49 model “bola pecahan”. Siswa kemudian membandingkan besar dua
pecahan tersebut dan menentukan nilai perbandingan , , atau =. 2 Pemahaman konsep dilaksanakan dengan memberikan latihan soal
yang berupa soal dengan jawaban benar salah. 3 Pembinaan keterampilan dilaksanakan dengan pemberian latihan soal.
d. Operasi hitung sederhana pecahan berpenyebut sama Pembelajaran konsep operasi hitung sederhana pecahan
berpenyebut sama dapat dilaksanakan melalui langkah pembelajaran sebagai berikut:
1 Penanaman konsep dilaksanakan dengan menyediakan dua buah pecahan yang memiliki nilai penyebut sama melalui penggunaan
media model “bola pecahan”. Siswa kemudian menjumlahkan atau mengurangi kedua pecahan tersebut.
2 Pemahaman konsep dilaksanakan dengan memberikan latihan soal yang berupa soal dengan jawaban benar salah.
3 Pembinaan keterampilan dilaksanakan dengan pemberian latihan soal.
3. Evaluasi Hasil Belajar Pemahaman Konsep Pecahan Siswa Tunanetra
Menurut Sudaryono 2012: 38 bahwa “evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur efektivitas sistem
pembelajaran secara keseluruhan”. Pendapat lain diungkapkan oleh Oemar Hamalik 2010: 210 bahwa “evaluasi adalah suatu proses berkelanjutan
tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan- keputusan yang dibuat dalam merancang susatu sistem pengajaran”.
50 Menurut H.M Ali Hamzah 2014: 15 bahwa “evaluasi adalah
sarana untuk mendapatkan informasi yang diperoleh dari pengumpulan dan pengolahaan data”. Menurut Gronlund dalam M. Ngalim Purwanta, 2013:
3 bahwa “evaluasi hasil belajar adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan
pengajaran telah dicapai oleh siswa”. Beberapa pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa evaluasi adalah
suatu proses pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran informasi untuk mengukur efektivitas dan menilai keputusan pembelajaran.
Menurut Daryanto 2012: 14-15 evaluasi memiliki fungsi berikut: a. Fungsi selekif yaitu evaluasi untuk mengadakan seleksi terhadap siswa.
b. Fungsi diagnostik yaitu evaluasi untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa, sehingga dapat mendiagnosis kebutuhan siswa dan
pemenuhan kebutuhannya. c. Fungsi penempatan, yaitu evaluasi untuk menempatkan siswa sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya. d. Fungsi pengukur keberhasilan, yaitu evaluasi untuk mengetahui
keberhasilan suatu program. Evaluasi yang dimaksud pada penelitian ini yaitu suatu proses
pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran informasi mengenai pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra kelas III, sehingga dapat mengukur
efektivitas suatu media pembelajaran terhadap kemampuan pemahaman siswa tunanetra kelas III. Evaluasi berfungsi untuk mengukur keberhasilan
51 atau keefektifan media model “bola pecahan” terhadap kemampuan
pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta.
Menurut H.M Ali Hamzah 2014: 152 kegiatan evaluasi dilakukan pada tiga ranah pengukuran, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan intelektual, seperti: pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan berpikir. Ranah afektif
berhubungan dengan sikap, minat, perhatian, apresiasi, dan cara menyesuaikan diri. Ranah psikomotor berhubungan dengan gerak laku,
seperti: menulis cepat maupun menggunakan alat dan media pembelajaran. Dalam melakukan evaluasi terhadap tiga ranah tersebut terdapat dua teknik
evaluasi yang dapat digunakan. Menurut Suharsimi Arikunto 2012: 40 teknik evaluasi terdiri dari teknik tes dan teknik non-tes. Teknik tes terdiri
dari tes subjektif dan tes objektif. Teknik non-tes terdiri dari skala bertingkat, kuesioner, check list, wawancara, pengamatan, dan riwayat
hidup. Teknik evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik
tes berupa tes objektif serta teknik non-tes berupa pengamatan. Hal ini bertujuan agar evaluasi yang dilakukan dapat mengungkap informasi
tentang pelaksanaan pembelajaran dan perolehan pemahaman konsep pecahan pada siswa tunanetra kelas III.
Teknik tes objektif menurut M. Ngalim Purwanto 2013: 119-123 merupakan pengukuran yang berdasarkan pada penilaian atas kemampuan
52 siswa dengan soal jelaskan jawaban yang benar atau yang salah dengan
bobot nilai yang tetap. Tes objektif terdiri dari tes benar-salah, tes pilihan ganda, tes menjodohkan, tes isian, dan tes uraian. Menurut Suharsimi
Arikunto 2008: 165 tes objektif memiliki kelebihan, seperti: mengandung banyak segi positif, lebih mudah dan cepat cara pemeriksaanya serta tidak
ada unsur subjektif. Kelemahan dari tes objektif, seperti: persiapan dalam menyusun tes lebih sulit, soal cenderung mengungkapkan ingatan dan
pengenalan, adanya peluang keuntungan, serta kesempatan melakukan kecurangan lebih besar.
Membuat tes harus melalui beberapa langkah-langkah penyusunan. Menurut Suharsimi Arikunto 2012, 167-177 langkah-langkah dalam
penyusunan tes adalah sebagai berikut: a. Menentukan tujuan mengadakan tes.
b. Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan dijadikan tes. c. Menderetkan semua indikator dalam tabel persiapan yang memuat aspek
tingkah laku yang terkandung dalam indikator. d. Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berpikir
yang akan diukur beserta imbangan antara kedua hal tersebut. e. Menuliskan butir soal berdasarkan pada indikator-indikator yang sudah
dituliskan pada tabel indikator dan aspek tingkah laku. Tes objektif yang digunakan digunakan pada penelitian ini
bertujuan untuk mengukur pelaksanaan pembelajaran ranah kognitif. Tes objektif yang diterapkan dalam mengukur kemampuan pemahaman konsep
53 pecahan siswa tunanetra yaitu tes isian. Tes hasil belajar konsep pecahan
dibuat oleh peneliti sendiri dengan validasi isi oleh uji ahli yaitu guru mata pelajaran matematika kelas III. Hal ini dilaksanakan atas pertimbangan
kesesuaian materi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam kemampuan pemahaman konsep pecahan anak tunanetra serta
pengungkapan kemampuan pemahaman yang dibatasi pada konsep nilai pecahan, pecahan senilai, membandingkan pecahan berpenyebut sama, dan
operasi hitung sederhana pecahan berpenyebut sama. Evaluasi tes hasil belajar konsep pecahan juga disusun dengan
berpedoman pada standar komptensi dan kompetensi dasar SK-KD. Hal ini agar adanya kesesuaian antara informasi yang diungkap dan tujuan
pembelajaran. Adapun SK-KD sebagai acuan dalam penyusuan tes hasil belajar konsep pecahan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tes Hasil Belajar Konsep Pecahan Siswa Tunanetra Kelas III
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
3. Memahami pecahan sederhana dan
penggunaannya dalam pemecahan masalah
3.1 Mengenal pecahan sederhana 3.2 Membandingkan pecahan sederhana
3.3 Memecahkan masalah yang berkaitan
dengan pecahan sederhana
Tes objektif digunakan untuk mengungkap kemampuan siswa dalam menyelesaikan latihan soal mengenai konsep pecahan. Materi yang
diberikan dalam tes objektif meliputi: konsep nilai pecahan, perbandingan pecahan berpenyebut sama, serta operasi hitung penjumlahan dan
pengurangan sederhana pecahan berpenyebut sama. Jumlah soal yang
54 diberikan adalah 10 buah dengan bentuk soal isian. Adapun penskoran yang
digunakan dalam tes menurut M. Ngalim Purwanta 2013: 102-103, yaitu:
Keterangan: NP
= nilai persen yang dicari atau diharapkan R
= skor mentah yang diperoleh siswa SM
= skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan 100
= bilangan tetap Hasil persentase dikategorikan ke dalam tingkat keberhasilan
belajar menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Zain Aswan 1997: 121, yaitu: a. Istimewa
: Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasi oleh siswa.
b. Baik sekali : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasi oleh siswa sebesar 76 sampai 99.
c. Baik : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasi oleh
siswa sebesar 60 sampai 75. d. Kurang
: apabila bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasi oleh siswa kurang dari 60.
Kemampuan pemahaman konsep pecahan untuk siswa tunanetra kelas III diharapkan dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimun KKM.
Persentase pencapaian KKM yang telah ditetapkan dalam pembelajaran konsep pecahan yaitu skor sebesar 70 yang termasuk dalam kategori baik.
ൌ ܴ
ܵܯ ݔͳͲͲ
55 Menurut H. M. Ali Hamzah 2014: 169 teknik non-tes pengamatan
atau observasi adalah teknik yang digunakan oleh pendidik dengan tujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran ranah afektif dan psikomotor.
Observasi dilaksanakan dengan menggunakan pedoman observasi untuk mengamati sikap ketelitian, ketekunan, minat, partisipasi keaktifan, serta
kecepatan siswa dalam mengerjakan soal atau problem solving. Observasi yang dilakukan meliputi pengamatan proses dan pengamatan perilaku.
Pengamatan proses pada penelitian ini meliputi pengamatan terhadap kemampuan siswa tunanetra kelas III dalam memahami dan
mengidentifikasi materi pecahan dengan menggunakan media model “bola pecahan”. Pengamatan perilaku meliputi pengamatan terhadap keaktifan dan
partisipasi siswa tunanetra kelas III dalam mengikuti pembelajaran konsep pecahan.
Menurut M. Ngalim Purwanto 2002: 153-154 kelebihan teknik observasi sebagai evaluasi pembelajaran, berupa: a perolehan data secara
langsung sehingga lebih objektif dan lebih menggambarkan aspek kepribadian siswa; b siswa menunjukkan kebiasaan, minat, serta sifat
dalam merespon secara spontasn tanpa tekanan; serta c data yang diperoleh mencakup berbagai aspek kepribadian siswa. Kekurangan teknik observasi
sebagai evaluasi pembelajaran, berupa: a pengamat atau guru membutuhkan kekerampilan khusus dalam menangkap informasi yang
ditunjukkan oleh siswa, b kepribadian pengamat mempengaruhi pencatatan perilaku siswa, c tingkah laku yang sama tidak selalu dipersepsikan sama
56 oleh pengamat yang berbeda; serta d data yang diperoleh tidak memberikan
gambaran yang sama tentang struktur kepribadian siswa. Menurut H. M. Ali Hamzah 2014: 173 tahapan yang harus
dilakukan dalam pelaksanaan observasi yaitu sebagai berikut: a. Merencanakan kisi-kisi.
b. Menulis butir-butir pertanyaan. c. Menyempurnakanreview berdasarkan pertimbangan pakar.
d. Mengujicobakan ke lapangan. e. Mengolah hasil hasil uji coba.
f. Menyempurnakan butir-butir alat ukur yang belum baik berdasarkan hasil uji coba.
Pedoman observasi pada penelitian ini dibuat oleh peneliti sendiri dengan validasi konstruk oleh uji ahli yaitu guru mata pelajaran matematika
kelas III. Hal ini dilaksanakan atas pertimbangan kesesuaian tujuan pembelajaran yang akan dicapai dengan pengungkapan pelaksanaan
pembelajaran dan kemampuan pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra kelas III. Data hasil obeservasi kemudian diinterpretasikan dengan cara
menghitung dan menjumlah skor hasil observasi siswa, mempersentasekan skor akhir, serta menyimpulkan sesuai dengan kategori yang telah disusun.
Alasan dilaksanakan evaluasi ranah aspek afektif dan psikomotor melalui teknik observasi yaitu untuk mengetahui kemampuan afektif dan
psikomotor siswa tunanetra kelas III terhadap mata pelajaran matematika, sehingga diharapkan berpengaruh terhadap perbaikan penguasaan
kompetensi konsep pecahan. Penyusunan teknik evaluasi hasil belajar pemahaman konsep
pecahan siswa tunanetra dilaksanakan dengan mempertimbangkan
57 kemampuan dan kondisi siswa tunanetra kelas III. Kedua teknik evaluasi
tes dan non-tes tersebut diharapkan dapat mengungkap proses pembelajaran konsep pecahan yang menggunakan media model “bola pecahan” serta
mengungkap kemampuan pemahaman konsep pecahan siswa tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta.
D. Kajian Tentang Media Model “Bola Pecahan” 1. Kajian tentang Konsep Media Pembelajaran