f Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran; g
Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.” Pemberian sanksi dalam pelanggaran yang dilakukan oleh stasiun televisi
dilakukan berdasarkan jenjang sanksi sesuai pasal di atas. KPI tidak memiliki wewenang untuk mencabut izin penyiaran. Dalam
proses pemantauan
atau pengawasan isi siaran, KPI dibantu oleh sejumlah pihak, seperti tim analis seperti
yang telah disebutkan dalam wawancara oleh bapak Iddy Muzayad : “Pengawasan isi siaran terbagi secara dua hal, yang pertama pemantauan
kita, ada tim yang melakukan pemantauan disini ada alat-alat yang kita set-up untuk melakukan pemantauan, ada orang-orang yang kita pekerjakan setelah
kita melakukan pemantauan langsung. Yang kedua, kita juga menerima pengaduan dari masyarakat, nah nanti kalo yang pemantauan oleh kita itu akan
melakukan temuan potensi pelanggaran , kalo yang pengaduan dari masyarakat akan ditindak lanjuti apakah itu memang melanggar atau tidak.
”
17
Akhirnya, pada pasal 51 menyatakan: “1 KPI dapat mewajibkan lembaga penyiaran untuk menyiarkan dan atau
menerbitkan pernyataan yang berkaitan dengan aduan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 50 ayat 2 apabila terbukti benar,
2 semua lembaga penyiaran wajib menaati keputusan yang dikeluarkan oleh KPI yang berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran.
”
17
Wawancara pribadi , Iddy Muzayad, Wakil Ketua KPI Pusat, 9 september 2013.
58
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengawasan Isi Siaran Terhadap Sinetron Religi Tukang Bubur Naik Haji
Salah satu tujuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran adalah ingin mengubah sistem penyiaran televisi selama ini yang dinilai tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Mengingat bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam
pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak, maka penyelenggaraan penyiaran wajib bertanggungjawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya,
kepribadian dan kesatuan bangsa yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
1
Tidak jarang beberapa tayangan di televisi melanggar kaidah penyiaran, padahal mereka telah memahami peraturan tersebut. Seolah UU Penyiaran hadir hanya untuk
menyemarakan dunia penyiaran. Bagaimana mereka bisa mengimplemntasikan UU Penyiaran yang telah disahkan pada tanggal 28 Desember 2002. Sanksi administratif
berlaku bagi mereka yang keluar koridor yang telah ditentukan oleh pemerintah terhadap lembaga penyiaran. Diantaranya dapat berupa teguran tertulis, penghentian
sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu, pembatasan waktu dan durasi siaran, denda administratif, pembekuan kegiatan siaran tertentu,
tidak diberikan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran, sampai pencabutan
1
Masduki, Regulasi Penyiaran : Dari Otoriter ke Liberal Yogyakarta: LKIS, 2007, hal: 232
izin penyelenggaraan penyiaran. Dalam keterangan wawancara oleh Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Iddy Muzzayad menegaskan:
“Iya, itu hak Komisi Penyiaran Indonesia KPI yang memberi sanksi administratif. Sanksi administratif di UUD No. 20 tahun 2002 itu adalah sanksi
teguran tertulis, penghentian sementara, pengurangan durasi, pembekuan kegiatan siaran, dan pencabutan izin. Terutama untuk pencabutan izin
penyiaran, KPI lagi-lagi bisa merekomendasi tetapi nanti harus di dasarkan pengadilan. Yang tidak ada di sanksi ini adalah sanksi plandian di sebuah mata
acara kita. Jadi, sanksi di setiap UUD hanya penghentian sementara, dan kalau ada tayangan tetapi tidak di hentikan secara total maka memang UUD sudah
menerapkan seperti itu.
”
2
Tukang Bubur Naik Haji sebagai program sinetron religi yang dalam misinya
mengajak orang untuk melakukan hal yang lebih baik dengan tayangan sinetron tersebut tapi tetap saja dipandang melanggar kaidah penyiaran yang ada. Mulai dari
cerita masalah keluarga yang dijadikan topik cerita dalam setiap episodenya, adanya adegan kekerasan, kata-kata kasar dan makian. Melihat kasus tersebut nampaknya tim
dari sinetron Tukang bubur naik haji belum 100 mengimplementasikan UU Penyiaran dalam programnya. Karena pada dasarnya indikator sinetron yang baik juga
harus mengandung sisi kebaikan dan tidak hanya sekedar hiburan semata, seperti yang di sampaikan oleh Iddy Muzayad dalam wawancara.
“Ya pastinya sinetron religi itu kan harus berisi tentang kebaikan- kebaikan, pesan yang disampaikan tentang kebaikan, lalu menarik dan pastinya
menghibur. Karena kalau hanya yang baik-baik saja tapi tidak menarik juga tidak akan ditonton. Lalu sinetron itu harus bisa menjadi sebagai juru dakwah
karena negatif atau positif sinetron religi itu tergantung dari isinya. Tapi jangan sampai juga sinetron itu sampai melakukan kekerasan, dan melakukan kata-kata
kasar seperti sinetron apa itu Islam KTP yang pemerannya si bang madit itu sampai mencemooh orang lain, atau terlalu kasar kata-
katanya.“
3
2
Wawancara Pribadi dengan Iddy Muzayad, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, 9 September 2013
3
Wawancara Pribadi dengan Iddy Muzayad, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, 9 September 2013
Dalam program sinetron Tukang Bubur Naik Haji episode 561-571 yang ditayangkan pada tanggal 1 sampai 5 Mei 2013 telah banyak menggunakan kata-kata
kasar dan makian di dalam episode tersebut. Hal itu tentu menyimpang dari ketentuan yang telah ada, mengingat bahwa setiap siaran yang ditayangkan melelui televisi
memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan sikap dan khalayak. Terlebih sinetron ini ditayangkan setiap hari pada pukul 19.30 WIB dan kadang ditayangkan di
jam 18.00 WIB. Dapat dibayangkan jika seorang anak di bawah umur menonton tayangan ini. Hal yang sangat mungkin bila mereka meniru perbuatan tersebut, karena
kata-kata makian dan kata-kata kasar yang digunakan sangat sering sekali muncul dalam sinetron tersebut.
Memang yang kita tahu pada sinetron religi tersebut mengangkat kisah sehari- hari masyarakat betawi. Tapi tidak seharusnya masyarakat betawi atau kultur yang
ada di sinetron tersebut sering menggunakan kata-kata makian atau kata-kata kasar yang terucap dari mulut sang aktor tersebut. Tidak sepantasnya acara yang
ditayangkan pada jam prime time tetapi tidak mematuhi etika yang ada pada P3 dan SPS. Tayangan sinetron yang kurang layak memang masih menjamur di televisi
swasta lainnya, dalam wawancara dengan Iddy Muzayad tentang kelayakan tayangan di televisi Indonesia.
“Menurut Komisi Penyiaran Indonesia KPI, memang tayangan di Indonesia belum terlalu optimal. Dalam level regulasiaturan produksinya yaitu
bagaimana sebuah lebel TV atau PH masih memberikan tayangan yang kurang mendidik. Karena bahwasannya KPI bukan lembaga sensor, maka yang sangat
di tekankan adalah internal sensor mereka. Mereka harus punya sensor sendirisensor mandiri di tingkat para produser. Dan bagaimana komitmen
mereka, yang manakala SDM nya masih kurang berkualitas sehingga output nya juga kurang berkualitas. Lalu level kosumsi, masyarakat juga harus mulai