Pembebasan Bersyarat Konsep Ideal Perlindungan Hukum Pelapor Tindak Pidana dan Saksi

Namun demikian, pembebasan bersayarat ini bukan merupakan sesuatu yang sempurna, pada dasarnya terdapat kelemahan-kelemahnnya, yaitu terhadap kasus serius dan terorganisir merupakan kejahatan luar biasa extra ordinary crime, ada sebagian kalangan yang berpandangan bahwa pembebasan terhadap whistle blower dan justice collaborator tidak adil, karena sudah merugikan masyarakat luas dan Negara. Kemudian pembebasan terhadap whistle blower dan justice collaborator bertentangan dengan prinsip non-impunity dan equality before the law. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa pembebasan terhadap whistle blower dan justice collaborator ini memiliki beberapa kekurangan. Namun kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi, argumen- argumen sebagai berikut : 1 Kerugian masyarakat dan negara sebagai akibat dari perbuatan tindak pidana terorganisir seperti korupsi yang dilakukan oleh whistle blower dan justice collaborator sangatlah besar. Namun bila menggunakan perspektif kedepan forward looking, maka kerugian ini dapat diatasi oleh kelebihan dari adanya pembebasan terhadap whistle blower dan justice collaborator. Dimana pembebasan tersebut akan berdampak pada : a Mendorong terungkapnya kasus tindak pidana serius dan terorganisir dalam jumlah masif, dan dilakukan dengan berbagai modus operandinya. b Membuat orang yang akan berniat atau melakukan tindak pidana serius dan terorganisir merasa takut untuk melakukan perbuatan tersebut. Sehingga, kerugian masyarakat dan negara dapat dikompensasi melalui keuntungan yang akan ditimbulkan oleh seorang whistle blower dan justice collaborator. 2 Kejahatan luar biasa extraordinary crime dan terorganisir harus diatasi dengan cara luar biasa pula. Cara konvensional yang menekankan pemidanaan sebagai pembalasan retributive terbukti tidak mampu membuat efek jera bagi para pelaku tindak pidana terorganisir. Sehingga dibutuhkan cara luar biasa yang menekankan pada pemulihan restorative yaitu hukuman restoratif yang memberikan tanggung jawab kepada whistle blower dan justice collaborator untuk memulihkan kerugian masyarakat dan negara, pemulihan tersebut melalui pertanggungjawaban mengembalikan kerugian masyarakat dan Negara, dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam membongkar kasus tindak pidana serius dan terorganisir yang dilaporkannya. Hukuman restoratif ini merupakan pengganti dari hukuman penjara. Dalam hal ini whistle blower dan justice collaborator dianggap sudah dihukum melalui hukuman restoratif sehingga whistle blower dan justice collaborator dapat dibebaskan dari pemidanaan. 3 Prinsip non-impunity yang diterapkan dalam hukum pidana konvensional menyatakan bahwa whistle blower dan justice collaborator tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pemidanaan. Namun, prinsip ini dapat dikesampingkan dalam konsep restorative justice sebagai konsep baru dalam hukum pidana yang lebih mengutamakan pemulihan kerugian ketimbang menghukum whistle blower dan justice collaborator. Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis menilai bahwa pembebasan dapat diberikan kepada whistle blower dan justice collaborator. Pembebasan bagi whistle blower dan justice collaborator ini dimungkinkan menurut konsep restorative justice yang menganggap bahwa sistem pemidanaan dan pemenjaraan tidak relevan untuk diterapkan terhadap hal-hal tertentu. Sehingga, restorative justice dan whistle blower serta justice collaborator sebagai sesuatu yang baru pada abad ke-20 harus dipandang sebagai suatu perkembangan yang harus diterapkan satu sama lain, mengingat sistem hukum pidana konvensional yang berorientasi pada pembalasan sudah tidak relevan diterapkan terhadap whistle blower dan justice collaborator. 89 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisis yang penulis dapatkan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kebijakan legislatif tentang perlindungan hukum terhadap pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerjasama dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban masih sangat lemah, indikasi ini dapat dilihat dari beberapa segi, pertama terkait permasalahan riil yang terjadi, dan kedua terkait dengan permasalahan materil dan formil kebijakan legislatif yang dijadikan dasar perlindungan masih parsial dan belum komfrehensif. 2. Konsep ideal perlindungan hukum terhadap pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerjasama harus menggunakan pendekatan restorative justice, dalam konsep restorative justice tidak mengenal metode pembalasan akan tetapi lebih menekankan pada pemuliham. Teknis perlindungan hukum terhadap pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerjasama harus meliputi antara lain sebagai berikut: 1. Kualifikasi dan syarat perlindungan hukum, 2. Jenis perlindungan hukum, 3. Model perlindungan kolaboratif, 4.Model perlindungan komprehensif, 5.Putusan yang bersifat integratif dan 6.Pembebasan bersyarat.

B. Saran-saran

Setelah penulis membaca, meneliti, menganalisa dan menyimpulkan maka dengan ini penulis memberikan saran-saran kepada pihak yang berwenang sesuai dengan kewenangannya yaitu sebagai berikut : 1. Bagi lembaga Legislatif atau Pemerintah, hendaknya membentuk peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerjasama atau dengan cara merevisi Undang-undang No. 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, dalam amandemen undang-undnag tersebut harus memuat materi yang menyatakan menghapuskan tuntutan pemidanaan atas kasus yang dilaporkan oleh seorang pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerjasama. 2. Bagi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, agar memperluas kewenangan dan penguatan kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam melindungi pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerjasama. 3. Bagi instansi pemerintah dan swasta, agar membentuk mekanisme pelaporan whistle blower di institusi pemerintah maupun swasta demi menjaring laporan dari masyarakat atau orang-orang yang tahu tentang tindak pidana terorganisir. Dengan melibatkan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam melaporkan tindak pidana terorganisir yang ia ketahui, maka akan mempersempit gerak dan pelaku tindak pidana serius dan terorganisir yang akan atau telah tejadi dengan bermacam-macam modus operandinya.