Alur Pengawasan Isi Siaran KPI

Pengambilan keputusan pelanggaran laporan pemantauan reguler, juga dapat dibuat lewat proses rapat pleno. Bedanya, hal ini untuk menentukan hasil rekomendasi Tim Panelis pada proses pemantauan langsung yang dilakukan reguler. Sebelumnya, Tim Panelis disertai oleh komisioner membuat rapat pleno, untuk memberikan keputusan akhir program apa yang melanggar dan program apa yang bermasalah saja. Pada rapat pleno ini, komisioner dan Tim Panelis sama-sama hadir agar bisa menyamakan visi dan pandangan pada pelanggaran yang ditemukan sekaligus mempersiapkan konfrensi pers yang perlu dilakukan. “Rapat pleno itu adalah rapat rutin mingguan yang kita lakukan kalau sekarang setiap hari senin dan hari sabtu untuk memutuskan hal-hal yang krusial terkait kebijakan penyiaran. Rapat pleno itu harus berupa rapat yang memang kuorum pelaksanaanya, kuorum itu kalau ada sembilan komisioner berarti lima diantaranya harus hadir menghadiri rapat pleno itu baru benar kuorum. Nah sebisa mungkin mekanisme itu musyawarah dan mufakat antara peserta pleno kemudian kita putuskan hal yang secara musyawarah mufakat itu. ” 15 Hasil rapat pleno Tim panelis kemudian akan diajukan ke Komisioner yang akan membuat rapat pleno kembali dengan seluruh Komisioner, guna menentukan hasil laporan yang mana yang akan dikenakan sanksi atau diumumkan, pelanggaran mana yang akan membahas hasil pemantauan langsung di luar pemantau reguler, melainkan hasil pemantauan langsung atau aduan masyarakat. pada pleno ini, Tim Panelis tidak ikut serta karena mereka tidak terlibat dalam pengambilan keputusan, hanya memberikan rekomendasi sebelumnya. “Kalau alurnya kita tadi ada dua sumber kan, pertama kalau pengawasan yang langsung itu kan ada tenaga ahli, tenaga ahli itu melihat isi siaran. Kemudian ada check list hasil dari pelanggaran terus nanti dikumpulkan hasil itu baru naik ke rekapitulasi, di rekapitulasi kemudian ada tim analis yang 15 Wawancara Pribadi dengan Iddy Muzzayad, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, 9 September 2013 mengkaji tadi menyaring lagi dari saringan awal, untuk itu nanti direkomendasikan ke komisioner untuk memutuskan, nah itu kalau pengawasan langsung. Kalau dari pengaduan berarti dari masyarakat, dari masyarakat kita teliti aduannya apa isinya kalau itu menyangkut tayangan berarti kita putar lagi rekamannya, lalu kemudian kita lihat rekamannya kemudian kita analisa apakah itu melanggar atau tidak. Kalau kemudin melanggar baik dari tim pemantau maupun pihak pengaduan maka kita berikan sanksi yaitu berupa surat teguran. ” 16 Menurut Tim Panelis, mereka tidak selalu terlibat dalam analisa dan pengambilan keputusan pemantauan langsung. Ketika suatu program mendapatkan teguran dari hasil pemantauan langsung, keterlibatan Tim Panelis tergantung dari permintaan pihak KPI atau Komisioner. Karena pada kasus pemantauan langsung, sering kali KPI juga meminta perhatian. Misalnya, pada kasus “Empat Mata” di tahun 2008, KPI meminta pertimbangan analisis Tim Panelis pada episode Sumanto- pemakan Mayat sebelum akhirnya mereka membuat keputusan pelanggaran dan sanksi. Permintaan ini sifatnya accidental dan biasanya tanpa melalui proses para analis, karena komisioner KPI lah yang menentukan acara-acara yang dianalisis atau sesuai dengan pelanggaran yang mereka temukan pada pemantauan langsung atau lewat aduan membberikan teguran atau sanksi pada stasiun televisi yeng bersangkutan. Namun, pada prakteknya KPI tidak selalu mengangkat semua hasil resume panelis, misalnya terkadang dalam resume ada 10 program yang melanggar, 8 bermasalah, namun yang diangkat KPI hanya akan separuhnya atau kurang. Tim Panelis menyayangkan hal itu, menurutnya meski hal itu adalah sepenuhnya hak KPI, 16 Wawancara Pribadi dengan Iddy Muzayad, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, 9 Sepetember 2013 namun terkadang program yang pelanggarannya atau masalahnya patut diangkat justru tidak diangkat. Hal ini dapat dikatakan bahwa KPI belum menjalankan fungsi, wewenang, serta tugasnya dalam memantau isi siaran, karena jika semua pelanggaran suatu program diungkapkan ke masyarakat, masyarakat dapat menilai apakah program tersebut baik atau tidak. Selain itu, masyarakat berhak mendapatkan sosialisasi dari KPI mengenai pemantauan KPI, terkait laporan pemantauan langsung. Berkenaan dengan adanya lagi konfrensi pers reguler mengumumkan hasil pemantauan langsung isi siaran reguler, menurut tim panelis hal ini terjadi akibat hhabisnya jatah bagi KPI untuk mengadakan forum sejenis pada tahun 2009 yang lalu. Hal ini sebenarnya bisa mempengaruhi bagaimana kinerja KPI dinilai. Konfrensi pers merupakan ajang khusus untuk menunjukkan kerja pemantauan KPI, menunjukkan pada media dan masyarakat serta stasiun televisi terkait seperti apa pelanggaran dan masalah yang ditemukan pada pemantauan KPI. KPI juga bisa berdialog langsung, dan hal ini memiliki kemungkinan untuk mendapatkan perhatian lebih besar dari pada hanya sekedar mengirimkan press release ke beberapa media karena belum tentu dimuat. Hal ini juga menjadi perhatian Tim Panelis karena menurutnya lewat konfrensi pers masyarakat akan memberi perhatian lebih. Dari sini dapat dilihat bahwa tindakan KPI yang menghentikan program press confrence justru dapat mempengaruhi keefektifan fungsi, wewenang, dan tugasnyya. Pengumuman KPI dengan hanya lewat siaran pers belum tentu dianggap sebagai hal yang peting. Masyarakat yang memberikan aduan juga belum tentu dapat mengetahui bahwa aduannya memberikan hasil. Sementara seharusnya KPI juga memberikan evaluasinya pada masyarakat yang memberikan aduannya, seperti yang tetera pada UU Penyiaran No. 322002, pasal 50 5 “ KPI wajibb menyampaikan secara tertulis hasil evaluasi dan penilaian kepada pihak yang mengajukan aduan dan Lembaga Penyiaran yang terkait.” Melalui konfrensi pers media dapat mengetahui apa kerja Tim Paneli KPI, apalagi dalam konfrensi pers yang diperlihatkan bukan hanya yang melanggar tapi juga yang bermasalah lengkap dengan potongan gambarnya. Dari ajang itu, dapat dilihat pula bagaimana reaksi media yang lain atau yang terkait terkena teguran atau bermasalah. Dalam mekanisme pemantauan langsung ini, Tim Panelis menyampaikan beberapa hal tentang belum berjalannya fungsi KPI yang sebaik-baiknya sesuai dengan yang semestinya. Menurutnya kadang ada kesalahpahaman dalam pemberian materi rekaman dari KPI pada analis atau Tim Panelis. Pada tahap awal pemantauan reguler, Tim Panelis sering tidak bisa mendapatkan akses program atau tayangan yang mereka inginkan. Terkadang ketika mereka meminta sejumlah tayangan dalam satu bulan, yang analis peroleh hanya beberapa tayangan saja atau file rekamannya rusak. Hal ini menurutnya perlu dipertanyakan mengapa bisa terjadi karen seharusnya tidak seperti itu dan kerja Tim Panelis bisa tidak maksimal karena hal itu. Hal ini menunjukkan kinerja tim KPI itu sendri tidak merata, ada fungsi, wewenang, dan terutama kewajiban yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, sesuai dengan UU Penyiaran dan Standar program Siaran.

E. Proses Pengawasan Isi Siaran Sebagai Wujud Fungsi KPI

media massa hadir bukan hanya sebagai sarana hiburan, tetapi juga memberikan informasi, pendidikan, serta sebagai sarana transfer budaya, hal inilah yang perlu diatur dan diawasi agar berjalan sesuai dengan porsinya. Di negara demokratis manapun media penyiaran senantisa diatur oleh hukum. Media penyiaran memiliki regulasi ketat ketimbang media cetak. Disamping itu, UU Penyiaran yang demokratis semestinya bersumber dari harapan, cita-cita dan rasa keadilan masyarakat. sistem penyiaran nasional harus menjamin eksistensi jasa penyiaran publik, komunitas dan komersial, menjamin industri penyiaran dimiliki, dan dikontrol oleh rakyat. 17 Di Indonesia, regulasi yang mengatur media massa terwujud melalui Undang-undang seperti UU Pers dan UU Penyiaran serta adanya lembaga regulator penyiaran, Komisi Penyiaran Indonesia. KPI hadir sebagai wujud demokrasi berdasarkan UU Penyiaran No. 322002. Pada akhirnya, ketika RUU Penyiaran No.322002 disahkan oleh DPR, ditetapkan bahwa KPI merupakan lembaga negara independen mengatur hal-hal mengenaim penyiaran tersebut pada pasal 27 ayat 2. Namun, ternyata kemenangan demokrasi penyiaran tidak terwujud dengan penetapan UU Penyiaran dan KPI. Banyak pihak justru panik dan menentang implementasi demokratisasi penyiaran tersebut, terutama dari pihak pemerintah yang merasa terancam kehilangan kekuasaannya terhadap media dan praktisi industri media yang takut kehilangan keleluasaannya dalam geliat industri yang selama ini ditopang oleh pemerintah. Semangat UU Penyiaran mengisyaratkan dijaminnya hak-hak rakyat dalam mendapatkan informasi secara bebas dan adil, beserta dijaminnya kemandirian 17 Panjaitan, Hinca I. “Menguji „Baju‟ Desentralisasi”. Dalam Jawa Pos, 24 September 2002 kelompok masyarakat dalam mengelola lembaga-lembaga penyiaran. Sementara pemerintah sendiri hanya secara administratif mengetahui, namun tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin, sebagaimana dulu terjadi pada jaman soeharto. 18 Namun, seperti yang diungkapkan Agus Sudibyo dalam jurnal prisma, implementasi UU Penyiaran tidak berjalan mulus. Transisi menuju ruang publik penyiaran bercorak kepublikan yang independen justru berbalik pada reorganisasi kekuatan modal dan birokrasi yang mengontrol media penyiaran. Pada Juli 2004, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Uji Material judicial review terhadap UU Penyiaran. Dari 22 pasal yang diujimaterrialkan hanya 2 pasal yang dikabulkan MK. Salah satunya menyangkut fundamental bagi reformasi penyiaran di Indonesia, bertentangan dengan UUD 1945, sehingga KPI, sebagai lembaga regulator penyiaran, justru tidak dapat turut PP Penyiaran. 19 Keputusan MK tersebut menutup peluang bagi KPI untuk terlibat dalam perumusan PP, apalagi sebenarnya PP Penyiaran lebih operasional sebagai regulasi penyiaran dibandingkan UU Penyiaran. Sementara pemerintah pada akhirnya justru menggunakan PP Penyiaran sebagai langkah untuk mengambil alih otoritas KPI dibidang penyiaran. 20 Melalui PP Penyiaran tentang Penyiaran No. 49, 50, 51, dan 52, pemerintah membuat aturan yang mengarahkan semua perizinan kepada Depkominfo dan mendelegitimasikan KPI sebagai lembaga regulator. 18 Wirodono, sunardian, Matikan TV-Mu Teror Media Televisi di IndonesiaYogyakarata: Resist Book 2006 hal110 19 Sudibyo, Agus, Ekonomi Politik Media PenyiaranYogyakarta: LkiS, Jakarta:ISAI 2004, hal 59 20 Sudibyo, Agus, Ekonomi Politik Media Penyiaran, hal 60

Dokumen yang terkait

INTERPRETASI MASYARAKAT TENTANG SINETRON RELIGI KOMEDI Studi Resepsi Pemirsa Sinetron Tukang Bubur Naik Haji RCTI di Dusun Sukotirto Desa Badang Kec. Ngoro Jombang

0 16 45

Peranan komisi penyiaran Indonesia (KPI) pusat terhadap tayangan infotaimen di Televisi

1 36 103

Respon Perilaku Jamaah Majelis Ta’lim Nurul Iman Kedaung Ciputat Tangerang Selatan Terhadap Sinetron Tukang Bubur Naik Haji Di RCTI

2 7 86

Variasi Bahasa Dalam Sinetron Tukang Bubur Naik Haji (TBNH) Kajian Etnografi Komunikasi"Reviwer

0 4 4

PENGARUH SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI TERHADAP PENDIDIKAN AKHLAK REMAJA Pengaruh Sinetron Tukang Bubur Naik Haji Terhadap Pendidikan Akhlak Remaja (Studi Kasus Di Dukuh Pengkol, Kaligawe, Pedan, Klaten).

0 1 13

PENGARUH SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI TERHADAP PENDIDIKAN AKHLAK REMAJA Pengaruh Sinetron Tukang Bubur Naik Haji Terhadap Pendidikan Akhlak Remaja (Studi Kasus Di Dukuh Pengkol, Kaligawe, Pedan, Klaten).

0 2 18

KONSTRUKSI KARAKTER KEJUJURAN PADA SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI ANALISIS ISI EPISODE 839-840 DALAM Konstruksi Karakter Kejujuran Pada Sinetron Tukang Bubur Naik Haji Analisis Isi Episode 839-840 Dalam Perspektif Pembelajaran Pendididikan Pancasila Dan

0 1 15

MOTIF PEMIRSA MENONTON SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI THE SERIES DI RCTI (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Motif Pemirsa di Surabaya Dalam Menonton Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series di RCTI).

0 0 107

PERAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA KPI TER

0 0 12

MOTIF PEMIRSA MENONTON SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI THE SERIES DI RCTI (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Motif Pemirsa di Surabaya Dalam Menonton Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series di RCTI) SKRIPSI

1 0 20