Efektifitas Pengaturan Sumber Daya Alam Di Wilayah Laut ZEE Oleh

dan wilayah yurisdiksi Indonesia. Adapun Fungsi dari Badan Keamanan Laut itu antara lain terdapat dalam pasal 62 yang berbunyi : Dalam melaksanakan tugas, Badan Keamanan Laut menyelenggarakan fungsi: a. menyusun kebijakan nasional di bidang keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia; b. menyelenggarakan sistem peringatan dini keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia; c. melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia; d. menyinergikan dan memonitor pelaksanaan patrol perairan oleh instansi terkait; e. memberikan dukungan teknis dan operasional kepada instansi terkait; f. memberikan bantuan pencarian dan pertolongan diwilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia; dan g. melaksanakan tugas lain dalam sistem pertahanan nasional.

C. Efektifitas Pengaturan Sumber Daya Alam Di Wilayah Laut ZEE Oleh

Kapal Asing Menurut Hukum Nasional Sumber daya hayati laut merupakan salah satu modal untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional. Dapat kita pahami bahwa sumber daya hayati laut yang memiliki kualitas yang baik dan terjaga merupakan pendukung kesinambungan dalam pembangunan nasional. Walaupun dirasakan telah banyak upaya yang dilakukan dalam pengelolaan sumber daya alam hayati laut namun, masih banyak permasalahan yang belum dapat diatasi secara menyeluruh. Beberapa permasalahan pokok tersebut antara lain adalah masih rendahnya pemahaman akan pentingnya pengelolaan sumber daya alam hayati laut secara berkesinambungan serta lemahnya penegakan hukum sehingga menyebabkan tekanan yang berlebihan terhadap fungsi sumber daya hayati laut, juga kerusakan . Hal lain berupa kerusakan di kawasan laut yang disebabkan oleh pencurian hasil laut yang dapat mengancam keberlanjutan dan kelestarian sumber daya laut terutama berbagai jenis ikan, terumbu karang dan biota laut lainnya. Berdasarkan hal tersebut kita dapat melihat efektivitas UNCLOS yang di implikasikan terhadap peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak berjalan dengan semestinya, dengan maraknya eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh kapal asing di wilayah laut ZEE . Pada dasarnya peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia sudah baiknya adanya, namun terhambat dengan pelakasanaan penegakan hukum yang lemah dan adanya tumpang tindih kewenangan. Bergantinya masa pemerintahan presiden, menteri kelautan lebih tegas dalam menangani masalah laut di Indonesia. Dapat dilihat pesatnya kemajuan yang dibuat oleh menteri kelautan yakni dalam menangani kasus illegal fishing, eksploitasi sumber daya hayati laut oleh kapal asing, dan lain-lain. Sejak bergantinya menteri kelautan yang baru kita dapat melihat efektivitas peraturan perundang-undangan yang dibuat tersebut. Salah satu contoh kasus yang terjadi di perairan Anambas dan Natuna, dari sini kita dapat melihat efektivitas para penegak hukum dalam menegakan peraturan perundang-undangan di perairan Anambas dan Natuna dengan frekuensi pencurian yang cukup tinggi. Tahun 2014, sebanyak 78 kapal ikan asing ditahan karena pencurian ikan di perairan ini. Menurut Wakil Bupati Anambas, Abdul Haris, banyaknya pencurian ikan membuat masyarakat Anambas yang 90 bekerja sebagai nelayan menjadi tersingkir. Kapal pencuri ikan biasanya menggunakan kapal besar dengan pukat harimau, sedangkan nelayan Indonesia hanya menggunakan kapal kecil ukuran 8 meter dengan pancing biasa. Selain hilangnya daya saing nelayan Indonesia, illegal fishing juga telah menimbulkan kerugian negara diantaranya tidak tercatatnya ekspor dari hasil penangkapan ikan di teritorial Indonesia dan matinya aktivitas di pelabuhan hingga pasar lelang karena praktik pemindahan muatan di tengah laut transhipment selama ini. Memanfaatkan momentum pemerintahan baru, Presiden Joko Widodo memberikan perhatian kepada potensi kelautan Indonesia dengan membentuk Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan menunjuk Susi Pujiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Langkah ini disambut positif oleh beberapa kalangan, bahkan kementerian ini telah menunjukan gebrakannya dengan melakukan tindakan tegas menenggelamkan kapal ikan asing ilegal yang terbukti melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia. Berdasarkan kebijakan baru ini, tiga kapal asal Vietnam diledakkan pada 5 Desember 2014 di Laut Natuna, Kepulauan Riau. Ketiga kapal dengan 33 awak kapal dan ikan hasil pencurian sebanyak lebih dari 2,1 ton itu ditangkap di utara Pulau Tarempa, Anambas, Kepulauan Riau, awal November 2014. Tindakan penenggelaman kapal yang tidak memiliki dokumen resmi atau melanggar ketentuan hukum RI didasarkan pada ketentuan Pasal 69 ayat 1 dan ayat 4 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan UU Perikanan. Pasal 69 ayat1 UU Perikanan menentukan bahwa kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia. Sedangkan Pasal 69 ayat 4 berbunyi, dalam melaksanakan fungsi sebagaimana ayat 1 penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya tindakan pemusnahan merujuk pada ketentuan Pasal 76 Huruf A UU Perikanan, bahwa benda atau alat yang digunakan atau dihasilkan dari pidana perikanan dapat dirampas atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan pengadilan. Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama TNI Manahan Simorangkir, mengatakan bahwa bukti permulaan yang cukup tersebut adalah bukti yang menduga adanya tindak pidana di bidang perikanan oleh kapal ikan asing. Pelanggaran itu mencakup tidak memiliki surat izin usaha penangkapan ikan SIPI dan surat izin kapal pengangkut ikan SIKPI, serta nyata-nyata menangkap dan atau mengangkut ikan di wilayah perairan Indonesia. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika akan dilakukan tindakan khusus tersebut. Syarat itu meliputi kapal berbendera asing dengan semua anak buah kapal ABK warga negara asing, tempat kejadian di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia, dan tidak mempunyai dokumen dari Pemerintah Indonesia. Syarat lainnya, kapal sudah tua berdasarkan fakta surat atau tidak memiliki nilai ekonomis tinggi, kapal tidak memungkinkan dibawa ke pangkalan karena mudah rusak atau membahayakan, serta kapal melakukan manuver yang membahayakan atau nakhoda beserta para ABK melakukan perlawanan dengan tindak kekerasan. Sebelum dilakukan tindakan khusus, petugas harus terlebih dahulu melakukan evakuasi ABK, menginventarisasi semua perlengkapan dan peralatan kapal, mengambil dokumentasi, menyisihkan ikan sebagai barang bukti, serta membuat berita acara. Mekanisme yang dilakukan petugas terhadap ketiga kapal Vietnam yang telah melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia adalah petugas telah memastikan bahwa kapal tersebut tidak memiliki SIPI dan SIKPI, sehingga semua kapal digiring ke Pangkalan TNI AL Tarempa dan dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh penyidik TNI AL. Kasus ini kemudian diserahkan ke Kejaksaan Negeri Tarempa dan dimintakan penetapan pengadilan. Pengadilan Negeri Ranai, Natuna pada 3 Desember 2014 menetapkan kapal dimusnahkan dengan cara ditenggelamkan, sedangkan proses hukum terhadap tersangka awak kapal yang diancam hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar masih berlanjut di Pengadilan. Dengan demikian, tindakan penenggelaman 3 kapal Vietnam tersebut telah dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku di Indonesia, mengingat pelanggaran dilakukan di wilayah NKRI. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ http:berkas.dpr.go.idpengkajianfilesinfo_singkatInfo20Singkat- VI-24-II-P3DI-Desember-2014-28.pdf. Diakses pada Tanggal 13 Mei 2015.

BAB IV PENEGAKAN EKSPLOITASI SUMBER DAYA PERIKANAN DI

WILAYAH LAUT ZEE OLEH KAPAL ASING MENURUT HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL

A. Tanggung Jawab Hukum oleh Negara Indonesia dan Hukum

Internasional Tanggung jawab Negara adalah adalah masalah hak dan kewajiban Negara yang terbagi atas 2 hal, yaitu: a. Tanggung jawab Negara atas orang-orang asing yang berada di wilayahnya beserta aset-asetnya dan; b. Tanggung jawab Negara dalam menyelesaikan berbagai persoalan domestik. Pendapat lain mengatakan bahwa ruang lingkup tanggung jawab Negara adalah hak dan kewajiban Negara terhadap : §§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§ a. Perjanjian-perjanjian internasional; b. Pelanggaran atas tindakan-tindakan internasional. Karakteristik yang menjadi dasar tanggung jawab negara menurut Shaw ada tiga karakteristik, yakni : 1. Kewajiban internasional yang berlaku anatara dua Negara tertentu. §§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§ http:akbarkurnia.blogspot.com201106tanggung-jawab-negara- menuruhukum.html Diakses pada tanggal 16 Mei 2015, pukul 22:00 WIB. Malcolm N. Shaw, International Law, Cambridge University Press, Cambridge, 1997. hlm. 154.