Teori Model Intensi Berwirausaha Model Intensi berwirausaha menurut Krueger, Reilly dan Casrud 2000 Background Factor Intensi berwirausaha

Kedua indikasi tersebut berasal dari teori intensi Fishbein dan Ajzen Jean- Pierre Boissin et al, 2009 yang tidak terlepas dari peran situsi baik lokasi, waktu tertentu atau waktu tak terbatas di masa yang akan datang dan perilaku sikap.

2.2. Teori-teori Model Intensi Berwirausaha

2.2.1 Teori Model Intensi Berwirausaha

Dari berbagai literature psikologi, ditemukan bahwa intensi telah terbukti menjadi prediktor terbaik dari perilaku yang terencana, khususnya jika perilaku tersebut tergolong jarang, sulit diobservasi, atau melibatkan jangka waktu yang tidak terprediksi Krueger, Reilly Casrud, 2000. Lebih lanjut, Krueger, Reilly dan Casrud 2000 menyatakan bahwa kewirausahaan adalah jenis perilaku terencana yang sangat tepat bila dijelaskan menggunakan teori intensi. Selain itu, merencanakan dan memulai suatu usaha baru merupakan suatu perilaku yang sullit diobservasi dan hasil yang diperoleh akan terlihat dalam jangka waktu yang tidak terprediksi. Oleh sebab itu, kewirausahaan sangat tepat untuk dijelaskan dengan menggunakan teori intensi. Pada pembahasan berikutnya, akan dibahas lebih jelas mengenai model intensi berwirausaha berdasarkan beberapa teori dari berbagai tokoh.

2.2.2. Model Intensi berwirausaha menurut Krueger, Reilly dan Casrud 2000

Keputusan untuk berwirausaha merupakan suatu keputusan yang diambil oleh individu secara sengaja dan sadar Krueger, Reilly dan Casrud, 2000, oleh karena itu merupakan hal yang mendasar untuk menganalisa bagaimana keputusan tersebut dapat diambil oleh individu. Dalam hal ini, intensi berwirausaha dapat menjadi langkah awal dalam pembentukan suatu usaha yang baru Lee dan Wong dalam Linan dan Chen, 2006. Sebagai tambahan, adanya intensi terhadap suatu perilaku merupakan satu-satunya prediktor terbaik terhadap munculnya perilaku tersebut Krueger, Reilly dan Casrud, 2000.

2.2.3. Model Intensi berwirausaha menurut Linan dan Chen 2006 dan Linan

2008 Dengan mengetahui intensi seseorang untuk berwirausaha, maka secara umum dapat dilakukan prediksi bahwa kemungkinan orang tersebut akan memulai suatu usaha atau berwirausaha di masa depan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari kolvereid, Fayolle, dan Gailly Linan dan Chen, 2006 yang menyatakan dengan adanya intensi untuk memulai dapat menjadi elemen yang menentukan bagi seseorang dalam menampilkan perilaku berwirausaha. Lebih lanjut berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya telah menunjukkan bahwa teori perilaku terencana planned behavior dari Ajzen 1991 dapat digunakan untuk menjelaskan intensi berwirausaha dengan sangat baik.. Teori perilaku terencana merupakan suatu teori yang dapat diaplikasikan untuk menjelaskan semua perilaku yang dilakukan secara sengaja dan hal tersebut menghasilkan hasil yang cukup baik pada bidang yang cukup luas, termasuk di dalamnya masalah pemilihan karir Linan dan Chen, 2006. Dalam hal ini, keputusan untuk berwirausaha merupakan suatu keputusan yang diambil oleh individu secara sengaja dan sadar, oleh karena itu dapat dijelaskan dengan baik oleh teori perilaku terencana. Berdasarkan teori tersebut, nantinya akan ditemui hubungan antara intensi berwirausaha dengan performa yang akan ditampilkannya. Intensi dalam hal ini menjadi elemen fundamental dalam menjelaskan perilaku. Adanya intensi berwirausaha merupakan indikasi dari seberapa besar usaha yang akan dikeluarkan individu untuk menampilkan perilaku berwirausaha Linan, 2008. Dengan mengadaptasi teori planned behavior dari Ajzen 1991, Linan 2008 menjelaskan bahwa intensi berwirausaha mencakup tiga faktor motivasional yang akan mempengaruhi munculnya perilaku, yaitu sikap terhadap kewirausahaan, kendali tingkah laku yang dipersepsikan, dan juga norma subjektif yang dipersepsikan. Penjelasan mengenai ketiga faktor motivasional tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sikap terhadap kewirausahaan attitude towards star-uppersonal attitude

Sikap terhadap kewirausahaan merujuk pada derajat penilaian sejauh mana individu memiliki penilaian positif atau negatif untuk menjadi seorang wirausaha. Dalam hal ini tidak hanya mncakup aspek afektif saja, tetapi juga mencakup aspek penilaian evaluatif beerwirausaha.

2. Kendali tingkah laku yang dipersepsikan perceived behavioral control

Hal ini menunjukkan persepsi yang dimiliki individu terhadap kompetensinya dalam mengendalikan tingkah laku tertentu, yang dalam hal ini adalag perilaku berwirausaha. Faktor ini sering disebut dengan self-efficacy, yang merupakan persepsi seseorang akan kemudahan dan kesukaran menjadi seorang wirausaha Linan, Urbano dan Guerrero, 2008. Hal ini dapat dipengarhi oleh berbagai proses yang berbeda, seperti penguasaan materi, adanya role model, adanya perusasi sosial, dan juga penilaian Bandura dalam linan, 2008.

3. Norma-norma Subjektif subjective norms

Norma sosial yang dimaksud adalah persepsi individu mengenai tekanan sosial yang diberikan oleh keluarga, teman atau orang-orang terdekat terhadap keputusannya dalam menampilkan perilaku berwirausaha. Dalam hal ini persepsi akan penilaian sosial tersebut menjadi acuan bagi individu untuk menyetujui atau tidak menyetujui keputusannya dalam menjadi seorang wirausaha Ajzen dalam Linan, 2008. Dalah hal ini, apabila individu yakin bhawa orang-orang terdekatnya mengharapkannya untuk menampilkan perilaku berwirausaha, individu tersebut cenderung untuk menampilkan perilaku berwirausaha. Jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka individu akan cenderung menghindari untuk menampilkan perilaku berwirausaha. Berdasarkan model intensi berwirausaha di atas, dapat dikatakan bahwa individu memutuskan untuk mendirikan suatu usaha yang baru dengan berdasarkan pada tiga elemen, yaitu sikapnya terhadap kewirausahaan, norma sosial yang dipersepsikan terkait pilihannya untuk menjadi wirausahawan dan kemampuan dalam berwirausaha yang dipersepsikan dimiliki olehnya. Selain faktor motivasional tersebut, Linan 2008 juga menambahkan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi intensi seseorang dalam berwirausaha. Faktor tersebut adalah faktor lingkungan sosial dan individu. Faktor lingkungan environment value sendiri merupakan dinamika sosial dari kewirausahaan, yaitu tingkat penghargaan sebuah komunitas teerhadap perilaku kewirausahaan Bygrave dan Minniti dalam Linan, 2008. Faktor lingkungan ini memberi pengaruh yang cukup kuat terhadap intensi berwirausaha dari individu, dimana penilaian positif dan negatif dari komunitas tempat individu berada dapat ikut menentukan intensi berwirausaha dari Individu Linan, 2008. Faktor lingkungan tersebut mencakup faktor nilai sosial social value dan faktor nilai lingkungan terdekat individu closer valuation. Seseorang menerima pengaruh dari lingkungan terdekat di sekitarnya, yaitu keluarga dan teman-teman, yang dapat mempengaruhi secara langsung kepada persepsi seseorang terhadap pemilihan karir Linan, 2008. Kennedy Linan, 2008 menyatakan bahwa penilaian lingkungan tersebut berpengaruh terhadap daya tarik pribadi personal attraction dan juga norma subjektif subjective norms individu terhadap perilaku berwirausaha. Dalam jurnalnya, Linan 2008 juga menambahkan faktor kemampuan wirausaha entrepreneurial skill ke dalam teori planned behavior untuk membahas intensi berwirausaha. Kemampuan berwirausaha tersebut mengindikasikan seberapa besar keyakinan diri individu bahwa dirinya memiliki level kemampuan-kemampuan tertentu yang cukup tinggi, yang dibutuhkan berkaitan dengan kewirausahaan Linan, 2008. Dengan memiliki kemampuan tersebut, dapat membuat individu merasa lebih mampu untuk memulai suatu usaha Denoble et al, dalam Linan, 2008. Oleh sebab itu, faktor kemampuan berwirausaha juga turut diperhitungkan. Secara lebih jelas, penjabaran intensi berwirausaha oleh Linan 2008 tersebut berdasarkan teori planned behavior, secara umum dapat digambarkan dalam skema berikut : Skema 2.4.2 Model Intensi Berwirausaha dari Linan 2008 Closer Valuation Entrepreneurial Skill Social valuation Perceived Behavioral Control Subjective norms Entrepreneurial Intention Personal attitude Francisco Linan berusaha untuk mengintegrasikan diantara variabel-variabel teori ‘entrepreneurial event’ Shapero dan ‘planned behavior’ Ajzen dalam Linan, 2008. Menurut Fancisco Linan 2008, Semakin banyak ilmu pengetahuan kewirausahaan dimiliki seseorang, maka semakin baik pula tingkat kesadarannya tentang pentingnya memiliki pilihan karir yang professional dan akan membuat individu tersebut memiliki niat untuk menjadi wirausahawan berkredibilitas.

2.2.4 Model Konseptual dari Proses Intensi Berwirausaha Nikolaus Franke dan

Christian Luthje 2004 Menurut Nikolaus Franke dan Christian Luthje 2004, hampir dari setiap pendekatan mengenai penelitian tentang intensi berwirausaha menjelaskan dua faktor yaitu faktor internal dan external lingkungan yang mempengaruhi proses intensi berwirausaha. Internal faktor pada model menggambarkan pilihan karir seseorang yang didominasi oleh pendekatan trait kepribadian. Selain itu, pendekatan dari sudut pandang kepribadian sudah sejak lama menjadi landasan penelitian intensi kewirausahaan Nikolaus Franke Christian Luthje, 2004. Berikut model dari proses pengambilan keputusan untuk berwirausaha yang didahului dengan munculnya intensi berwirausaha : Gambar 2.3 Sebuah model konseptual dari proses pengambilan keputusan kewirausahaan Nikolaus Franke dan Christian Luthje 2004 Other factors Faktor internal kepribadian • kebutuhan untuk mandiri • Locus of control • Siap mengambil risiko Entrepreneurial Intention Sikap terhadap kerja mandiri Entreprene urial Activity Faktor eksternal lingkungan • pasar • Pembiayaan • Masyarakat • Universitas - Inspirasi - Pelatihan - Jaringan Dalam beberapa tahun terakhir, kewirausahaan menjadi topik utama khususnya bagi negara industri. Menurut Robinson, Sexton dan Bruderl Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004,.hal tersebut tidak terlepas dari peran penting pendidikan kewirausahaan. Hasil penelitian menemukan bahwa self-employed keinginan diri menjadi karyawan lebih sering dimiliki oleh mahasiswa yang telah lebih dulu melalui masa pendidikan formal yang berorientasi agar mendapatkan salary yang besar sebagai karyawan di perusahaan. Meskipun begitu, para alumni dari berbagai universitas secara signifikan memberikan pengaruh terhadap perekonomian negara terbukti dengan terciptanya lapangan pekerjaan Dietrich, Richert dan Schiller dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004. Menurut Vesper, McMullan, Hills, Morris dan Fiet Nikolaus Franke dan Christian Luthje,2004 awal dari adanya pendidikan kewirausahaan di instansi pendidikan ditandai dengan berdirinya kursus kewirausahaan di sekolah bisnis Harvard pada tahun 1930, yang kemudian bertambah atensi dari berbagai pihak hingga tahun 1970. Kemudian dari tahun 1990, sebanyak 400 universitas di Amerika mulai dipersiapkan untuk aktif dalam pendidikan kewirausahaan dan jumlah universitas yang ikut serta didalamnya semakin bertambah hingga mencapai 700 universitas. Pada akhirnya menurut Kohfner, Menges dan Schmidt Nikolaus Franke dan Christian Luthje,2004, masing-masing universitas telah memiliki konsep pendidikan dan program pelatihan kewirausahaan. Nikolaus Franke dan Christian Luthje 2004 dalam penelitian yang dilakukannya menemukan bahwa intensi untuk menciptakan suatu usaha mahasiswa Jerman dan Austria secara signifikan rendah apabila dibandingkan dengan mahasiswa Institute Teknologi Massacusette. Variabel internal meliputi kepribadian dan sikap terhadap memperkerjakan diri self-employment dianggap memiliki peran dalam mempengaruhi seseorang untuk menjadi seorang wirausahawan. Perbedaan antara sikap terhadap memperkerjakan diri self-employment dan trait kepribadian diantara kedua mahasiswa tersebut tidak terlepas dari perbedaan persepsi mahasiswa terhadap lingkungan. . Hampir dari beberapa pendekatan dijelaskan melalui faktor internal dan external lingkungan. Berikut penjelasannya :

1. Faktor internal

Pembahasan mengenai faktor internal dapat dijelaskan melalui determinan bahwa pemilihan karir seseorang didominasi oleh kendali dari stabilnya kepribadian dan sikap orang tersebut. Pendekatan kepribadian yang menjelaskan peran kewirausahan telah lama menjadi kajian dari penelitian kewirausahaan, tradisi tersebut berasal dari penelitian yang dilakukan oleh McClelland pada tahun 1950. Sejak saat itu, sejumlah trait kepribadian seperti berani mengambil resiko Hisrich dan Peters dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004, kebutuhan akan prestasi Johnson dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004, dan locus of control Bonnett dan Fuhrmann dalam Nikolaus Franke dan Christian Luthje, 2004 mulai diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi seseorang untuk terispirasi memulai suatu usaha atau berwirausaha. Namun, menurut Brockhaus, robinson, Huefner dan Hunt Nikolaus Franke dan Christian Luthje ,2004 adanya interaksi antara karakteristik kepribadian dengan lingkungan dimana seseorang bertindak Sehingga perbedaan anatar teori kepribadian dengan hasil penelitain dapat saja terjadi. Sebagai contohnya karakteristik kepribadian berani mengambil resiko secara instan dapat muncul tergantung dari lingkungan wirausahanya.

2. Faktor External

Sebagai penjelasan pada skema, bahwa faktor external sering digunakan sebagai cara dalam menjelaskan alasan yang menghubungkan kepribadian dan sikap dengan aspirasi karir yang muncul tidak dengan sendirinya. Fokusnya adalah pada aspek sosial, ekonomi, dan variabel context yaitu pendidikan yang berkemungkinan mempengaruhi seseorang untuk menjadi wirausahawan. Menurut Bechard dan Toulouse Nikolaus Franke dan Christian Luthje ,2004 faktor external yang dapat mempengaruhi mahasiswa dalam mengambil keputusan untuk menjadi wirausahawan adalah universitas dan aktifitas didaktik. Menurut Nikolaus Franke Christian Luthje 2004, trait kepribadian yang dapat memberikan pengaruh terhadap munculnya intensi berwirausaha pada mahasiswa adalah need for achievement kebutuhan berprestasi dan locus of control Bonnet dan Fuhrmann dalam Nikolaus Franke Christian Luthje, 2004.

2.2.5 Shapero’s Model Of The Entrepreneurial Event SEE

Model ‘Entrepreneurial Event’ milik Shapero merupakan implikasi dari model intensi yang dispesifikasikan pada ruang lingkup wirausaha entrepreneurship. Dalam SEE, intensi untuk memulai suatu bisnis wirausaha akan muncul didukung oleh adanya perceptions of desirability dan feasibility serta propensity to act Krueger, Reilly dan Casrud,2000. Berikut skemanya : Gambar 2.4 Shapero’s model of the entrepreneurial event SEE Krueger, Reilly dan Casrud,2000 Perceptions of desirability Perceptions of feasibility Intensi berwirausaha Prospensity to act Dalam teorinya mengenai intensi, Shapero Sokol mengadaptasi teori Planned behavior dari Fishbein Ajzen 1975 dan mengaplikasikan secara khusus dalam dunia wirausaha. Menurut Shapero Sokol intensi dipengaruhi oleh tiga dimensi Krueger, Reilly dan Casrud,2000.:

1. Perceived desirability

Perceived desirability adalah bias personal seseorang yang memandang penciptaan usaha baru sebagai sesuatu yang menarik dan diinginkan. Bias ini tumbuh dari pandangan atas konsekuensi personal pengalaman kewirausahaan misalnya baik atau buruk, dan tingkat dukungan dari lingkungan keluarga, teman, kerabat, sejawat, dsb. Variabel ini merefleksikan afeksi individu terhadap kewirausahaan.

2. Perceived feasibility

Elemen ini menunjukkan derajat kepercayaan dimana seseorang memandang dirinya mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan sumberdaya-sumberdaya manusia, sosial, finansial untuk membangun usaha baru Krueger, Reilly dan Casrud,2000..

3. Propensity to act

Propensity to act menunjukkan dorongan dalam diri seseorang untuk bertingkah laku dan intensitasnya sangat bervariasi bagi tiap individu. Determinan ini tidak hanya mempunyai pengaruh langsung terhadap intensi tetapi juga mempunyai pengaruh tidak langsung. Ketika propensity to act individu rendah, intensi untuk berwirausaha mempunyai kemungkinan yang kecil untuk berkembang, dan perceived desirability menjadi prediktor satu-satunya intensi. Tetapi, jika propensity to act individu tinggi, kuantitas pengalaman berwirausaha sebelumnya sebagai tambahan pada perceived feasibility dan desirability secara langsung mempengaruhi intensi Krueger, Reilly dan Casrud,2000 Ketiga dimensi di atas disebutkan oleh Shapero sebagai anteseden langsung terhadap intensi individu untuk menciptakan suatu usaha. Shapero kemudian berpendapat bahwa sikap seseorang terhadap wirausaha dapat secara tidak langung dipengaruhi oleh ‘prior exposure’ atau pengalaman sebelumnya orang tersebut dalam hal kewirausahaan. Pengalaman ini bisa didapat dari pengalaman kerja sebelumnya atau melalui keberadaan role model Krueger, Reilly dan Casrud,2000. . Krueger, Reilly dan Casrud 2000 kemudian menguji hipotesa ini dan melihat posisinya pada model intensi Entrepreneurial Event Shapero. Dalam usahanya untuk menyingkap model ini Krueger lalu menemukan bahwa ‘prior entrepreneurial experience’ pengalaman kewirausahaan sebelumnya adalah anteseden dari persepsi, baik itu persepsi terhadap keinginan perceived desirability maupun persepsi terhadap kemungkinan perceived feasibility. Lebih lanjut pengalaman kewirausahaan sebelumnya ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu kuantitas dan kualitas. Kuantitas berkaitan dengan pegalaman sebelumnya dalam suatu bisnis keluarga, keterlibatan anggota keluarga dalam bisnis, atau partisipasi dalam pemulaian usaha baru. Kuantitas ini kemudian disebut sebagai breadth of experience. Sedangkan segi kualitas adalah persepsi seseorang terhadap pengalaman tersebut, apakah baik atau buruk. Segi kualitas ini akhirnya disebut juga sebagai positiveness of experience. Pengalaman kewirausahaan sebelumnya ini mempunyai pengaruh langsung terhadap perceived feasibility dan perceived desirability sehingga dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi.

2.2.6. Background Factor Intensi berwirausaha

Menurut Bird Riccardo, 2010 trait kepribadian dianggap sebagai latar belakang dari intensi berwirausaha. Berdasarkan teori Ajzen’s mengenai TPB, disebutkan bahwa background factor yang mempengaruhi intensi diantaranya terdiri dari trait kepribadian. Berikut model background factor Ajzen 2005 : Gambar 2.6 background Factor dalam Theory of Planned Behavior Ajzen, 2005 Background Factors Personal - General attitudes - Personality Traits - Values - Emotions - Intelligence Social - Age, Gender - Race, ethnicity - Education - Income - Religion Information - Experience - Knowledge - Media Exposure Behavioral Beliefs Attitude toward the Behavior Normative Believe Subjective Norms Perceived Behavioral Control Intention Behavior Control Beliefs

2.2.7 Model Intensi Berwirausaha Davidsson Erkko autio et.al, 1997