Prinsip Pembelajaran Pemahaman Konsep Pecahan pada Siswa Tunanetra

42 kesulitan soal diberikan sesuai dengan kemampuan siswa dan menyangkut kegiatan sehari-hari, memberi kebebasan kepada siswa untuk mencari penyelesaian masalah dengan caranya sendiri, serta pemakaian media belajar yang mempermudah pemahaman siswa, seperti media konkret. Salah satu upaya yang dilakukan pada penelitian yaitu penggunaan media model “bola pecahan” dalam pembelajaran konsep pecahan untuk siswa tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta.

2. Prinsip Pembelajaran Pemahaman Konsep Pecahan pada Siswa Tunanetra

Siswa tunanetra memiliki karakteristik dan kemampuan belajar yang berbeda-beda. Guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan individu dalam pembelajaran siswa tunanetra Ahmad Nawawi dalam Asep AS. Hidayat dan Ate Suwadi, 2013: 29-30. Perbedaan individu pada siswa tunanetra mengharuskan guru untuk merancang pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak. Menurut Lowenfeld 1974: 41-44 prinsip pengajaran untuk anak tunanetra terdiri dari a need for concrete experiences, b need for unifying experiences, and c need for learning by doing. Penjabaran lebih lanjut yaitu sebagai berikut: a. Pengalaman konkret Guru harus memberikan berbagai variasi pengalaman konkret untuk memfasilitasi kekurangan pengalaman anak tunanetra. Pengalaman konkret dapat berasal dari lingkungan sekitar anak tunanetra. Pembelajaran konkret dalam dilakukan dengan mengajak anak untuk 43 mengobservasi objek atau situasi dirinya, menyediakan model dari suatu objek, maupun diskusi terkait karakteristik model tersebut. b. Penyatuan antar konsep Anak tunanetra membutuhkan pembelajaran dan perolehan pengalaman secara utuh dari keseluruhan integrasi pengalaman. Prinsip penyatuan konsep menekankan pada pengenalan suatu konsep dengan bagian demi bagian kemudian pengenalan secara keseluruhan. Anak tunanetra tidak hanya membutuhkan pembelajaran fakta dari topik yang diberikan, tetapi membutuhkan cara mengenali perbedaan dari gabungan keseluruhan objek, situasi, dan topik. c. Belajar sambil melakukan Prinsip belajar sambil melakukan merupakan prinsip belajar yang menekankan agar anak memperoleh pengetahuan melalui pengalaman secara langsung. Hal ini bertujuan agar pengetahuan yang diperoleh dapat dipahami secara konkret dan sesuai dengan kebutuhannya. Prinsip pembelajaran memiliki tujuan agar pembelajaran yang dilaksanakan lebih optimal. Penyelenggaran pembelajaran yang optimal juga didukung oleh lingkungan pembelajaran yang kondusif untuk anak tunanetra. Menurut Juang Sunanto 2005: 201-205 bahwa lingkungan belajar yang harus diperhatikan dalam pembelajaran siswa tunanetra yaitu sebagai berikut: 44 a. Lingkungan visual Lingkungan visual yang harus diperhatikan agar kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana dengan lancar adalah pencahayaan dan dekor ruangan. Pengaturan pencahayan harus disesuaikan dengan kondisi anak tunanetra. Hal ini dikarenakan setiap anak memiliki hambatan dan tingkat penglihatan yang berbeda. b. Lingkungan suara Anak tunanetra menggunakan indera pendengaran lebih besar untuk memperoleh informasi dibandingkan anak awas. Lingkungan suara yang kondusif dan tenang akan membantu tunanetra untuk mengidentifikasi suatu objek dan orientasi objek tertentu. Pengaturan lingkungan suara yang interes memberikan pengaruh terhadap optimalnya pelaksanaan pembelajaran. c. Lingkungan perabaan Lingkungan perabaan menjadi indera penting untuk tunanetra selain lingkungan suara. Hal ini disebabkan anak tunanetra lebih mengoptimalkan penggunaan indera pendengaran dan taktual dalam memperoleh suatu informasi. Pengaturan lingkungan perabaan yang baik untuk tunanetra yaitu kemudahan dalam melakukan mobilitas serta bebasnya lingkungan sekitar dari rintangan. Penerapan prinsip pembelajaran dan pengelolaan lingkungan kelas pada penelitian ini bertujuan agar pembelajaran konsep pecahan pada siswa tunanetra kelas III di SLB-A Yaketunis Yogyakarta dapat dilaksanakan 45 sesuai kebutuhan dan kondisi siswa. Penerapan pengalaman konkret dilaksanakan dengan menyediakan suatu media pembelajaran berupa media model “bola pecahan”. Media tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan konsep pecahan pada siswa tunanetra. Pembelajaran dilaksanakan dengan meraba media model “bola pecahan” per bagian atau irisan dan keseluruhan sehingga terbentuk suatu konsep yang utuh. Pengelolaan lingkungan dilakukan dengan mengoptimakan lingkungan suara dan perabaan yang menjadi modal utama anak tunanetra kelas III dalam memperoleh informasi. Pembelajaran konsep pecahan untuk siswa tunanetra harus memperhatikan berbagai strategi pembelajaran yang akan diterapkan. Pembelajaran harus mendorong siswa untuk aktif dan mampu mengembangkan kemampuannya. Pelaksanaan pembelajaran harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat dan pertanyaan, sehingga dapat mengembangkan dan mendorong rasa ingin tahu siswa Lisnawaty Simanjuntak, dkk., 1993: 82. Guru juga sebaiknya memberikan pujian sebagai salah satu bentuk penguatan positif kepada siswa, sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan memperbaiki perilaku siswa Polloway dan Patton dalam Parwoto, 2007: 84. Penyelenggaraan pembelajaran konsep pecahan harus memiliki relevansi antara kemampuan dan kebutuhan siswa tunanetra. Rekomendasi pembelajaran konsep pecahan yang relevan untuk siswa tunanetra Polloway dan Patton dalam Parwoto, 2007: 181-182, yaitu: a. Fokus pembelajaran konsep pecahan adalah penerapan problem solving. 46 b. Pembelajaran konsep pecahan harus mencangkup keterampilan hitungan. c. Keterampilan berhitung harus dilaksanakan secara bertahap. d. Keberhasilan pembelajaran harus dilaksanakan melalui evaluasi belajar. e. Pembelajaran lebih banyak melibatkan siswa, penggunaan kurikulum yang luwes serta mengakomodasi berbagai kebutuhan belajar siswa. Berdasarkan pendapat di atas, maka pelaksanaan pembelajaran konsep pecahan untuk siswa tunanetra kelas III harus dirancang dengan berorientasi pada kebutuhan anak. Pembelajaran menekankan pada penggunaan problem solving untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan konsep hitungan. Pembelajaran juga harus memberikan perubahan tingkah laku pada siswa tunanetra dengan pemberian penguatan positif serta melibatkan siswa untuk aktif mengikuti pembelajaran. Perubahan perilaku dapat diketahui dengan pelaksanaan evaluasi non-tes hasil belajar konsep pecahan pada siswa tunanetra. Menurut Heruman 2008: 2-3, pembelajaran konsep pecahan terbagi dalam tiga kelompok pembelajaran konsep sebagai berikut: a. Penanaman konsep dasar penanaman konsep, yaitu pembelajaran suatu konsep baru ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Pada kelompok ini, kemampuan pola pikir siswa dapat dibantu dengan penggunaan media atau alat peraga. b. Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari pemahaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih memahami konsep pecahan. 47 c. Pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan konsep pecahan. Pelaksanaan pembelajaran konsep pecahan pada penelitian ini dilakukan dengan melibatkan ketiga kelompok pembelajaran tersebut. Penerapan ketiga kelompok belajar termuat dalam langkah-langkah pembelajaran konsep pecahan, baik pada kegiatan awal, kegiatan inti, maupun kegiatan penutup. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model “bola pecahan” untuk membantu siswa memahami konsep pecahan. Penerapan ketiga kelompok pembelajaran konsep pecahan untuk siswa tunanetra kelas III yaitu sebagai berikut: a. Nilai pecahan Pembelajaran konsep nilai pecahan dapat dilaksanakan melalui langkah pembelajaran sebagai berikut: 1 Penanaman konsep dilaksanakan dengan menggunakan media model “bola pecahan”. Guru memberikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep pecahan, misalnya ଵ ଶ . Siswa kemudian diberikan serangkaian pertanyaan misalnya berapa bagian yang dibagi dibelah? 2 Pemahaman konsep dilaksanakan dengan menunjukkan nilai-nilai pecahan melalui media model “bola pecahan”. Siswa mampu mengidentifikasi nilai pecahan ଵ ଶ , ଵ ଷ , ଵ ସ , ଵ ହ , atau ଵ ଺ . 48 3 Pembinaan keterampilan dilaksanakan dengan membedakan pecahan yang bernilai ଵ ଶ , ଵ ଷ , ଵ ସ , ଵ ହ , atau ଵ ଺ . Siswa mampu membedakan media model “bola pecahan” yang memiliki nilai pecahan berbeda. b. Pecahan senilai Pembelajaran konsep pecahan senilai dapat dilaksanakan melalui langkah pembelajaran sebagai berikut: 1 Penanaman konsep dilaksanakan dengan menunjukkan pecahan ଵ ଶ melalui media model “bola pecahan”, kemudian membagi dua pecahan ଵ ଶ menjadi pecahan ଶ ସ . Siswa kemudian diberikan pertanyaan. 2 Pemahaman konsep dilaksanakan dengan berdiskusi untuk mencari pecahan senilai tanpa menggunakan media, yaitu dengan cara mengalikan pecahan tersebut dengan suatu pecahan lain yang pembilang dan penyebutnya sama. Contohnya adalah seperti berikut: ଵ ଶ = ... ଵ ଶ x ଶ ଶ = ଶ ସ maka, ଵ ଶ = ଶ ସ . 3 Pembinaan keterampilan dilaksanakan dengan memberikan latihan soal terkait berbagai nilai dari pecahan senilai. c. Perbandingan pecahan berpenyebut sama Pembelajaran konsep perbandingan pecahan berpenyebut sama dapat dilaksanakan melalui langkah pembelajaran sebagai berikut: 1 Penanaman konsep dilaksanakan dengan menunjukkan dua buah pecahan berpenyebut sama yang berbeda dengan menggunakan media 49 model “bola pecahan”. Siswa kemudian membandingkan besar dua pecahan tersebut dan menentukan nilai perbandingan , , atau =. 2 Pemahaman konsep dilaksanakan dengan memberikan latihan soal yang berupa soal dengan jawaban benar salah. 3 Pembinaan keterampilan dilaksanakan dengan pemberian latihan soal. d. Operasi hitung sederhana pecahan berpenyebut sama Pembelajaran konsep operasi hitung sederhana pecahan berpenyebut sama dapat dilaksanakan melalui langkah pembelajaran sebagai berikut: 1 Penanaman konsep dilaksanakan dengan menyediakan dua buah pecahan yang memiliki nilai penyebut sama melalui penggunaan media model “bola pecahan”. Siswa kemudian menjumlahkan atau mengurangi kedua pecahan tersebut. 2 Pemahaman konsep dilaksanakan dengan memberikan latihan soal yang berupa soal dengan jawaban benar salah. 3 Pembinaan keterampilan dilaksanakan dengan pemberian latihan soal.

3. Evaluasi Hasil Belajar Pemahaman Konsep Pecahan Siswa Tunanetra

Dokumen yang terkait

Penggunaan Alat Peraga "Blok Pecahan" Dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas III SDN Cakung Barat 04 Pagi

0 18 0

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BLOK PECAHAN DAN REALITA TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN SISWA KELAS IV Pengaruh Penggunaan Media Blok Pecahan Dan Media Realita Terhadap Pemahaman Konsep Pecahan Siswa Kelas Iv SD Negeri Pilang 1 Masaran Sragen Tahun Pelajar

1 11 16

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BLOK PECAHAN DAN REALITA TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN SISWA KELAS IV Pengaruh Penggunaan Media Blok Pecahan Dan Media Realita Terhadap Pemahaman Konsep Pecahan Siswa Kelas Iv SD Negeri Pilang 1 Masaran Sragen Tahun Pelajar

0 0 19

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHITUNG PECAHAN MELALUI MEDIA KARTU DOMINO PECAHAN PADA SISWA KELAS V Peningkatan Kemampuan Menghitung Pecahan Melalaui Media Kartu Domino Pecahan Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri I Widoro Kecamatan Sidoharjo

0 0 16

Pemanfaatan bola sebagai alat peraga untuk membantu siswa Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB A) memahami konsep perkalian : studi kasus pada siswa kelas II SLB A Yaketunis Yogyakarta.

0 4 146

PENGARUH MEDIA KARTU DOMINO TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP PECAHAN.

3 38 6

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGEMBANGAN DIRI DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRAKTIK SISWA TUNANETRA KELAS III SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

0 1 212

KEEFEKTIFAN METODE PERMAINAN DOMINO BRAILLE TERHADAP KEMAMPUAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA TUNANETRA KELAS 1 DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

7 32 165

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA REPLIKA BANGUN DATAR TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN DATAR PADA SISWA TUNANETRA BUTA TOTAL KELAS 1 SEKOLAH DASAR (SD) DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA.

3 15 230

KEEFEKTIFAN MEDIA GLOBE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP PERUBAHAN KENAMPAKAN BUMI DAN BULAN BAGI SISWA TUNANETRA KELAS IVA SLB-A YAKETUNIS.

0 0 166