Regulasi Penyiaran di Indonesia
cengkeraman sekelompok pemodal yang selama ini mengangkangi keberadaan lembaga penyiaran di republik tercinta. Undang-Undang Penyiaran adalah regulasi
dengan visi menyerahkan regulasi penyiaran kepada publik direpresentasikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia KPI yang mendorong adanya keragaman kepemilikan
untuk menciptakan keragaman muatan. Demokratisasi penyiaran memberikan kewenangan lebih besar bagi publik untuk turut serta mengawal keberadaan lembaga
penyiaran, radio dan televisi.
14
Oleh karena itulah penyiaran di Indonesia diarahkan, selain untuk menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa, meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional, menyalurkan
pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup. Di sisi lain didorong untuk
mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran serta serta mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat,
mewujudkan pemerataan dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi. Selain itu, penyiaran juga diarahkan untuk memberikan informasi yang benar,
seimbang, dan bertanggung jawab, serta memajukan kebudayaan nasional.
15
Di manapun sebuah program siaran membutuhkan lembaga yang mengatur lalu lintas pesan yang disiarkan. Bahkan bagi kelompok ini, regulasi yang ketat pun tidak
14
Judhariksawan, Hukum Penyiaran Jakarta: Rajawali Pers 2010, Cetakan Ke-1 hal 91-92
15
Judhariksawan, Hukum Penyiaran hal. 92
menjadi masalah. Negara yang mengklaim demokratis pun perlu regulasi, termasuk keberadaan komisi penyiaran seperti KPI di Indonesia dan memberikan sanksi.
16
Regulasi hukum penyiaran di Indonesia berpangkal pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran UU Penyiaran. Pasal 33 ayat 1 mengatur
secara tegas bahwa
17
: Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.
Setiap orang atau pihak yang hendak menyelenggarakan penyiaran, wajib terlebih dahulu memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran IPP. Bilamana terdapat
lembaga penyiaran yang mengudara tanpa mengantongi IPP, maka yang bersangkutan telah melanggar Undang-Undang Penyiaran dan karenanya aparat penegak hukum
berkewajiban melakukan tindakan hukum dan bagi pelaku tindakan pidana penyiaran tersebut dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling lama dua tahun dan denda
paling banyak Rp.500.000.000 lima ratus juta rupiah untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak
Rp.5.000.000.000 lima milyar rupiah untuk penyiaran televisi. Berdasarkan Undang-Undang Penyiaran, diketahui bahwa jasa penyiaran yang
diregulasi hanya penyiaran radio dan penyiaran televisi. Untuk menyelenggarakan jasa penyiaran tersebut, Undang-Undang Penyiaran juga telah membagi lembaga
penyiaran dalam 4 empat jenis. Yaitu: Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga
16
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia Jakarta: PT. Raja Grafindo 2004 hal 96.
17
Komisi Penyiaran Indonesia KPI Dinamika Perizinan Penyiaran di Indonesia.Jakarta: 2012. hal.14.
Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas, dan Lembaga Penyiaran Berlangganan.
18
Beberapa aturan yang terkait dengan program siaran yang tercantum dalam Undang-Undang P
enyiaran dapat dikategorisasi dalam bentuk “kewajiban” dan “larangan” terhadap isi siaran. Terdapat empat kewajiban isi siaran bagi lembaga
penyiaran dalam menyampaikan program siarannya, yaitu: 1. Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk
pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan
budaya Indonesia. 2. Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga
Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang- kurangnya 60 mata acara yang berasal dari dalam negeri.
3. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu
yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan danatau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
4. Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
Sementara itu, terdapat beberapa larangan kandungan isi siaran yang tidak boleh disiarkan oleh lembaga penyiaran, yaitu dilarang bersifat fitnah, menghasut,
menyesatkan, dan atau bohong, menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian,
18
Komisi Penyiaran Indonesia KPI Dinamika Perizinan Penyiaran di Indonesia hal.14
penyalahgunaan narkotika, memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan
internasional. Komisi Penyiaran Indonesia telah menyusun suatu Pedoman Perilaku Penyiaran
P3 dan Standar Program Siaran SPS disusun dengan dasar pertimbangan bahwa dalam rangka pengaturan perilaku lembaga penyiaran dan lembaga-lembaga lain yang
terlibat dalam dunia penyiaran di Indonesia dibutuhkan suatu pedoman yang wajib dipatuhi agar pemanfaatan frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam
terbatas dapat senantiasa ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat sebesar-besarnya. Alasan lain adalah dengan munculnya stasiun-stasiun televisi dan radio baru di
seluruh pelosok Indonesia, harus disusun standar yang mampu mendorong lembaga penyiaran untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri
bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,
demokratis, adil dan sejahtera. Pedoman Perilaku Penyiaran P3 dan Standar Program Siaran SPS ditetapkan
oleh KPI berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, nilai-nilai agama, norma-norma yang berlaku dan diterima dalam masyarakat, kode etik, serta
standar profesi dan pedoman profesi yang dikembangkan masyarakat penyiaran. Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan berdasarkan asas kepastian hukum, asas
kebebasan dan bertanggung jawab, asas manfaat, asas adil dan merata, asas keberagaman, asas kemandirian, asas kemitraan, asas keamanan, dan etika profesi.
Menurut KPI, Pedoman Perilaku Penyiaran P3 dan Standar Program Siaran SPS bertujuan agar lembaga penyiaran
19
: 1. menjunjung tinggi dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia; 2. meningkatkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan segenap peraturan
perundangan yang berlaku di Indonesia; 3. menghormati dan menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa
yang multikultural; 4. menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi;
5. menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia; 6. menghormati dan menjunjung hak-hak dan kepentingan publik;
7. menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak anak, remaja dan perempuan; 8. menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak kelompok masyarakat minoritas
dan marginal; dan 9. menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik.
KPI juga menekankan kewajiban bagi lembaga penyiaran untuk melakukan penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan. Dengan penekanan bahwa
lembaga penyiaran harus berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap keberagaman khalayak baik dalam agama, suku, budaya, usia, gender
dan latar belakang ekonomi. Serta lembaga penyiaran wajib menghormati norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. dalam hal ini, kritikan
19
Judhariksawan, Hukum Penyiaran hal. 96-97
masyarakat terhadap tayangan-tayangan tidak mendidik yang disajikan oleh penyiaran televisi telah banyak dilontarkan. Dalam tataran inilah efektivitas Pedoman Perilaku
Penyiaran P3 dan Standar Program Siaran SPS ini diuji termasuk mengkaji bagaimana eksistensi KPI sebagai regulator yang eksekutor dalam hal isi siaran. Fakta
menunjukkan, walaupun telah banyak tayangan acara televisi yang telah ditegur dan dijatuhkan sanksi oleh KPI, akan tetapi seolah tidak memberikan efek jera bagi
lembaga penyiaran. Ironisnya, lembaga penyiaran justru berlindung dibalik “rating”
acara dan acara yang ditegur justru merupakan acara yang tinggi peminatnya. Sehingga terjadi paradoksal antara peran KPI sebagai representasi publik dengan
“keinginan” versi rating publik itu sendiri.
20