Yurisdiksi Sipil Negara Pantai Peraturan yang Berlaku bagi Kapal Pemerintah selain dari Kapal

Selanjutnya, pada ayat 3 diatur tentang kewajiban negara pantai sesuai dengan permintaan dari kapten kapal, yaitu untuk menghubungi konsul dan negara yang benderanya dikibarkan oleh kapal tersebut bahwa kapalnya terkait dengan kriminal, seperti yang diatur pada ayat 1 dan 2 sebelum menempuh suatu langkah apa pun. Akhirnya, ayat 5 tidak membolehkan negara pantai untuk mengambil tindakan seperti ditentukan pada ayat 1, 2, dan 3 terhadap tindak pidana yang terjadi di atas kapal sebelum kapal itu memasuki laut teritorial negara pantai tersebut dan kapal itu hanyalah berlayar di laut teritorialnya saja tanpa memasuki perairan pedalamannya. Jadi dalam hal ini, tindak pidananya terjadi di atas kapal, ketika kapal masih berada di luar laut teritorial negara pantai. Meskipun ada larangan seperti ayat 5, tetapi pengecualian seperti ditentukan pada ayat 1 di atas masih tetap berlaku. Tegasnya, negara pantai tetap dapat melakukan apa yang ditentukan pada ayat 1, 2, dan 3 sepanjang berkenaan dengan pengecualian tersebut. Dalam hal ini, yang lebih diutamakan adalah keselamatan, keamanan, dan ketertiban di dalam kapal tersebut dalam melakukkan pelayaran, baik ketika menikmati hak lintas damai maupun nantinya memasuki dan berlayar di laut lepas, ataupun juga di laut teritorial dan perairan pedalaman dari negara tujuannya. Apabila nanti setelah dapat dipastikan bahwa negara pantai tidak memiliki yurisdiksi kriminal atas tindak pidana tersebut, sedangkan yang memiliki yurisdiksi kriminal adalah negara lain, maka kedua negara dapat berkerja sama dalam menyelesaikan. ‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

d. Yurisdiksi Sipil Negara Pantai

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡ Ibid. hlm. 103. Pasal 20 ayat 1-3 mengatur tentang yurisdiksi sipil civil jurisdiction. Ayat 1 melarang negara pantai untuk menghentikan atau mengalihkan pelayaran kapal asing yang sedang berlayar di laut teritorialnya berdasarkan hak lintas damai, untuk melaksanakan yurisdiksi sipilnya terhadap seseorang yang berada di dalam kapal itu. Demikian pula ayat 2 melarang negara pantai untuk menarik pajak ataupun retribusi terhadap ataupun menahan kapal itu untuk tujuan pelaksanaan proses sipil civil proceeding hanya karena kapal itu berlayar di laut teritorial negara pantai tersebut. Hal ini dilarang karena jelas membebani atau memberatkan kapal yang bersangkutan. Akan tetapi, ayat 3 membenarkan negara pantai melaksanakan yurisdiksi sipilnya terhadap kapal yang sedang berada atau berlayar di laut teritorialnya, setelah meninggalkan perairan pedalamannya. §§§§§§§§§§§§§

e. Peraturan yang Berlaku bagi Kapal Pemerintah selain dari Kapal

Perang Tentang hal ini hanya diatur dalam dua pasal, yakni Pasal 21 dan 22 ayat 1-2 dan itu pun hanya merujuk pada ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal sebelumnya. Pasal 21 menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan dalam Sub-Bagian A dan B sub-sections A dan B juga berlaku terhadap kapal-kapal pemerintah yang dioperasikan untuk tujuan-tujuan komerisal. Memang dapat dipertanyakan, apa yang dimaksud dengan “kapal pemerintah” government ships dan “untuk tujuan komersial” forcommercial purposes. Secara umum dapat dikatakan bahwa kapal-kapal pemerintah adalah kapal-kapal yang digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Apa yang disebut tugas-tugas pemerintahan tentulah mengandung pengertian yang sangat luas yang dapat §§§§§§§§§§§§§ Ibid. menimbulkan perbedaan pendapat dan penafsiran di kalangan para teoritis ataupun praktisi. Mengenai kepemilikannya, bisa saja kapal itu milik pemerintah sendiri, atau bisa juga milik pihak swasta yang disewa oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Sebaliknya, Pasal 22 ayat 1 mengatur tentang kapal pemerintah untuk tujuan non komersil. Jika terhadap kapal pemerintah untuk tujuan komersil yang sepenuhnya diberlakukan ketentuan Sub-Bagian A dan B, maka terhadap kapal pemerintah untuk tujuan non komersial hanya diberlakukan Sub-Bagian A dan Pasal 18 dari Sub-Bagian B sub –section and article 18 of non comercial purposes dapat dikatakan sebagai kebalikan dari tujuan tentang komersial seperti telah dikemukakan di atas. Ayat 2 dari Pasal 22 menegaskan tentang kekebalan atau imunitas immunities yang dimiliki oleh kapal-kapal pemerintah untuk tujuan non komerial, baik sesuai dengan hukum atas peraturan perundang- undangan nasional negara pantai yang bersangkutan maupun dengan peraturan- peraturan hukum internasional.

f. Peraturan yang Berlaku bagi Kapal Perang