Proporsionalitas Praduga tidak bersalah

dianggap tidak bersalah. Dalam proses-proses restoratif, hak- hak tersangka mengenai praduga tak bersalah dapat dikompromikan dengan cara, yaitu ; tersangka memiliki hak untuk melakukan terminasi proses restorasi dan menolak proses pengakuan bahwa ia bersalah, dan selanjutnya memilih opsi proses formal dimana kesalahan harus dibuktikan, atau tersangka dapat memperoleh hak untuk banding ke pengadilan dan semua perjanjian yang disepakati dalam proses restorative justice dinyatakan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat. Advokat atau penasihat hukum harus disediakan setiap saat untuk memberikan informasi kepada tersangka atas implikasi keikutsertaannya dalam suatu proses restorative yang menegaskan bahwa keikutsertaan dalam proses restorative tidak boleh sebagai suatu pengakuan formal atas kesalahan, dan bahwa pernyataan-pernyataan yang dibuat dalam proses itu harus tidak dapat diterima dalam suatu pemeriksaan pengadilan formal. 47

6. Hak Bantuan Konsultasi atau Penasihat Hukum

Dalam proses restorative justice, advokat atau penasihat hukum memiliki peran yang sangat strategis untuk membangun kemampuan pelanggar dalam melindungi haknya vis a vis bantuan penasihat hukum. Dalam semua tahapan proses informal yang restoratif, tersangka daat memberi 47 Ibid, h. 135 informasi melalui bantuan penasihat hukum mengenai hak dan kewajibannya yang dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan. 48 Namun demikian, sekali tersangka memilih untuk berpastisipasi dalam sebuah proses restorative justice, ia seharusnya bertindak dan berbicara atas namanya sendiri.

C. Kebijakan Penggunaan Hukum Pidana Dalam Pencegahan dan

Penanggulangan Tindak Pidana Serius dan Terorganisir Kebijakan untuk melakuakan pencegahan dan penanggulanga kejahatan termasuk pada kebijakan kriminal criminal policy. 49 Penggunaan kebijakan hukum pidana merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kejahatan, namun kebijakan hukum pidana bukanlah satu-satunya cara untuk menanggulangi kejahatan, bahkan keberadaan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan pernah menjadi perdebatan, ada yang tidak setuju ada juga yang setuju. Kebijakan dengan menggunakan hukum pidana ini harus memiliki pedoman pemidanaan, berkaitan dengan pemidanaan maka pedoman pemidanaan dapat diartikan ketentuan dasar yang memberi arah melaksanakan pemidanaan atau pemberian pidana atau penjatuhan pidana. Tujuan pemidanaan berarti arah 48 Ibid, h. 136 49 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana Prenada, 2007, h. 77