Nurbaya , seri-seri awal Jendela Rumah Kita, atau Aksara Tanpa Kata, Di Timur
Matahari , Sayekti dan Hanafi, Tambusa, Di Balik Tobong, Tayub, Dua Orang
Perempuan , Bertahan dalam Badai, Ketika Tebu Berbunga, dan sejumlah judul
lainnya, yang ternyata lebih banyak di produksi oleh TVRI.
26
Film cerita yang dibuat untuk media televisi, yang dalam wacana televisi Indonesia disebut sinema elektronik sinetron, sudah menjadi bagian dari wacana
publik dalam ruang sosial masyarakat. Cerita sinetron tidak hanya sekedar menjadi sajian menarik di layar kaca, tetapi juga telah menjadi bahan diskusi atau bahan
“ngerumpi baru” di antara para ibu di sekelompok arisan, antara anggota keluarga, bahkan tidak jarang, nilai-nilai sosial di dalamnya hadir sebagai rujukan perilaku para
penggemarnya.
27
Salah satu tayangan televisi yang marak ditayangkan dan terus menerus mengejar rating adalah sinetron. Sinetron tidak hanya menjadi salah satu komoditi
bagi stasiun televisi, tetapi juga pengiklan. Dari sinetron, stasiun televisi mendapatkan keuntungan dari pengiklan. Sedangkan pengiklan mendapatkan khalayak untuk
mempromosikan produknya.
28
2. Karekteristik Sinetron
Perkembangan sinetron televisi di Indonesia saat ini sangat pesat, banyaknya paket sinetron sireal maupun lepas di TV swasta, secara langsung mencerminkan
prospek cerah bagi Production House Rumah Produksi maupun biro periklanan
26
Ashadi Siregar, Sinetron Indonesia Untuk Pasar dan Budaya hal 13
27
Muh. Ladib, Potret Sinetron Indonesia; Antara Realitas Virtual dan Realitas Sosial Jakarta: PT Mandar Utama Tiga Books Division 2002 hal. 1
28
Mochtar Lubis, Budaya, Masyarakat, dan Manusia Indonesia : himpunan “Catatan
Kebudayaan”Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1993 hal 201
yang berperan sebagai salah satu pemasok dana untuk mensponsori pembuatan dan penayangan sinetron televisi.
29
Menjamurnya paket sinetron di televisi, bukan hal yang luar biasa. Kehadiran sinetron merupakan salah satu bentuk aktualisasi komunikasi dan interaksi manusia
yang diolah berdasarkan alur cerita, untuk mengangkat permasalahan hidup manusia sehari-hari. Dalam membuat paket sinetron, baik sutradara, pengarah acara dan
produser, pihak televisi harus memasuki isi pesan yang positif bagi pemirsa. Sinetron, seperti yang banyak diberitakan media massa adalah paket acara lokal
yang diasumsikan sangat digemari pemirsa. Setiap rating yang dikeluarkan Survey Research Indonesia
SRI selalu menunjukkan bahwa sinetron adalah mata acara yang paling banyak penontonnya. Memang cukup layak, kalau sinetron mendapatkan
julukan sebagai primadona acara televisi. Namun, tampaknya julukan primadona itu kini berangsur-angsur mulai pudar karena pembuatan sinetron bukan lagi menekankan
aspek kualitas melainkan hanya dikerjakan untuk memenuhi tuntutan kuota paket lokal televisi dan kejar tayang sekaligus membendung film-film asing maupun
telenovela. Akibatnya, tema cerita, tidak adanya pengenalan antropologis dan skenario yang lemah, floating yang overlaping, penjiwaan karakter pemain yang
dangkal, bahkan kurangnya kewajaran adegan logika terkesan dipaksakan sehingga dramaturginya kacau.
30
DR. Eduard Depari, dalam sebuah workshop “Pasca Primadona Sinetron” di Yogyakarta beberapa waktu silam, melihat sinetron Indonesia sudah mengalami pasca
29
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa; Analisis Interaktif Budaya Massa hal. 74
30
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa; Analisis Interaktif Budaya Massa hal. 119-120
primadona. Hal ini terjadi karena pemerintah mempersyaratkan pihak TV untuk memenuhi 80 produksi lokal sinetron di TV.
31
Persoalannya, kini kembali pada pihak griya produksi dalam memproduksi sinetron. Mana yang cenderung mereka pilih dari dua misi pesan moral atau realitas
moral di atas atau barangkali mereka memadukannya. Karakteristik apa saja yang dibutuhkan agar sebuah sinetron menjadi berkualitas dalam dua misi itu. Ini
merupakan sebuah tantangan konkret bagi griya produksi nasional. DR. Sasa Djuasa Sendajaya, menyebutkan, sebuah sinetron seyogianya
memiliki karakteristik, yaitu
32
: 1. Mempunyai gaya atau style terdiri dari aspek artistiknya, orisinalitas,
penggunaan bahasa film dan simbol-simbol yang tepat, penataan artistik seperti cahaya, screen-directing dan art-directing, fotografi yang bagus, penyampaian
sajian dramatik yang harmonis, adanya unsur suspense dan teaser. 2. Memiliki isi cerita termasuk di dalamnya hubungan logis dalam alur cerita,
irama dramatik, visi dan orientasi, karakteristik tokoh, permasalahantema yang aktual dan konstektual.
3. Memiliki karakter dan format medium, penguasaan teknik peralatan dengan kemungkinan-kemungkinannya, manajemen produksi. Untuk mencapai itu,
sebuah sinetron diusahakan agar memenuhi kualitas standar lebih dahulu, yaitu menyentuh basic instinct human-being.
31
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa; Analisis Interaktif Budaya Massa hal. 120
32
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa; Analisis Interaktif Budaya Massa hal. 121