Peraturan yang Berlaku bagi Kapal-kapal Niaga Yurisdiksi Kriminal Negara Pantai

Pasal 17 menentukan bahwa kapal-kapal asing yang berlayar berdasarkan hak lintas damai di laut teritorial negara pantai harus tunduk pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh negara pantai yang sesuai dengan pasal-pasal Konvensi ataupun peraturan-peraturan hukum internasional yang lain, khususnya hukum dan peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan pengangkutan dan pelayaran. Ketentuan ini memang sudah sewajarnya demikian, sebab kapal-kapal asing itu berada atau berlayar di laut teritorial yang merupakan bagian wilayah suatu negara. §§§§§§§§§§§§

b. Peraturan yang Berlaku bagi Kapal-kapal Niaga

Terhadap kapal-kapal niaga asing yang sedang berlayar berdasarkan hak lintas damai di laut teritorial, negara pantai tidak boleh memberikan kewajiban melakukan pembayaran, hanya karena kapal-kapal niaga asing itu melintasi laut teritorial negara pantai yang bersangkutan. Demikian ditegaskan dalam Pasal 18 ayat 1. Pembebanan biaya tersebut hanya diperbolehkan dalam hal-hal pelayanan- pelayanan yang bersifat khusus saja yang telah diberikan kepada kapal niaga itu. Pembebanan biaya ini harus diberlakukan sama untuk semua kapal niaga dari semua negara. Jadi tidak boleh melakukan pembedaan atau bertindak diskriminatif, demikian ditegaskan pada ayat 2. Pelayanan yang bersifat khusus tersebut misalnya, kapal itu terpaksa ditarik untuk dibawa ke pelabuhan terdekat karena mengalami kerusakan mesin ataupun fisiknya, atau biaya perbaikan atas kerusakkan yang dialami kapal itu.

c. Yurisdiksi Kriminal Negara Pantai

§§§§§§§§§§§§ Ibid. hlm.100. I Wayan Parthiana, Op.cit, hlm. 101. Pasal 19 ayat 1-5 mengatur tentang yuridiksi kriminal criminal jurisdiction negara pantai terhadap kapal-kapal niaga yang sedang menikmati hak lintas damai di laut teritorialnya. Ayat 1 ini melarang negara pantai melaksanakan yurisdiksi kriminalnya di atas kapal asing, namun dalam hal ini, ayat 1 menentukan beberapa pengecualian, yakni : a. Jika akibat dari tindak pidana itu meluas ke negara pantai yang bersangkutan; b. Jika tindak pidana itu merupakan suatu jenis tindak pidana mengganggu kedamaian dan keamanan dari negara itu ataupun ketertiban di dalam laut teritorialnya; c. Jika penguasa daerah setempat dimintai bantuan oleh kapten kapal atau oleh konsul dari negara bendera yang dikabarkan oleh dan merupakan negara kebangsaan kapal itu; atau d. Jika bantuan itu sangat dibutuhkan dalam rangka pemberantasan perdagangan ilegal narkotika. Ketentuan pada ayat I tidak mempengaruhi hak dari negara pantai untuk menempuh langkah-langkah berdasarkan hukum nasionalnya yang bertujuan melakukan penangkapan ataupun penyelidikan di atas kapal asing yang sedang melintasi laut teritorialnya berdasarkan hak lintas damai, setelah kapal itu meninggalkan perairan pedalaman itu untuk selanjutnya memasuki laut teritorialnya. Menurut ayat 2 ini, negara pantai tetap berhak atau memiliki yurisdiksi kriminal untuk menangkap dan menahan si pelakunya ataupun untuk melakukan penyelidikan atas tindak pidana tersebut, meskipun kapal itu sudah berada di laut teritorialnya. ††††††††††††† ††††††††††††† Ibid. hlm. 102. Selanjutnya, pada ayat 3 diatur tentang kewajiban negara pantai sesuai dengan permintaan dari kapten kapal, yaitu untuk menghubungi konsul dan negara yang benderanya dikibarkan oleh kapal tersebut bahwa kapalnya terkait dengan kriminal, seperti yang diatur pada ayat 1 dan 2 sebelum menempuh suatu langkah apa pun. Akhirnya, ayat 5 tidak membolehkan negara pantai untuk mengambil tindakan seperti ditentukan pada ayat 1, 2, dan 3 terhadap tindak pidana yang terjadi di atas kapal sebelum kapal itu memasuki laut teritorial negara pantai tersebut dan kapal itu hanyalah berlayar di laut teritorialnya saja tanpa memasuki perairan pedalamannya. Jadi dalam hal ini, tindak pidananya terjadi di atas kapal, ketika kapal masih berada di luar laut teritorial negara pantai. Meskipun ada larangan seperti ayat 5, tetapi pengecualian seperti ditentukan pada ayat 1 di atas masih tetap berlaku. Tegasnya, negara pantai tetap dapat melakukan apa yang ditentukan pada ayat 1, 2, dan 3 sepanjang berkenaan dengan pengecualian tersebut. Dalam hal ini, yang lebih diutamakan adalah keselamatan, keamanan, dan ketertiban di dalam kapal tersebut dalam melakukkan pelayaran, baik ketika menikmati hak lintas damai maupun nantinya memasuki dan berlayar di laut lepas, ataupun juga di laut teritorial dan perairan pedalaman dari negara tujuannya. Apabila nanti setelah dapat dipastikan bahwa negara pantai tidak memiliki yurisdiksi kriminal atas tindak pidana tersebut, sedangkan yang memiliki yurisdiksi kriminal adalah negara lain, maka kedua negara dapat berkerja sama dalam menyelesaikan. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

d. Yurisdiksi Sipil Negara Pantai