Pengaturan Sumber Daya Perikanan menurut Hukum Nasional

Akhirnya, Pasal 32 menegaskan tentang kekebalan immunities dari kapal perang dan kapal pemerintah yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial. Sesuai dengan hukum kebiasaan internasional yang sudah berlaku umum, bahwa kapal perang ataupun kapal pemerintah yang dioperasikan untuk tujuan non- komersial memiliki kekebalan immunities. Pengertian “kekebalan” dalam hal ini adalah kekebalan dari hukum Negara pantai. Tegasnya, hukum Negara pantai tidak dapat diterapkan terhadap kapal tersebut. Namun dalam hubungan ini, kekebalan tersebut dikecualikan dari ketentuan dalam Sub Bagian A Peraturan yang Berlaku bagi Semua Kapal dan Pasal 30 dan 31.

BAB III PENGATURAN ATAS EKSPLOITASI SUMBER DAYA PERIKANAN DI

WILAYAH LAUT ZEE OLEH KAPAL ASING MENURUT HUKUM NASIONAL

A. Pengaturan Sumber Daya Perikanan menurut Hukum Nasional

Sumber Daya Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang sangat besar baik dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya. Potensi lestari maximum sustainable yield MSY sumber daya perikanan tangkap diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Sedangkan potensi yang dapat dimanfaatkan allowable catch sebesar 80 dari Maximum Sustainable Yield yaitu 5,12 juta ton pertahun. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perikanan, Pasal 1 Ayat 1. namun demikian, telah terjadi ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan di sumber daya perikanan antar kawasan dan antar jenis sumber daya. Sebagian wilayah telah terjadi gejala tangkap lebih over fishing seperti di Laut Jawa dan Selat Malaka, sedangkan di sebagian besar wilayah timur tingkat pemanfaatannya masih di bawah potensi lestari. Beberapa sumber daya alam di wilayah pesisir dan lautan telah mengalami overexploitasi. Sumber daya perikanan laut baru dimanfaatkan sekitar 63,49 dari total potensilestarinya MSY, Maximum Suistainable Yield , namun di beberapa kawasan perairan beberapa stok sumber daya ikan telah mengalami kondisi tangkap lebih over fishing . Jenis stok sumber daya ikan yang telah mengalami over fishing adalah jenis udang dan ikan karang konsumsi. Udang hampir mengalami over fishing di seluruh perairan Indonesia, kecuali Laut Sulawesi, Laut Arafura dan Samudera Pasifik, serta Samudera Hindia; ikan karang konsumsi mengalami over fishing di perairan Selat Malaka, Laut Jawa, Laut Arafura, dan Samudera Hindia; ikan demersal mengalami over fishing di perairan Selat Malaka, Selat Makasar, danLaut Laut Banda; ikan pelagis kecil mengalami over fishing di perairan Laut Jawa dan LautBanda; ikan pelagis besar mengalami over fishing di perairan Selat Malaka dan Laut Jawa. §§§§§§§§§§§§§§§§ Kondisi over fishing ini tidak hanya disebabkan karena tingkat penangkapan yang melampaui potensi lestari sumber daya perikanan, tetapi juga disebabkan karena kualitas lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan mengalami penurunan atau kerusakan akibat pencemaran dan terjadinya degradasi fisik ekosistem perairan sebagai tempat pemijahan, asuhan, §§§§§§§§§§§§§§§§ https:www.academia.edu6127725POTENSI_PRODUKSI_SUMBERDA YA_IKAN_DI_PERAIRAN_LAUT_INDONESIA_DAN_PERMASALAHANNYA dan mencari makan bagi sebagian besar biota laut tropis. Permasalahan ini harus segera diperhatikan agar keberlanjutan sumberdaya perikanan Indonesia tetap dapat terjamin dengan baik. Hal pertama yang harus dilakukan adalah penataan kembali sistem perikanan nasional dengan tindakan pengelolalaan sumberdaya ikan secara rasional pembatasan hasil tangkapan, dan upaya tangkapan. Pengelolaan sumber daya ikan secara bertahap dan terkontrol, diikuti dengan monitoring yang seksama demi keberlanjutan sumber daya ikan yang lestari. Selain itu, diadakan kegiatan pengawasan, pengendalian dan pemantauan seksama terhadap armada, alat tangkap dan nelayan untuk mengurangi resiko kegiatan IUU Fishing yang merugikan negara. Dalam konteks pengelolaan sumber daya ikan yang terdapat di ZEE Indonesia bagi kesejahteraan rakyat, pemerintah dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia telah menetapkan landasan kebijakan dan sebagai tindak lanjut diundangkannya UU No.5 tahun 1983 tentang ZEE Indonesia. Sebagai penjabaran lebih lanjut tentang ZEE Indonesia dikeluarkan peraturan perundang- undangan khususnya untuk pengaturan di bidang sumber daya alam hayati di Indonesia dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1984 merupakan upaya dan kegiatan pemerintah untuk mengarahkan dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam hayati di Indonesia. Dasar pemanfaatan sumber daya alam hayati di ZEE Indonesia adalah mengembangkan usaha perikanan Indonesia. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, pemerintah mengupayakan tersedianya berbagai kemudahan untuk meningkatkan kemampuan usaha perikanan Indonesia, yaitu dengan mengadakan kerja sama dengan orang atau badan hukum asing dalam bentuk usaha patungan atau bentuk kerja sama lainnya menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Persyaratan agar orang atau badan hukum asing dapat diberi kesempatan untuk melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia sepanjang orang dan badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang usaha perikanan Indonesia belum sepenuhnya memanfaatkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. ††††††††††††††††† ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Sedangkan yang dimaksud dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah banyaknya sumber daya hayati yang boleh ditangkap dengan memperhatikan pengamanan konservasinya di ZEE Indonesia. Pasal 4, mengatur perihal konservasi, yang menentukan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan Pengaturan tersebut di atas jelas menunjukkan adanya suatu keharusan bahwa orang atau badan hukum asing dapat diberi kesempatan untuk melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia apabila terdapat surplus, yang dirumuskan dengan kalimat: belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan. Dalam kaitannya dengan pengaturan pemanfaatan sumber daya perikanan, maka aspek konservasi merupakan persoalan yang penting. Maksudnya tujuan diadakannya peraturan tentang pengelolaan sumber daya alam hayati di ZEE Indonesia adalah untuk pemanfaatan yang maksimum bagi usaha perikanan Indonesia dan ketidakmampuan dalam mengoptimalkan pemanfaatan tersebut yang masih in- cover oleh jumlah tangkapan yang diperbolehkan, maka baru diperbolehkan atau badan hukum asing untuk memanfaatkannya. Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1984 Nomor 23, Pasal 2. ††††††††††††††††† Ibid, Pasal 3. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Ibid, Pasal 1 Huruf e. menurut jenis atau kelompok jenis sumber daya perikanan di sebagian atau seluruh ZEE Indonesia. §§§§§§§§§§§§§§§§§ Lebih lanjut dalam ayat berikutnya dari Pasal 4 tersebut, menyatakan penetapan jumlah tangkapan yang diperbolehkan didasarkan pada hasil penelitian, survei, evaluasi dan atau data hasil kegiatan penangkapan ikan. Penetapan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dijadikan sebagai dasar oleh Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menetapkan alokasi jumlah unit kapal perikanan dan jenis alat penangkap ikan dari masing-masing kapal. †††††††††††††††††† Rangkaian kegiatan tersebut didasarkan bahwa sumber daya perikanan secara alami mempunyai daya pulih kembali renewable sampai batas tertentu. Artinya apabila pemanfaatan sumber daya perikanan tidak dikelola dengan baik akan memungkinkan terjadinya tekanan pemanfaatan yang melampaui Maximum Sustainable Yield MSY yang dapat mengakibatkan semakin menurunnya persediaan sumber daya perikanan dan tidak mustahil bahwa akan terjadi kepunahan. Hal ini berakibat menganggu keseimbangan ekosistem baik di ZEE Indonesia maupun di perairan Indonesia juga akan terganggu. Oleh karena itu, dalam rangka melestarikan sumber daya perikanan supaya dimanfaatkan secara terus menerus, perlu ditetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan setinggi-tingginya 90 persen dari MSY. §§§§§§§§§§§§§§§§§ Ibid, Pasal 4. Ibid, Pasal 4 ayat 2. †††††††††††††††††† Ibid, Pasal 5.. Penetapan demikian dimaksudkan bahwa setiap kapal perikanan yang dilengkapi dengan alat penangkap ikan tertentu mempunyai kemampuan untuk menangkap dan menghasilkan sejumlah berat dan jenis ikan tertentu sesuai dengan batas kemampuan alat tersebut yang dapat diperhitungkan secara rata-rata setiap tahunnya karena jumlah tangkapan yang diperbolehkan menurut jenis dan kelompok sumber daya perikanan hanya akan mampu menampung sejumlah kapal perikanan dengan jenis alat penangkap ikan tertentu. Dalam landasan konstitusional, yang dirumuskan dalam Pasal 33 ayat 3 seperti telah disebutkan di atas, menentukan bahwa pemerintah merupakan pengemban amanat rakyat. Oleh karena itu berkaitan dengan sumber daya ikan, pemerintah mempertanggungjawabkannya dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diperbaiki menjadi Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan. Dalam pasal 7 ayat 4 Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, menyatakan bahwa : Menteri menetapkan potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1 huruf b dan huruf c setelah mempertimbangkan rekomendasi dari komisi nasional yang mengkaji sumber daya ikan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan huruf b dan huruf c, menyatakan sebagai berikut: pada huruf b, potensi dan alokasi sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, sedangkan pada huruf c, jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan perikan Republik Indonesia. Sejalan dengan pengaturan potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan atas sumber daya ikan yang terdapat di ZEE Indonesia, Indonesia telah merefleksikan UNCLOS 1982 dalam peraturan perundang-undangan nasional. Indonesia mengaturnya dalam keputusan Menteri Pertanian Nomor 995KptsIK.210999 tentang Potensi Sumber Daya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang diperbolehkan di Wilayah Perikan Republik Indonesia. Dasar pertimbangan dikeluarkan keputusan menteri adalah dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan secara optimal dan bertanggung jawab responsible fisheries, menetapkan jumlah yang boleh ditangkap dan jenis serta ukuran ikan yang tidak boleh ditangkap. Pengumuman Lahirnya Zona Ekonomi Eksklusif di Indonesia pada tanggal 20 Maret 1980. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tanggal 20 Maret 1980 yang berpedoman pada praktek negara-negara yang telah diterima secara luas terkait dengan rezim hukum Zona Ekonomi Eksklusif ZEE menyatakan bahwa, ZEE Indonesia adalah jalur laut yang berada di luar laut territorial Indonesia, tetapi berbatasan dengannya, di mana jalur laut itu lebarnya dapat mencapai maksimal 200 mil laut terhitung dari garis pangkal sebagaimana diatur berdasarkan Undang- Undang Nomor 4Prp. Tahun 1960. Demikian rumusan pengertian ZEE Indonesia yang mengikuti kecenderungan perkembangan hukum laut internasional pada Ini dimaksudkan untuk mengakomodasi perkembangan hukum laut yang selain diwarnai dengan berlangsungnya Konferensi PBB mengenai hukum laut III UNCLOS III yang pada waktu itu sudah menghasilkan rancangan konvensi hukum laut baru Draft Convention on the Law of the Sea yang di dalamnya memuat pengaturan hukum tentang zona ekonomi eksklusif secara umum, juga diwarnai berbagai klaim atau pernyataan sepihak yang dilakukan oleh negara-negara pantai dari berbagai kawasan sehubungan dengan zona ekonomi eksklusif yang diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti zona 200 mil, zona perikanan sejauh 200 mil dari pantai atau garis pangkal, zona ekonomi 200 mil maupun zona ekonomi eksklusif. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Mochtar Kusumaatmadja, Bahan perkuliahan hukum laut internasional, UNPAD Press, 1980. hlm. 384. waktu itu, tetapi dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional Indonesia yang berlandaskan wawasan nusantara. Selanjutnya, di dalam Pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tersebut, ditegaskan mengenai hak-hak berdaulat serta yurisdiksi Indonesia sebagai negara pantai atau negara Kepulauan. Republik Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat souvereign rights, yaitu hak-hak untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi maupun pengelolaan sumber daya alam baik hayati maupun non hayati yang terdapat di dalam badan air water column, dasar laut dan tanah di bawahnya seabed and subsoil juga hak untuk melakukan kegiatan yang bertujuan ekonomi seperti membangkitkan energi yang berasal dari arus laut, ombak dan gelombang laut maupun angin yang berada di dalam jalur laut 200 mil. Sebagai konsekuensi dari adanya hak-hak berdaulat ini, maka Republik Indonesia juga memiliki yurisdiksi atau kewenangan yang berkaitan dengan pembangunan dan pemanfaatan pulau-pulau buatan artificial islands, instalasi installation dan bangunan structure di jalur atau zona tersebut, juga yurisdiksi terkait dengan penelitian ilmiah kelautan marine scientific research di ZEEI, juga yurisdiksi yang berkaitan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut protection and preservation of the marine environ-ment. Selanjutnya dinyatakan bahwa apabila di bagian-bagian laut tertentu ZEE Indonesia ZEEI tumpang tindih overlapping dengan ZEE negara-negara tetangga, maka Pemerintah Republik Indonesia bersedia untuk mengadakan perundingan dalam usaha mencapai kesepakatan menyangkut penetapan garis batas ZEE masing-masing negara. Selama belum tercapai kesepakatan soal garis batas tersebut, maka ZEE Indonesia garis batas luarnya terletak di tengah-tengah antara garis pangkal laut teritorial Indonesia dengan wilayah pantai dari negara tetangga yang bersangkutan. Pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tersebut juga menegaskan bahwa sepanjang dasar laut dan tanah di bawahnya dari ZEEI adalah merupakan landas kontinen Indonesia, maka hak-hak berdaulat, yurisdiksi serta kewajiban- kewajiban Indonesia akan dilaksanakan menurut Undang-Undang Landas Kontinen Indonesia tahun 1973, perjanjian-perjanjian garis batas landas kontinen dengan negara-negara tetangga dan ketentuan-ketentuan hukum internasional lainnya. Akhirnya dalam Pengumuman Pemerintah tersebut dinyatakan bahwa status perairan ZEE Indonesia yang tidak dapat terpengaruh di mana perairannya tetap berstatus sebagai perairan internasional sehingga di perairan tersebut tetap diakui berlakunya kebebasan laut lepas dalam bidang-bidang tertentu, seperti kebebasan untuk berlayar freedom of navigation, kebebasan untuk melakukan penerbangan di ruang udara yang berada di atas perairan ZEE Indonesia serta kebebasan untuk memasang kabel-kabel dan saluran pipa bawah laut di ZEE Indonesia sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku. Azas-azas yang termaktub di dalam Pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tahun 1980, sebagaimana halnya dengan Pengumuman Pemerintah tahun 1957 Deklarasi Juanda, dan Pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tahun 1969, pada akhirnya dituangkan pula ke dalam suatu peraturan perundang- undangan yang dinamakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia sehingga memiliki kekuatan yuridis formal dan tidak sekedar suatu pengumuman dan pernyataan semata-mata. Undang-undang itu antara lain memuat ketentuan umum yang mencakup definisi dari berbagai istilah seperti sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan lain-lain, pengertian ZEE Indonesia, hak-hak berdaulat, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban, berbagai kegiatan yang dapat dilakukan di ZEE Indonesia, soal ganti rugi, masalah penegakan hukum, ketentuan pidana dan lain- lainnya. Undang-undang ini kemudian ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaan yang berupa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1984 yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya alam hayati di ZEE Indonesia. Sumber daya alam hayati yang istilah populernya adalah ikan tidak mengenal batas-batas wilayah negara sesuai dengan sifat-sifat alaminya, namun sejalan dengan praktek negara-negara yang telah dikembangkan oleh masyarakat internasional serta ketentuan-ketentuan hukum laut internasional yang melandasi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 tersebut, maka sumber daya alam hayati yang terdapat di daerah ZEE Indonesia adalah milik Republik Indonesia walaupun dalam pengelolaannya masih harus memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum internasional, misalnya kewajiban RI untuk menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan Total Allowable Catch, besarnya kemampuan tangkap dari usaha-usaha perikanan Indonesia Capacity to Harvest, langkah-langkah untuk pelaksanaan konservasi serta kesediaan Indonesia untuk memberikan kesempatan kepada usaha perikanan asing untuk ikut serta memanfaatkan ZEE Indonesia sepanjang jumlah tangkapan yang diperbolehkan belum sepenuhnya dimanfaatkan melalui usaha-usaha perikanan Indonesia. Dari segi kepentingan pembangunan nasional, khususnya di sub sektor perikanan, maka sumber daya alam hayati di ZEE Indonesia memiliki dua fungsi penting, yaitu sebagai potensi yang dapat dimanfaatkan secara langsung melalui kegiatan penangkapan ikan serta sebagai pendukung sumber daya alam hayati di perairan Indonesia. Mengingat fungsinya yang demikian penting, maka pemanfaatannya perlu diarahkan secara tepat, terarah dan bijaksana, ini berkaitan pula dengan sifat sumber daya alam hayati yang tidak tak terbatas. Demikian antara lain dasar pemikiran yang melatarbelakangi terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1984 tentang pengelolaan sumber daya alam hayati di ZEE Indonesia. §§§§§§§§§§§§§§§§§§ Pasal 4 Ayat 3 Undang-undang No.5 Tahun 1983 menyebutkan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku. Adapun beberapa peraturan perundang-undangan yang memuat tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 60Men2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.60MEN2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang- undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang menyatakan bahwa wilayah perikanan Indonesia termasuk dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia, Peraturan §§§§§§§§§§§§§§§§§§ http:repository.unhas.ac.idbitstreamhandle123456789112314.20BA B20I20-20BAB20VI.pdf?sequence=4. Diakses Pada tanggal 12 Mei 2015. Pemerintah Nomor 36 tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia yang menyatakan tentang hak dan kewajiban kapal asing untuk melaksanakan Hak Lintas Damai di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113PMK.042007 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Hasil Laut Yang Ditangkap Dengan Sarana Penangkap Yang Telah Mendapat Izin dinyatakan bahwa impor hasil laut yang ditangkap dan diambil dengan sarana penangkap dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia diberikan pembebasan bea masuk, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 05MEN2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, Peraturan Presiden RI Nomor 109 tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut yang menyatakan bahwa prosedur penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut termasuk di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia. Sedangkan perjanjian internasional tentang Zona Ekonomi Eksklusif antar negara berdasarkan UNCLOS 1982 belum begitu banyak, Indonesia baru menetapkan Perjanjian ZEE hanya dengan Australia melalui Perjanjian Antar Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia tentang Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu yang ditandatangani di Perth pada tanggal 14 Maret 1997. Pengaturan ZEE Di Indonesia Sejalan dengan keberlakuan UNCLOS 1982, pada tanggal 2 Maret 1980 telah dikeluarkan Pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, selanjutnya disingkat ZEEI yang pada intinya berisikan: a. Penetapan jalur ZEEI yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. b. Hak berdaulat untuk melaksanakan ekspolasi dan eksploitasi dan pelaksanaannya diatur dalam peraturan perundang-undangan. c. Pengakuan mengenai kebebasan-kebebasan tertentu, antara lain kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa dibawah permukaan laut. d. Kesediaan mengadakan perundingan mengenai penetapan batas dengan negara lain. Menindaklanjuti pengumuman pemerintah di atas, pada tanggal 18 Oktober 1983 Pemerintah Indonesia menetapkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1983 tentang ZEEI. Undang-undang ZEEI ini ditetapkan setelah dirumuskannya UNCLOS 1982, oleh sebab itu pengaturan ZEEI telah disesuaikan dengan UNCLOS 1982. Pasal 2 Undang-Undang ZEEI, menegaskan bahwa: ZEEI adalah jalur diluar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air diatasnya dengan batas terluar 200 dua ratus mil diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Undang-undang Nomor 5 tahun 1983 tentang ZEEI, Pasal 2. Berdasarkan pasal di atas, pengertian ZEEI telah sesuai dengan pengertian ZEE yang diatur dalam UNCLOS 1982, begitu pula halnya dengan pengaturan tentang aktivitas pengelolaan ZEEI, penyelesaian ZEEI yang berdampingan, maupun pengaturan tentang konservasi dan akibatnya. Berkaitan dengan hal di atas, dalam UU ZEEI disebutkan kewajiban negara-negara untuk mematuhi peraturan perundang-undangan Indonesia dalam melaksanakan kegiatan di ZEEI, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 9 yang menegaskan bahwa: Barang siapa yang melakukan tindakan-tindakan yang dengan ketentuan- ketentuan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan hukum internasional yang bertalian dengan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi, dan bangunan-bangunan lainnya di ZEEI dan mengakibatkan kerugian, wajib memikul tanggung jawab dan membayar ganti rugi kepada pemilik pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lainnya tersebut. ††††††††††††††††††† a. Akibat dari suatu peristiwa alam yang berada diluar kemampuannya. Seseorang yang melakukan tindakan yang merugikan pihak Indonesia, maka ganti rugi diberikan kepada Republik Indonesia, dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal 8 yaitu menentukan langkah-langkah untuk menghindari pencemaran. Terjadinya pencemaran akibat pengelolaan sumber daya hayati di ZEE, maka perusak sumber daya alam memikul tanggung jawab mutlak dan membayar biaya rehabilitasi lingkungan laut danatau sumber daya alam tersebut dengan segera dan dalam jumlah yang memadai, kecuali jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran lingkungan laut dan atau perusakan sumber daya alam tersebut terjadi karena : b. Kerusakan yang seluruhnya atau sebagian, disebabkan oleh pembuatan atau kelalaian pihak ketiga yang diatur dalam Pasal 11 ayat 1 dan 2 UU ZEEI. ††††††††††††††††††† Ibid. Pasal 9. Berkaitan mengenai penegakan dalam segala bentuk pelanggaran perundang-undangan di ZEEI, Pasal 14 mengatur wewenang dari aparat penegak hukum yaitu: a Penyidik adalah Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut yang ditunjuk oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. b Penuntut umum adalah Jaksa pengadilan negeri. c Pengadilan yang berwenang mengadili pelanggaran adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi pelabuhan dimana dilakukan penahanan terhadap kapal danatau orang-orang. Dalam rangka proses pengadilan dan penjatuhan hukuman, Undang- undang ZEEI, juga menentukan ketentuan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 16 yaitu penjatuhan pidana denda setinggi-tingginya Rp. 225.000.000,- dua ratus dua puluh lima juta rupiah. Sedangkan yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan ancaman pidananya disesuaikan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dibidang lingkungan hidup. Khusus untuk peraturan pemerintah yang mengatur pelaksanaan Undang-undang ZEEI dapat mencantumkan pidana denda setinggi-tingginya Rp.75.000.000,- tujuh puluh lima juta rupiah. Berlakunya UNCLOS 1982 dan Undang-Undang tentang ZEEI, telah menghasilkan perairan nusantara dan teritorial negara seluas 3,1 juta km 2 serta 2,7 juta km 2 perairan ZEEI. Adanya tambahan wilayah yang demikian luas ini, suatu tantangan yang tidak ringan bagi bangsa Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya hayati khususnya ikan sekaligus pula tantangan untuk melindungi dan melestarikannya. Oleh sebab itu, perlu diadakan tindakan-tindakan konkrit kearah pemanfaatan sumber daya laut yang tetap memperhatikan aspek kelestariaannya. Adapun tindakan-tindakan Indonesia yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ikan di perairan ZEEI, sebagai berikut : ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ 1. Indonesia harus menetapkan allowable catch dari sumber-sumber perairan ZEEI, berkewajiban memelihara berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang ada, agar sumber-sumber perikanannya tidak over-exploited demi untuk menjaga maximum sustainable yield. 2. Untuk mencapai optimum utilization dari kekayaan alam tersebut, Indonesia harus menetapkan its capacity to harvest dan memberikan kesempatan negara-negara lain di kawasannya terutama egara-negara tak berpantai dan negara-negara yang secara geografis kurang menguntungkan,untuk memanfaatkan the surplus of the allowable catch yang tidak dimanfaatkan oleh Indonesia. Tetapi hal ini perlu ditetapkan dengan suatu persetujuan dengan pihak-pihak yang bersangkutan. Sampai sekarang belum ada persetujuan tersebut. 3. Untuk mengatur pemanfaatan kekayaan alam ZEE ini, Indonesia perlu mengeluarkan peraturan-peraturan perikanan yang diperkenankan oleh konvensi, misalnya tentang izin penangkapan ikan, penentuan umur dan ukuran ikan yang boleh ditangkap, dan lain-lain. 4. Mengatur dengan negara-negara yang bersangkutan atau dengan organisasi regionalinternasional yang wajar tentang pemeliharaan dan pengembangan sumber-sumber perikanan yang terdapat di ZEE dua negara atau lebih shared ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Hasyim Djalal, Indonesia and the Law of the Sea.1995. hlm. 15. stocks, highly migratory species dan memperhatikan ketentuan - ketentuan tentang marine mammals, anadromous, dan catadromous species serta sedentary species. PBB dan FAO telah mengatur hal ini lebih jauh dalam suatu implementing agreement dan code of the conduct dibidang perikanan. Indonesia telah menandatangani implementing agreement tersebut tanggal 4 Desember 1995. §§§§§§§§§§§§§§§§§§§

B. Kapal Asing Dalam Hukum Nasional