Pengertian Perlindungan Hukum Kebijakan Legislatif Dalam Perlindungan Hukum Terhadap Pelapor Tindak Pidana Dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama

khususnya pada distribusi sumber daya, baik pada peringkat individu maupun struktural. 3 Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. 4 Padanan kata perlindungan hukum dalam bahasa Inggris adalah Legal Protection, dalam bahasa Belanda Rechtsbecherming. Kedua istilah tersebut juga mengandung konsep atau pengertian hukum yang berbeda untuk memberi makna sesungguhnya dari perlindungan hukum. Menurut Harjono, konsep perlindungan hukum dari perspektif keilmuan hukum adalah : 5 “Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum, ditunjukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke dalam sebuah hak hukum ”. Adapun yang dimaksud dengan hukum yang berlaku dalam hal ini adalah hukum sebagai suatu sistem, yang menurut Lawrence M. Friedman dalam operasinya memiliki tiga komponen yang saling berinteraksi, yaitu : Subtansi, Struktur, dan Kultur. Maka perlindungan hukum adalah perbuatan melindungi hak individu atau sejumlah individu yang kurang atau tidak mampu atau tidak berdaya 3 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987, h. 2 4 Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta: Kompas, 2003, dalam Arif Awaludin, “Rekonstruksi Perlindungan Hukum Terhadap Penyingkap Korupsi Studi Kasus Budaya Hukum Aparatur Sipil Negara Dalam Menyingkap Birokrasi di Jawa Tengah”, Semarang: Disertasi Undip, 2011, h. 75 5 Ibid, h. 77 secara fisik dan mental, secara sosial, ekonomi dan politik, baik secara preventif maupun represif, berdasarkan hukum yang berlaku dalam upaya mewujudkan keadilan, kepastian, kemanfaatan, kedamaian, ketentraman, bagi segala kepentingan manusia yang ada didalam masyarakat hukum.

B. Latar Belakang dan Sistematika Undang-undang No.13 Tahun 2006

Undang- undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban berlaku setelah diundangkan pada tanggal 11 Agustus 2006 Lembaran Negara Republik Indonesia No.64. Undang-undang ini merupakan perjuangan panjang dan kebutuhan endesak bagi kalangan aktivis antikorupsi dan Hak Asasi Manusia.Undang-undang No.13 Tahun 2006 ini juga merupakan lex spesialis ketentuan khusus yang engatur perlindungan hukum bagi saksi danatau korban. Pengaturan perlindungan dan tatacara pemberian perlindungan bagi saksi dan korban, sebelumnya tersebar di beberapa peraturan dan di beberapa lebaga negara yang diberikan kewenangan untuk memberikan perlindungan. Pada bagian penjelasan Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban disebutkan: “Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum. Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan hukum dan keamanan yang memadai atas laporannya, sehingga ia tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya. Dengan jaminan perlindungan hukum dan keamanan tersebut, diharapkan tercipta suatu keadaan yang memungkinkan masyarakat tidak lagi merasa takut untuk melaporkan suatu tindak pidana yang diketahuinya kepada penegak hukum, karena khawatir atau takut jiwanya terancam oleh pihak tertentu. Perlindungan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana di Indonesia belum diatur secara khusus. Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana hanya mengatur perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa untuk mendapat perlindungan dari berbagai kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia. Beberapa peraturan perundang-undangan yang menekankan partisipasi masyarakat dalam pengungkapan suatu tindak pidana antara lain: 1. Undang-undang No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN 2. Undang-undang No.31 Tahun 1999 Jo Undnag-undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 3. Undang-undang No.8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang 4. Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdangan Orang Berdasarkan asas kesamaan di depan hukum equality before the law yang menjadi salah satu ciri negara hukum, Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana harus diberi jaminan perlindungan hukum. Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban meliputi: