Kebijakan Penggunaan Hukum Pidana Dalam Pencegahan dan

yang “seharusnya” ingin dicapai dari penjatuhan pidana atau dapat diartikan juga maksud yang hendak didapatkan dari pemberian pidanapemidanaan. Tujuan pemidanaan mengemban fungsi pendukung dari fungsi hukum pidana secara umum yang ingin dicapai sebagai tujuan akhir adalah terwujudnya kesejahteraan dan perlindungan masyarakat Social defence dan social welfare Tokoh yang tetap mempertahankan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan antara lain Van Bammelen, Macx Ancel, Alf Ross dan Ruslan Saleh. Tujuan pemidanaan secara khusus dapat dilihat dari pendapat Roeslan Saleh, alasan masih diperlukannya hukum pidana adalah : 50  Perlu tidaknya hukum pidana tidak terletak pada tujuan maupun hasil yang akan dicapai semata-mata, tetapi juga harus dilihat seberapa jauh paksaan boleh dilakukan untuk mencapai tujuan itu serta harus dipertimbangkan pula antara nilai dari hasil itu dan nilai dari batas-batas kebebasan pribadi masing- masing.  Meskipun ada upaya perbaikan atau perawatan yang tidak berpengaruh sama sekali bagi si terhukum, namun tetap harus ada reaksi atas pelanggaran- pelanggaran norma. Dari pendapat di atas sangat jelas terlihat bahwa tujuan hukuman pemberian pidana adalah di samping untuk si penjahat itu sendiri tetapi juga untuk masyarakat secara umum agar taat terhadap norma hukum. Alasan lain ditetapkannya tujuan pemidanaan pemberian pidana adalah adanya keterbatasan dari sanksi pidana itu sendiri seperti yang dikemukakan oleh H.L. Packer yaitu : “Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utamaterbaik dan suatu ketika merupakan pengancam yang utama dari kebebasan manusia. Ia 50 Ibid, h. 20-21 merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat-cermat dan secara manusiawi; ia merupakan pengancam apa bila digunakan secara sembarangan dan secara paksa “The criminal sanction is at once prime guarantor and prime threatener of human freedom. Used providently and humanely it is guarantor; used indiscriminately and coercive ly, it is threatener”. 51 Pernyataan di atas secara implisit menyarankan agar tujuan pemidanaan ditetapkan sehingga pidana yang dijatuhkan dapat berfungsi sebagai penjamin terhadap tujuan hukum pidana sebagai sarana untuk mencapai perlindungan dan kesejahteraan masyarakat dan juga sebagai penjamin tidak terjadi penurunan derajat kemanusiaandehumanisasi dalam pelaksanaan pidana. Sedangkan pendapat yang tidak setuju, penggunaan hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan telah menimbulkan berbagai kritik. Menurut Herbert L. Packer ada sementara pendapat yang menyatakan bahwa terhadap pelaku kejahatan dan palanggar hukum pada umumnya tidak perlu dikenakan pidana. Menurut pendapat ini pidana merupakan pengalaman kebiadaban masa lalu yang seharusnya dihindari. Pendapat demikian dapat dipahami, karena memang sejarah hukum pidana menurut M. Cherif Bassiouni penuh dengan gambaran-gambaran yang menurut ukuran sekarang dipandang kejam dan melampaui batas. 52 51 Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, h. 156 52 Ibid, h. 18

D. Perlindungan Pelapor Tindak Pidana

1. Pengertian Pelapor Tindak Pidana

Pelapor tindak pidana dalam istilah hukum dikenal dengan whistle blower, dalam perspektif etimologis kata whistle blower berasal dari kata Whistle yang artinya peluit atau bunyi peluit, dan kata Blower yang artinya alat peniup atau tukang tiup. 53 Whistle blower diartikan sebagai peniup peluit, saksi pelapor, pengadu, pembocor rahasia, saksi pelaku yang bekerja sama, pemukul kentongan, dan pengungkap fakta. 54 Secara terminologi, whistle blower ada beberapa pengertian mengenai hal ini, menurut Roberta Ann Johnson : 55 There is an agreed- upon four parts definition of whistle blower. Where four parts definition of whistle blower are : 1. An individual acts with the intention of making information public. 2. There information is conveyed to parties outside the organization who make it public and a part of public record. 3. The information has to do with possible or actual nontrivial wrongdoing in an organization, and 4. The person exposing the agency is not a journalist or ordinary citizen, but a member or former member of the organization. Berdasarkan pendapat Roberta Ann Johnson ada empat bagian dari pengertian whistle blower, yaitu : 1. Tindakan seseorang yang bertujuan untuk memberikan informasi bagi publik; 2. Informasi tersebut diberitahukan kepada pihak di luar organisasi yang akan mempublikasikan informasi tersebut dan merupakan bagian dari berita publik; 3. Informasi tersebut berhubungan dengan 53 Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2005, h. 71 54 Quentin Dempster, Para Pengungkap Fakta, Jakarta: ELSAM, 2006, h. 6. 55 Roberta Ann Johnson, Whistleblowing: When It Works and Why, Colorado: Lynne Rienner, 2003, p. 3- 4 kemungkinan atau kepastian penyimpangan yang penting yang terjadi dalam sebuah organisasi; 4. Orang yang mengungkap adanya penyimpangan dalam organisasi tersebut bukan wartawan atau anggota masyarakat biasa, tetapi anggota atau karyawan dari organisasi tersebut. Menurut Mary Curtis, “whistle blower is one who reveals wrongdoing within an organizati on to the public, or to those in positions of authority”. 56 Menurut Mary Curse bahwa whistle blower adalah seseorang yang mengungkap adanya penyimpangan yang terjadi dalam sebuah organisasi kepada publik atau kepada pihak yang berwenang. Menurut Geoffrey Hunt, “whistle blower is an employee who tells on an employer, because he or she believed that the employer committed an illegal act”. 57 Dia menggambarkan bahwa whistle blower adalah seorang pegawai yang melaporkan seorang pegawai yang mempekerjaannya, karena ia yakin bahwa pegawai tersebut telah melakukan perbuatan yang ilegal. Pengertian whistle blower menurut PP No. 71 Tahun 2000 adalah orang yang memberi suatu informasi kepada penegak hukum atau komisi mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor. Dalam SEMA No. 04 Tahun 2011, secara jelas whistle blower diartikan sebagai pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan 56 Mary Curtis, Whistleblower Mechanism: A Study of The Perceptions of User and Responders, Dallas: Institute of Internal Auditors, 2006, p. 4 57 Geoffrey Hunt, Whistleblowing, Commissioned Entry For Encyclopedia of Applied Ethics, California: Academic Press, 1998, p. 2