Bentuk dan Model Regulasi Penyiaran

level performance menyangkut semua hal yang berhubungan dengan referensi tertentu atas dugaan kejahatan atau merugikan atau menyinggung masyarakat. 7 Prinsip utama dari media governance adalah 8 : 1. Bentuk kontrol yang berbeda dapat diaplikasikan pada media yang berbeda pula; 2. Kontrol lebih diperlukan dan dapat diterima untuk media massa daripada untuk media skala kecil; 3. Kontrol dapat lebih diaplikasikan dengan legitimasi pada structure dari pada content ; 4. Baik sensor pra-publikasi maupun hukuman untuk publikasi tidak diperbolehkan. 5. Secara umum self-regulation lebih disukai daripada kontrol dari luar media eksternal. Dalam hubungannya dengan kepemerintahan suatu negara, Leen d‟Haenens membagi model regulasi penyiaran menjadi lima, yakni: 1. Model Otoriter Tujuan dalam model ini lebih sebagai upaya menjadikan penyiaran sebagai alat negara. Radio dan televisi sedemikian rupa diarahkan untuk mendukung kebijakan pemerintah dan melestarikan kekuasaan. Ciri khas dalam model ini adalah kuatnya lembaga sensor terutama yang menyangkut keberbedaan. Hal ini sebagai konsekuensi keberbedaan yang dipandang sebagai 7 Denis McQuail, Mass Communication Theory Sage Publications: 2005 5 th edition hal. 235- 236 8 Denis McQuail, Mass Communication Theory , 5 th edition hal. 236 sesuatu yang tak berguna dan cenderung tidak bertanggung jawab karena kadang kala bersifat subversif. Sebaliknya, konsesus dan standarisasi dilihat sebagai tujuan dari komunikasi massa. Dunia penyiaran selama Orde Baru praktis berada pada kondisi seperti ini. 2. Model Komunis Walau merupakan subkategori dari model otoriter, namun dalam model komunis, penyiaran memiliki semacam tritunggal fungsi, yaitu propaganda, agitasi, dan organisasi. Aspek lain yang membedakan model ini dari model otoriter adalah dilarangnya kepemilikan swasta, karena media dalam model ini dilihat sebagai milik kelas pekerja biasanya terlembagakan dalam partai komunis, dan media merupakan sarana sosialisasi, edukasi, informasi, motivasi dan mobilisasi. 3. Model Barat-Paternalistik Sistem penyiaran ini banyak diterapkan oleh negara-negara Eropa Barat semisal Inggris. Disebut “Paternalistik”, karena sifatnya yang top-down, di mana kebijakan media bukan apa yang audiens inginkan tapi sebagai keyakinan penguasa bahwa kebijakan yang dibuat memang dibutuhkan dan diinginkan oleh rakyat. Dalam model ini, penyiaran juga memiliki “tugas” untuk melekatkan fungsi-fungsi sosial individu atas lingkungan sosialnya. 4. Model Barat-Liberal Secara umum sama dengan model Barat – Paternalistik, hanya berbeda dalam fungsi media komersialnya. Di samping sebagai penyedia informasi dan hiburan, media juga memiliki fungsi “ mengembangkan hubungan yang penting dengan aspek-aspek lain yang mendukung independensi ekonomi dan keuangan”. 5. Demokratis-Partisipan Model Model ini yang dikembangkan oleh mereka yang mempercayai sebagai powerful medium , dan dari banyak hal terinspirasi oleh mahzab kritis. Termasuk dalam model ini adalah berbagai media penyiaran alternatif. Sifat komunikasi dalam model ini adalah dua arah two-way-communication. Di banyak negara demokratis, proses legislasi tetap dilakukan oleh parlemen, sedangkan institusi regulatory body berfungsi untuk: 1. Mengalokasikan lisensi penyiaran 2. Mengontrol dan memberi sanksi bagi pengelola penyiaran yang melanggar mulai dari bentuk denda sampai pencabutan izin 3. Memberi masukan kepada institusi legislatif 4. Sebagai watchdog bagi indepedensi penyiaran dari pengaruh pemerintah dan kekuatan modal 5. Memberi masukan terhadap penunjukkan jajaran kepemimpinan lembaga penyiaran publik. Hal ini banyak terjadi di Perancis. 6. Berperan sebagai minor judicial power dan complain commission. Menurut Feintuck, dewasa ini regulasi penyiaran mengatur tiga hal, yakni struktur, tingkah laku, dan isi. Regulasi struktur structural regulation berisi pola- pola kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku behavioural regulation dimaksudkan untuk mengatur tata laksana penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi content regulation berisi batasan material siaran yang boleh dan tidak boleh untuk disiarkan. Mengutip McQuail, Sendjaja selanjutnya menguraikan urgensi media penyiaran publik adalah untuk menjunjung nilai-nilai yang banyak ditinggalkan oleh media komersil, seperti independensi, solidaritas, keanekaragaman, opini dan akses, objektivitas, dan kualitas informasi. 9

3. Regulasi Penyiaran di Indonesia

Perubahan teknologi memungkinkan media penyiaran menjangkau jutaan orang melalui networked system yang menyelimuti seluruh negara. Hal ini mengubah media secara dramatis dalam memperluas jangkauan dan efek atau pengaruh media. Produser produk media yang mengandung kekerasan sering berargumentasi bahwa mereka hanya mereflesikan kekerasan yang sudah ada dalam masyarakat. Merespon hal itu, beberapa pemerintah memperkenalkan batas-batas terbaru dalam program, bahkan sampai kepada pengaturan dan pengawasan jumlah dan frekuensi iklan. 10 Pemerintah berperan dalam membuat hukum dan peraturan bagi media massa. Kelonggaran regulasi yang dibuat pemerintah dapat mengakibatkan kekacauan dalam proses media massa baik elektronik maupun cetak. Regulasi yang memaksa satu pihak dapat menguntungkan pihak yang lain. Beberapa regulasi pemerintah, seperti izin 9 S Djuarsa Sendjaja dan Ashadi Siregar, Kumpulan Makalah Seminar Televisi PublikYogyakarta:UGM 2001, hal 3. 10 David William Hoynes, Croteau, MediaSociety, Industries, Images, AudiencesCalifornia: Pine Forge Press 1997 hal 72-88 penyiaran ditujukan untuk melindungi kepentingan finansial dari bisnis media. Industri media tidak akan bertahan tanpa kontrol dan regulasi dari pemerintah. Bisa dikatakan, industri media tidak bisa ada seperti sekarang tanpa regulasi dan kontrol pemerintah yang aktif. Karena itu industri media akan aktif mendukung beberapa regulasi, yaitu tentu saja, menguntungkan industri media. 11 Regulasi juga dibuat untuk melindungi kepentingan publik dari pengaruh industri media yang kuat. Industri media biasanya akan mendukung regulasi ketika mereka menghadapi pembatasan gerak mereka ke publik, di lain pihak akan mendukung ketika terlindungi dari regulasi pemerintah yang lain. Peraturan dan regulasi media saat ini telah berubah seiring dengan perkembangan teknologi dan iklim politik. Perubahan teknologi dan evolusi legislatif membuat regulasi media menjadi ruang yang cepat berubah. 12 Pada hakikatnya, regulasi di bidang penyiaran adalah suatu keharusan. Alasannya, produk media akan selalu diarahkan dan berada di wilayah publik, karenanya publik adalah pihak yang harus dilindungi. 13 Proses keabsahan Undang-Undang Penyiaran awalnya sangat kontroversial, karena tidak ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada akhirnya berlaku, karena ditetapkan berdasarkan Hak Inisiatif DPR RI, dan kemudian disahkan menjadi produk hukum yang mengikat bagi penyelenggaraan kegiatan radio dan televisi. Undang-Undang Penyiaran dibentuk dengan semangat bahwa dunia penyiaran akan memasuki era baru yang lebih demokratis sekaligus memecah 11 David William Hoynes, Croteau, MediaSociety, Industries, Images, Audiences, hal 64-66 12 David William Hoynes, Croteau, MediaSociety, Industries, Images, Audiences hal. 64-66 13 Darmawan Josep J, “Wacana”TV Lokal” Dalam Pertelevisian Indonesia” Yogyakarta: Universitas Atma Jaya 2003 Jurnal ISIP, Jurnal Masalah-Masalah Sosial dan Politik, Vol- 4No. 4 Des 2002-Feb 2003, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, hal 34 cengkeraman sekelompok pemodal yang selama ini mengangkangi keberadaan lembaga penyiaran di republik tercinta. Undang-Undang Penyiaran adalah regulasi dengan visi menyerahkan regulasi penyiaran kepada publik direpresentasikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia KPI yang mendorong adanya keragaman kepemilikan untuk menciptakan keragaman muatan. Demokratisasi penyiaran memberikan kewenangan lebih besar bagi publik untuk turut serta mengawal keberadaan lembaga penyiaran, radio dan televisi. 14 Oleh karena itulah penyiaran di Indonesia diarahkan, selain untuk menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional, menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup. Di sisi lain didorong untuk mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran serta serta mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi. Selain itu, penyiaran juga diarahkan untuk memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab, serta memajukan kebudayaan nasional. 15 Di manapun sebuah program siaran membutuhkan lembaga yang mengatur lalu lintas pesan yang disiarkan. Bahkan bagi kelompok ini, regulasi yang ketat pun tidak 14 Judhariksawan, Hukum Penyiaran Jakarta: Rajawali Pers 2010, Cetakan Ke-1 hal 91-92 15 Judhariksawan, Hukum Penyiaran hal. 92

Dokumen yang terkait

INTERPRETASI MASYARAKAT TENTANG SINETRON RELIGI KOMEDI Studi Resepsi Pemirsa Sinetron Tukang Bubur Naik Haji RCTI di Dusun Sukotirto Desa Badang Kec. Ngoro Jombang

0 16 45

Peranan komisi penyiaran Indonesia (KPI) pusat terhadap tayangan infotaimen di Televisi

1 36 103

Respon Perilaku Jamaah Majelis Ta’lim Nurul Iman Kedaung Ciputat Tangerang Selatan Terhadap Sinetron Tukang Bubur Naik Haji Di RCTI

2 7 86

Variasi Bahasa Dalam Sinetron Tukang Bubur Naik Haji (TBNH) Kajian Etnografi Komunikasi"Reviwer

0 4 4

PENGARUH SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI TERHADAP PENDIDIKAN AKHLAK REMAJA Pengaruh Sinetron Tukang Bubur Naik Haji Terhadap Pendidikan Akhlak Remaja (Studi Kasus Di Dukuh Pengkol, Kaligawe, Pedan, Klaten).

0 1 13

PENGARUH SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI TERHADAP PENDIDIKAN AKHLAK REMAJA Pengaruh Sinetron Tukang Bubur Naik Haji Terhadap Pendidikan Akhlak Remaja (Studi Kasus Di Dukuh Pengkol, Kaligawe, Pedan, Klaten).

0 2 18

KONSTRUKSI KARAKTER KEJUJURAN PADA SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI ANALISIS ISI EPISODE 839-840 DALAM Konstruksi Karakter Kejujuran Pada Sinetron Tukang Bubur Naik Haji Analisis Isi Episode 839-840 Dalam Perspektif Pembelajaran Pendididikan Pancasila Dan

0 1 15

MOTIF PEMIRSA MENONTON SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI THE SERIES DI RCTI (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Motif Pemirsa di Surabaya Dalam Menonton Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series di RCTI).

0 0 107

PERAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA KPI TER

0 0 12

MOTIF PEMIRSA MENONTON SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI THE SERIES DI RCTI (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Motif Pemirsa di Surabaya Dalam Menonton Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series di RCTI) SKRIPSI

1 0 20