Media Dakwah Sinetron Sebagai Media Dakwah
alat tehnik modern, seperti tape recorder. Seluruh alat itu sifatnya polos, tidak berwarna. Yang memberikan ketentuan dalam penilaian hukumnya adalah isinya.
Jika disadari bahwa mayoritas rakyat Indonesia adalah pemeluk agama Islam, dan dengan sendirinya pula mayoritas penonton film di Indonesia adalah pemeluk
agama Islam, maka tidak akan sulit para produser memasukkan unsur dakwah di dalam film. Bagi para produser yang mempunyai tujuan primer membuat film adalah
segi komersil, sekiranya mayoritas penontonnya yang terdiri dari pemeluk agama Islam tidak mau melihatnya, maka tujuan komersil itu tidak tercapai. Sebaliknya,
dengan memasukkan unsur dakwah di dalam film berarti sekaligus dua tujuan dapat tercapai. Pertama para produser akan memperoleh keuntungan komersil dengan
banyaknya penonton, Kedua para penonton yang mayoritasnya terdiri dari pemeluk agama Islam akan memperoleh keuntungan pula disamping hiburan dapat
memperoleh bimbingan keagamaan.
42
Sinetron drama yang mengandung nilai-nilai agama dapat bersaing dengan sinetron remaja, drama keluarga, dan sinetron misteri. Sinetron bernuansa religius
akan segera menggantikan booming reality showmisteri yang sebelumnya melanda layar kaca. Sinetron-sinetron jenis ini patut dipuji karena isinya penuh dengan makna.
Sinetron tersebut tidak hanya menghibur, tetapi tayangan semacam ini membawa nilai-nilai tertentu untuk disampaikan kepada pemirsa. Itulah sebabnya ada yang
menyebut sinetron tersebut sebagai “tontonan sekaligus tuntunan”.
43
42
Amura, Perfilman di Indonesia: Dalam Era Orde Baru hal.115
43
Maja lah Alia, edisi Juni 2005. “Banjir Sinetron Religius”
Sinetron sebagai salah satu produk kemajuan teknologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap arus komunikasi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Bila
dilihat lebih jauh, sinetron bukan hanya sekedar tontonan atau hiburan belaka, melainkan sebagai suatu media komunikasi yang efektif.
Karena sinetron mempunyai kelebihan bermain pada sisi emosional, ia mempunyai pengaruh yang lebih tajam untuk memainkan emosi pemirsa. Berbeda
dengan buku yang memerlukan daya fikir aktif, penonton cukup bersifat positif. Hal ini dikarenakan sajian sinetron adalah sajian siap untuk dinikmati.
Sinetron sebagai media komunikasi dapat berfungsi sebagai media dakwah yang bertujuan mengajak kepada kebenaran. Dengan kelebihannya, sinetron menjadikan
pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat menyentuh penonton tanpa harus menggurui. Maka penonton tanpa disadari akan berprilaku serupa dengan peran dalam
suatu film yang pernah ditontonnya. Halini senada dengan ajaran Allah SWT bahwa untuk mengomunikasikan dengan pesan, hendaknya dilakukan secara qawlan
sayyidan , yaitu pesan yang dikomunikasikan dengan benar, menyentuh, dan
membekas dalam hati.
44
Dengan karakter yang dapat berfungsi sebagai qawlan sayyidan inilah diharapkan dapat menggiring pemirsanya kepada ajaran Islam yang akan
menyelamatkan. Mu
ngkin ada benarnya media televisi dianggap sebagai bagian dari “syiar” kebenaran, kebaikan, dan ketuhanan melalui wujud sinetron bertema religius.
44
Aep Kusmawan, Komunikasi Penyiaran Islam Bandung: Benang Merah Press, 2004 hal 95
Trend program acara sinetron televisi bertema religius sangat menarik untuk dikaji
lebih jauh dalam hubungannya dengan fakta kehidupan masyarakat sehari-hari. Persoalan menjadi semakin menarik lagi, ketika semua tayangan sinetron itu
lebih banyak memunculkan ajaran agama tertentu sebagai fokus cerita. Ini terlihat dari banyaknya kalimat atau ungkapan dialog bersifat religi yang meluncur dari seorang
tokoh agama tertentu ketika menghadapi kejahatan dalam simbol setan yang merasuki tokoh yang terlibat dalam cerita.
Ada beberapa faktor yang membahas mengenai efektivitas tayangan yang bertema religius di dalam suatu program.Pertama, agama atau ayat suci agama
tertentu dalam kehidupan manusia sehari-hari memang sudah menjadi pegangan hidup masyarakat sejak masih hidup sampai meninggal dunia. Agama merupakan
medium komunikasi antara manusia dengan Tuhan yang bersifat sakral dan individual.
Kedua , seluruh tayangan televisi merupakan hasil final dari proses kreativitas
yang dikerjakan oleh sekumpulan orang kreatif di media televisi dan telah melalui proses imajinasi, kreasi dan daya cipta sehingga hasilnya menjadi menarik untuk
ditonton. Artinya, tayangan televisi tidak seluruhnya bersifat objektif tetapi juga sangat kental mengandung unsur subjektif.
45
Jadi, jika diamati memang benar tayangan religi dapat memberi kesadaran religius. Sepintas terlihat sinergi yang sangat ideal antara pilihan stasiun televisi
mengedepankan program religius dengan kebutuhan pemirsa akan siraman rohani, yang tujuannya adalah meneguhkan keimanan hingga membuat pelaksanaan ibadah
45
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa; Analisis Interaktif Budaya Massa hal. 111.
berlangsung optimal. Namun yang juga dikhawatirkan, unsur horor dan mistis mulai banyak mengisi bagian sinetron-sinetron tersebut.
Agama, bagaimanapun memiliki wilayah-wilayah tersendiri yang tidak bisa disamaratakan dengan wilayah lain dalam kehidupan manusia. Pembagian wilayah
sekuler dan nonsekuler memperlihatkan bahwa kehidupan agama walau dalam realitasnya sulit dan tak perlu dipisahkan dari kehidupan sehari-hari sesungguhnya
memilki memiliki dimensi ruang yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari. sebagai panduan normatif ideal, nilai-nilai agama bagaimanapun tidak bisa disamaratakan
dengan nilai-nilai pragmatis dalam praktik kehidupan sehari-hari. seperti yang diungkapkan oleh Peck,
Religion is explicitly concerned with both ontological and experiental dimensions of existence with being and meaning. Religion provides meaning for
individual existance by grounding it in a larger. Cocmic framework of significance.
46
Seperti dinyatakan Peck, agama menyediakan makna bagi eksistensi individu berlandaskan pada kerangka signifikasi kosmis yang luas. Karena menyampaikan
nilai agama melalui sinetron dengan berdasarkan hadis Nabi, khawatir hanya akan mereduksi nilai-nilai agama saja. Kajian agama mengenai Al-
Qur‟an dan hadis Nabi, selama ini berlangsung dalam mimbar agama berupa dakwah di dalam masjid.
Dengan adanya sinetron religi, mempresentasikan secara simbolik di ruang publik mimbar agama ke dalam televisi melalui sinetron yang di produksi dalam kerangka
mekanisme standar produksi program televisi.
46
Hoover, Stewart M. ed, Rethinking Media, Religion, and CultureLondon: Sage Publication, 1997 hal 17