sekolah menilai kembali keterlaksanaan program pendidikan di SLB Negeri Pembina dengan melakukan evaluasi. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar 2007: 7 menyebutkan bahwa upaya untuk mengetahui efektivitas komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan program dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi program, sehingga dapat diketahui letak kekurangan atau komponen yang bekerja tidak dengan semestinya. Pihak sekolah melakukan evaluasi dalam usaha mengimplementasikan pembelajaran keterampilan agar sesuai dengan karakteristik dan kemampuan peserta didik. 62 Evaluasi dilakukan terhadap keberlangsungan pembelajaran keterampilan sebagai bagian dari pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar 2007: 14 bahwa sasaran evaluasi program adalah komponen atau bagian dari program. Evaluasi terus dilakukan selama anak mengikuti keterampilan yang dipilih untuk menilai ketepatan kompetensi yang diberikan. Tim sekolah juga melakukan evaluasi terhadap kebermaknaan pendidikan bagi lulusan ketika kembali ke masyarakat dan keluarga. Dengan demikian, sasarn evaluasi yang dilakukan SLB N Pembina meliputi transformasi dan output. Suharsimi Arikunto 2012: 34-37 menyebutkan bahwa unsur sasarn evaluasi meliputi input, transformasi, dan output. Input adalah calon anak didik, evaluasi dilakukan mengenai kemampuan yang dimiliki anak. Transformasi dapat mencakup materi, metode pengajaran, media, sistem administrasi dan guru. Output adalah penilaian terhadap lulusan untuk mengukur tingkat pencapaian selama mengikuti program. Hasil dari evaluasi tersebut maka disusun suatu kebijakan sebagai bentuk rekomendasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar 2007: 12-13 bahwa pengambilan keputusan pada akhir pelaksanaan evaluasi program adalah dengan memberikan sebuah rekomendasi. Isi dari kebijakan yang pertama adalah menyesuaikan kompetensi keahlian dari masing-masing keterampilan dengan kemampuan anak yang mengikuti keterampilan tersebut. Sehingga, kompetensi keahlian yang diberikan dan nantinya dimiliki anak akan bersifat individual. 63 Kebijakan yang kedua adalah perubahan model pelaksanaan pembelajaran. Pihak sekolah akhirnya menggandeng orangtua dan dunia usaha sebagai bagian dari lingkungan masyarakat untuk bekerja sama dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan. Setiap pihak memiliki peran masing-masing. Sekolah memiliki peran untuk menfasilitasi keinginan orangtua dan masukan dari dunia usaha dunia industri DUDI. Orangtua memberikan masukan mengenai kemampuan yang dimiliki anak dan prospek lingkungan sekitar bagi kemandirian anak. Misalnya, orangtua mengemukakan bahwa di lingkungan sekitar rumah terdapat pengusaha mebel dan menginginkan anaknya masuk di perkayuan. Di sisi lain anak tidak mengingkan hal yang serupa dengan orangtua, tetapi anak sebetulnya mampu mengikuti. Dengan demikian, pihak sekolah mengutus guru untuk memberikan pengarahan kepada anak agar mau mengikuti kelas perkayuan. Bentuk keterlibatan DUDI adalah dengan masukan mengenai perkembangan dunia industri yang dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh, pengusaha di bidang tekstil khususnya batik memberikan masukan perkembangan warna batik yang saat ini digunakan adalah warna alam. Berdasarkan masukan tersebut, sekolah selanjutnya mengimplementasikan penggunaan warna alam dalam proses pewarnaan batik. Selain itu, pelaksanaan pembelajaran keterampilan yang dimulai pada tahun 2003 sampai dengan saat ini mengalami tiga kali perubahan berdasarkan permasalah tersebut. Perubahan terjadi pada tahun ajaran 20042005, tahun ajaran 20072008, dan tahun 2010. Perubahan terjadi pada sistem pemilihan keterampilan dan sistem pengelompokan kelas. 64

c. Pengkajian potensi anak autistik yang telah dilakukan terkait proses

pemilihan keterampilan Sesuai dengan kebijakan pelaksanaan pembelajaran keterampilan yang telah diterapkan pada tahun 2010. Maka, dilaksanakan penjurusan dengan memilihkan satu keterampilan yang akan ditempati anak. Bimo Walgito 2004: 195; 2005: 197 menyebutkan bahwa siswa yang akan memilih program studi serta yang akan langsung terjun ke dunia kerja memerlukan bimbingan karir agar dapat bekerja dengan senang dan baik dan menyiapkan pekerjaan yang baik. Sehingga, anak autistik memerlukan bimbingan karir khususnya untuk memilih keterampilan sebagai program studi di SLB Pembina. Secara lebih spesifik layanan yang diberikan memang bertujuan untuk menempatkan anak autistik pada satu keterampilan. Menurut Winkel 2004: 681-682 salah satu komponen bimbingan karir yang bertujuan untuk membantu individu memasuki jalur studi atau bidang kerja dengan menetapkan tujuan dan pilihan yang berkaitan dengan perencanaan masa depan adalah layanan penempatan. Dewa dan Nila; Samsul 2008: 61; 2010: 288 menyebutkan bahwa melalui layanan ini memungkinkan siswa berada pada posisi dan pilihan yang tepat berkenaan dengan penjurusan, kelompok belajar, pilihan pekerjaankarir, kegiatan ekstrakurikuler, program latihan dan pendidikan sesuai dengan kondisi fisik dan psikis. Pelaksanaan pemilihan keterampilan bagi anak autistik di awali dengan pemberian penjelasan kepada orangtua oleh kepala sekolah dan koordinator bengkel atau kelas keterampilan. Tim selanjutnya mengumpulkan data mengenai anak sebagai dasar pelaksanaan pemilihan keterampilan. Data mengenai anak diperoleh melalui hasil asesmen oleh psikolog dan informasi dari orangtua.