penegakan hukum, di antara instansi yang berwenang di wilayah laut, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan yang berwawasan maritim. Sistem
penegakan hukum di wilayah laut juga mengatur tentang jenis pelanggaran pidana yang terjadi dan sanksi pidananya sebagai akibat dari terjadinya pelanggaran
hukum di laut. Sistem penegakan hukum dan mekanismenya terakomodasi jelas dalam UU Kelautan Nomor 32 Tahun 2014, maka keteraturan dan ketertiban
dalam upaya penegakan hukum di laut akan melahirkan kepastian hukum, menjamin keamanan dan keselamatan laut dalam rangka mendukung eksistensi
laut Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, dan menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan kawasan laut Indonesia, termasuk pengembangan perekonomian
dalam menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
e. Tantangan dan Kompleksitas Penegakan Hukum di Laut
Penegakan hukum di wilayah laut sampai kini masih mengalami berbagai kendala yang belum terselesaikan. Berbagai pelanggaran hukum di wilayah laut
sering kali tidak jelas penyelesaiannya. Masing-masing stakeholder keamanan dan keselamatan laut melakukan fungsi penegakan hukum yang tidak terkoordinasi
dengan baik dan meninggalkan permasalahan kepastian hukum bagi para pelaku usaha dan pengguna sarana transportasi laut.
Penegakan hukum di laut yang masih bersifat sektoral karena banyak instansi yang berwenang dalam penegakan hukum di laut dengan berbagai dasar
hukum yang dimilikinya dan berpotensi menimbulkan banyak permasalahan
http:jurnalmaritim.com201409sistem-penegakan-hukum-dalam- ruu-kelautan Diakses pada tanggal 05 April 2015 pukul 13.00 WIB.
hukum, di antaranya tumpang tindih wewenang antar instansi penegak hukum yang menimbulkan konflik antar lembaga penegak hukum.
Disamping itu, mekanisme sistem penegakan hukum yang meliputi penyidikan, penuntutan, dan peradilan juga belum terdefinisi jelas dalam
peraturan perundang-undangan yang diatur tersendiri. Terlalu banyaknya jumlah instansi yang menangani masalah keamanan
dan keselamatan laut membuat bingung para pengguna jasa di wilayah laut. Baru saja usai diperiksa instansi yang satu kemudian diperiksa lagi oleh instansi
lainnya, dan seterusnya. Ketika salah satu lembaga berwenang melakukan pemeriksaan, lembaga lain yang memiliki kewenangan pada teritori sama merasa
enggan untuk memeriksa dan memilih melakukan pemeriksaan secara terpisah. Akibatnya, timbul kerugian dari pengguna jasa, baik materiil maupun non-materiil
yang menyebabkan terjadinya peningkatan biaya transportasi laut, menjadi lebih mahal. Permasalahan peliknya konflik kewenangan antar-penegak hukum di
wilayah laut ditambah dengan permasalahan lain yang tidak kalah penting, menyangkut perizinan, bahkan sebagian besar pelanggaran yang terjadi di laut
menyangkut soal perizinan, misalnya tindak pidana penangkapan ikan tanpa izin, berlayar tanpa izin, membawa hasil hutan tanpa izin, pencarian benda berharga tak
berizin, menangkap dan membawa satwa yang dilindungi tanpa dokumen resmi atau tidak berizin dan kegiatan di perairan Indonesia tanpa izin.
Perizinan juga menghadapi kendalanya sendiri karena adanya pembagian kewenangan pengelolaan wilayah laut antara provinsi dan daerah kotakabupaten,
sehingga harus melakukan pengurusan perizinan di tingkat propinsi dan pengurusan perizinan di tingkat kotakabupaten.
Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan suatu kepastian hukum dalam melakukan penegakan hukum terhadap aturan kelautan nasional terutama
mengenai instansi yang berwenang dalam bidangnya masing-masing seperti masalah keamanan, keselamatan laut, perizinan dsb.
2. Tanggung Jawab Oleh Hukum Internasional