Usia Jenis Kelamin Pengalaman Kerja Pendidikan

signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha sikarenakan menggambarkan karakteristik dari seorang wirausaha Digman dan Takemoto-Chock, Peabody dalam Goldberg, 1990.

2.2.16. Model Intensi Berwirausaha menurut

Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 Menurut Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 intensi berwirausaha dipengaruhi olehkarakteristik wirausahawan yaitu karakteristik demografi seperti usia, jenis kelamin dan background faktors pendidikan serta pengalaman kerja. Gambar 2.10 Skema model penelitian intensi berwirausaha Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 Karakteristik demografi - Usia - Jenis Kelamin - Pengalaman kerja - pendidikan Intensi berwirausaha Adapun penjelasan mengenai karakteristik demografi yang mempengaruhi intensi berwirausaha seseorang dapat dilihat dibawah ini :

1. Usia

Menurut Reynolds et al. Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 individu dengan kisaran usia 25 -44 tahun memiliki kecenderungan untuk aktif dalam kegiatan kewirausahaan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sinha menemukan bahwa adanya kedekatan antara wirausahawan yang sukses dengan usia mereka yang relatif muda. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kristiansen, Furuholt dan Wahid pada wirausahawan cafe dan internet di Indonesia menemukan bahwa adanya korelasi yang signifikan antara usia wirausahawan dengan kesuksesan bisnis yang dijalani. Sedangkan wirausahawan yang memiliki usia diatas 25 tahun lebih memiliki kesuksesan dari pada usia yang lebih muda.

2. Jenis Kelamin

Mazzarol et al Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 menemukan bahwa orang dengan jenis kelamin perempuan memiliki kecenderungan untuk berwirausaha lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Kolvereid menyatakan bahwa laki-laki signifikan lebih tinggi intensi berwirausahanya dibandingkan dengan perempuan.

3. Pengalaman Kerja

Kolvereid Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 menemukan bahwa individu yang memiliki pengalaman bekerja khususnya sebagai wirausahawan secara signifikan intensi berwirausahanya tinggi dari pada tanpa pengalaman kerja. Sedangkan, Mazzarol et al Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 menemukan bahwa seseorang yang memiliki pengalaman bekerja pada instansi pemerintahan, kecil kemungkinan untuk sukses dalam menciptakan suatu usaha. Tetapi tidak diemukan adanya hubungan antara pengalaman bekerja diinstansi pemerintahan dengan kemunculan intensi berwirausaha.

4. Pendidikan

Penelitian yang dilakukan oleh Charney dan Libecap Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 menemukan bahwa pendidikan kewirausahaan dapat meningkatkan keyakinan diri pada individu untuk berwirausaha. Selanjutnya, mereka menemukan bahwa pndidikan kewirausahaan dapat menambah formasi dari tantangan baru, seperti menumbuhkan self-employment memperkerjakan diri, menciptakan produk baru, menciptakan pekerjaan sendiri sehingga memiliki teknologi bisnis yang lebih baik. Selain itu, dengan adanya pendidikan kewirausahaan dapat menambah jumlah pekerja yang dapat meningkatkan jumlah usaha dan sebagai aset dari para sarjana. Sedangkan menurut Sinha Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004, latar belakang pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang lebih baik dalam memberikan apresiasi yang mendukung intuisi mahasiswa untuk berwirausaha. Selain itu dari usia, jenis kelamin, pengalaman kerja dan pendidikan, terdapat pengaruh budaya dengan trait kepribadian yang saling tumpang tindih antara yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi harus diakui bahwa kadang kala ada suatu etnis tertentu dengan budaya tertentu yang lebih unggul dalam hal membangun suatu usaha daripada anggota kelompak etnis yang lain Lambing Kuehl, dalam Riyanti dan Rostiani, 2008 . Faktor budaya dapat terlihat jelas pada nilai dan belief yang dianut oleh anggota dari kelompok budaya tersebut. Sebagai contoh belief mengenai locus of control, ada beberapa budaya yang menekankan pada internal locus of control sedangkan ada juga yang tidak. Orang-orang yang hidup dengan budaya internal locus of control mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terdorong menjadi wirausahawan karena mereka percaya bahwa mereka dapat mempunyai kesempatan untuk sukes apabila mereka berusaha dengan keras. Contoh berikutnya mengenai image atau status apabila menjadi seorang wirausahawan. Pada beberapa budaya menjadi wirausahawan dapat dipandang sebagai suatu pekerjaan yang positif sedangkan pada budaya yang lain wirausaha dapat dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Lambing dan Kuehl Riyanti dan Rostiani, 2008 memberikan contoh tentang penelitian terhadap kaum imigran di Kanada. Kristiansen Riyanti dan Rostiani, 2008 menyebut bahwa faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional serta faktor budaya dapat mempengaruhi intensi kewirausahaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor- faktor penentu intensi kewirausahaan dengan menggabungkan tiga pendekatan Indarti, 2004 yaitu 1 faktor kepribadian: kebutuhan akan prestasi dan efikasi diri; 2 faktor lingkungan, yang dilihat pada tiga elemen kontekstual: akses kepada modal, informasi dan jaringan sosial; dan 3 faktor demografis: jender, umur, latar belakang pendidikan dan pengalaman bekerja.

2.2.17. Teori Model Intensi Berwirausaha dan Determinan Berwirausaha Boris Urban 2004