kesempatan dalam hidup dikarenakan ketiadaan pekerjaan dan komitmen terhdap rumah dan keluarga yang mendorong seseorang untuk memperkerjakan diri sendiri
dari apda menjadi pekerja kantoran. Ketiadaan kerja membuat seseorang memiliki keinginan untuk memiliki self-employment. Menurut Reynolds ditemukan bahwa
yang utama dari nascent entrepreneur adalah karyawan dengan adanya self- employment yang mendorong seseorang untuk memulai suatu bisnis. Sedangkan pada
keluarga ditemukan bahwa adanya keseimbangan antara dorongan dari rumah dan keluarga yang menjadikan seorang wanita dituntut untuk berkarir. Wanita kebih
mudah dalam memulai suatu bisnis. Sehingga komitmen terhadap keluarga menjadikan seserang memiliki kesempatan untuk memperkerjakan diri mereka self-
employment. Berikut skemanya :
Self- Employment
Situasional variabel
Unemployment
Home dan Family komitment
Intensi berwirausaha
2.2.15. Model Intensi Berwirausaha menurut Goldberg 1990
Big Five” faktor sejak dulu telah dinamai dengan 5 faktor, yaitu 1 Surgency atau Extraversion, 2 Agreeableness, 3 Conscientiousness 4 Emotional stability dan
5 Culture. Alternatif faktor 5 dapat diinterpretasi sebagai Intelect Digman dan Takemoto-Chock, Peabody dalam Goldberg, 1990 dan sebagai openness to
experience McCrae dan Costa dalam Goldberg, 1990. Big five faktor ini secara
signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha sikarenakan menggambarkan karakteristik dari seorang wirausaha Digman dan Takemoto-Chock, Peabody dalam
Goldberg, 1990.
2.2.16. Model Intensi Berwirausaha menurut
Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004
Menurut Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 intensi berwirausaha dipengaruhi olehkarakteristik wirausahawan yaitu karakteristik demografi seperti
usia, jenis kelamin dan background faktors pendidikan serta pengalaman kerja.
Gambar 2.10 Skema model penelitian intensi berwirausaha
Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 Karakteristik demografi
- Usia
- Jenis Kelamin
- Pengalaman kerja
- pendidikan
Intensi berwirausaha
Adapun penjelasan mengenai karakteristik demografi yang mempengaruhi intensi berwirausaha seseorang dapat dilihat dibawah ini :
1. Usia
Menurut Reynolds et al. Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 individu dengan kisaran usia 25 -44 tahun memiliki kecenderungan untuk aktif dalam kegiatan
kewirausahaan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sinha menemukan bahwa adanya kedekatan antara wirausahawan yang sukses dengan usia mereka yang relatif
muda. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kristiansen, Furuholt dan Wahid pada wirausahawan cafe dan internet di Indonesia menemukan bahwa adanya korelasi
yang signifikan antara usia wirausahawan dengan kesuksesan bisnis yang dijalani. Sedangkan wirausahawan yang memiliki usia diatas 25 tahun lebih memiliki
kesuksesan dari pada usia yang lebih muda.
2. Jenis Kelamin
Mazzarol et al Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 menemukan bahwa orang dengan jenis kelamin perempuan memiliki kecenderungan untuk berwirausaha
lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Kolvereid menyatakan bahwa laki-laki signifikan lebih tinggi intensi berwirausahanya dibandingkan dengan perempuan.
3. Pengalaman Kerja
Kolvereid Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 menemukan bahwa individu yang memiliki pengalaman bekerja khususnya sebagai wirausahawan secara
signifikan intensi berwirausahanya tinggi dari pada tanpa pengalaman kerja. Sedangkan, Mazzarol et al Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 menemukan
bahwa seseorang yang memiliki pengalaman bekerja pada instansi pemerintahan, kecil kemungkinan untuk sukses dalam menciptakan suatu usaha. Tetapi tidak
diemukan adanya hubungan antara pengalaman bekerja diinstansi pemerintahan dengan kemunculan intensi berwirausaha.
4. Pendidikan
Penelitian yang dilakukan oleh Charney dan Libecap Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004 menemukan bahwa pendidikan kewirausahaan dapat
meningkatkan keyakinan diri pada individu untuk berwirausaha. Selanjutnya, mereka menemukan bahwa pndidikan kewirausahaan dapat menambah formasi dari
tantangan baru, seperti menumbuhkan self-employment memperkerjakan diri, menciptakan produk baru, menciptakan pekerjaan sendiri sehingga memiliki
teknologi bisnis yang lebih baik. Selain itu, dengan adanya pendidikan kewirausahaan dapat menambah jumlah pekerja yang dapat meningkatkan jumlah usaha dan sebagai
aset dari para sarjana. Sedangkan menurut Sinha Nurul Indarti dan Marja Langenberg, 2004, latar belakang pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang lebih
baik dalam memberikan apresiasi yang mendukung intuisi mahasiswa untuk berwirausaha.
Selain itu dari usia, jenis kelamin, pengalaman kerja dan pendidikan, terdapat
pengaruh budaya dengan trait kepribadian yang saling tumpang tindih antara yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi harus diakui bahwa kadang kala ada suatu etnis tertentu
dengan budaya tertentu yang lebih unggul dalam hal membangun suatu usaha daripada anggota kelompak etnis yang lain Lambing Kuehl, dalam
Riyanti dan Rostiani, 2008
. Faktor budaya dapat terlihat jelas pada nilai dan belief yang dianut oleh anggota
dari kelompok budaya tersebut. Sebagai contoh belief mengenai locus of control, ada beberapa budaya yang menekankan pada internal locus of control sedangkan ada juga
yang tidak. Orang-orang yang hidup dengan budaya internal locus of control mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terdorong menjadi wirausahawan karena mereka percaya
bahwa mereka dapat mempunyai kesempatan untuk sukes apabila mereka berusaha
dengan keras. Contoh berikutnya mengenai image atau status apabila menjadi seorang wirausahawan. Pada beberapa budaya menjadi wirausahawan dapat dipandang sebagai
suatu pekerjaan yang positif sedangkan pada budaya yang lain wirausaha dapat dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Lambing dan Kuehl
Riyanti dan Rostiani, 2008
memberikan contoh tentang penelitian terhadap kaum imigran di Kanada.
Kristiansen Riyanti dan Rostiani, 2008 menyebut bahwa faktor lingkungan seperti hubungan sosial, infrastruktur fisik dan institusional serta faktor budaya dapat
mempengaruhi intensi kewirausahaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor- faktor penentu intensi kewirausahaan dengan menggabungkan tiga pendekatan
Indarti, 2004 yaitu 1 faktor kepribadian: kebutuhan akan prestasi dan efikasi diri; 2 faktor lingkungan, yang dilihat pada tiga elemen kontekstual: akses kepada modal,
informasi dan jaringan sosial; dan 3 faktor demografis: jender, umur, latar belakang pendidikan dan pengalaman bekerja.
2.2.17. Teori Model Intensi Berwirausaha dan Determinan Berwirausaha Boris Urban 2004
Menurut Boris Urban 2004 Self efficacy, locus of control, need for achivement, need for autonomy, berani mengambil resiko dan adaptasi menjadi salah
satu trait kepribadian seseorang dalam memunculkan suatu sikap berwirausaha yang kemudian memiliki motivasi dan niat untuk berwirausaha. Berikut skemanya :
Gambar 2.10 Teori model intensi berwirausaha dan determinan berwirausaha Boris Urban 2004
Trait kepribadian : -
Berani mengambil resiko
- LOC
- Need for achievement
- Need for autonomy
- Self-efficacy
- adaptasi
Sikap terhadap perilaku berwirausaha
Motivasi dan intensi berwirausaha Keputusan untuk berwirausaha
2.2.18 Teori Model Intensi berwirausaha Keith M Hmeleski dan Andrew C Corbett 2006
Menurut Keith M Hmeleski dan Andrew C Corbett 2006, motivasi berwirausaha dipengaruhi dibutuhkan hingga seseorang dapat memunculkan niat
berwirasuaha. Tanpa motivasi, seseorang sulit untuk memunculkan suatu tindakan khsusnya apabila didalam dinia kerja, seseorang tidak memiliki motivasi. Dibalik
motivasi menjadi wirausaha, terdapan kebutuhan-kebutuhan yang mempengaruhinya yaitu self efficacy, Locus of control dan kebutuhan akan kemandirian need for
autonomy. Sehingga didalam penelitian terdahulunya ia menyebutkan bahwa kebutuhan akan kemandirian secara signifikan mempengaruhi intensi berwirausaha
yaitu sebesar 0,01. Intensi berwirausaha didefinisikan sebagai intensi untuk memulai suatu usaha
dan mengembangkan suatu usaha. Dewasa ini, peneliti menggunakan perspektif
perkembangan dalam mengetahui penyebab tumbuhnya niat seseorang untuk berwirausaha. Menurut Venkataraman et al Keith M Hmeleski dan Andrew C
Corbett, 2006 alasan pertama adalah dukungan lingkungan. Jenis dari lingkungan
yang dimaksud adalah faktor berupa karakteristik tekanan waktu dimana frekuensi tekanan waktu tersebut menciptakan seseorang untuk menunjukkan daya juangnya
mencapai sesuatu yang diinginkan. Menurut Reynolds et al Keith M Hmeleski dan
Andrew C Corbett, 2006 Alasan kedua adalah tingginya tantangan dalam
menciptakan lahan pekerjaan baru. Dengan begitu dibutuhkan suatu pengetahuan baru yang menghubungkan anatar proses dalam menciptakan suatu tantangan baru
untuk diimplikasikan dalam hubungan sosial. Alasan ketiga adalah menciptakan suatu bisnis yang kecil yang menjadi dasar lahirnya perbedaan antara tingginya tantangan
dalam berinovasi, orientasi strategi, dan berani menghadapi resiko diantara setiap orang.
Selanjutnya, Hmieleski dan Andrew C Corbett 2006 menganggap bahwa kebutuhan akan kemandirian menunjukkan hasil yang signifikan terhadap intensi
berwirausaha. Individu dengan nilai kebutuhan akan kemandirian tinggi, mampu dalam mengatur tujuan dan jadwal secara mandiri dan mencari lingkungan yang
peruh dengan kebebasan.
Skema Model Intensi Berwirausaha Menurut Keith M Hmeleski dan Andrew C Corbett 2006
Kepribadian : Dimensi kepribadian “Big Five”
- Extraversion
- Conscientiousness
- Agreeableness
- Emotional Stability
- Openness to Experience
Motivasional :
1. Locus of Control LOC 2. Berani menghadapi resiko
Risk-Taking Propensity 3. Self-efficacy
4. Kebutuhan akan kemandirian need for autonomy
Cognitive Syle :
1. inovasi 2. insting
Intensi Berwirausaha
Model Sosial
2.2.19. Model Intensi Berwirausaha Jukka Vesalainen 2003