Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Usaha Asuransi Jiwa di Indonesia

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI

KONSUMEN BERKAITAN DENGAN ITIKAD BURUK PERUSAHAAN ASURANSI JIWA

A. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Usaha Asuransi Jiwa di Indonesia

Pentingnya adanya perlindungan hukum terhadap konsumen ini tidak terlepas dengan dianutnya asas kebebasan berkontrak di Indonesia. Asas kebebasan berkontrak memberikan pada setiap orang hak untuk dapat mengadakan berbagai kesepakatan sesuai dengan kehendak dan persyaratan yang disepakati kedua pihak, dengan syarat-syarat subjektif dan objektif tentang sahnya suatu persetujuan tetap dipenuhi Pasal 1320. Dengan sistem terbuka, setiap orang dapat mengadakan sembarang perjanjian, bahkan dengan bentuk-bentuk perjanjian lain dari apa yang termuat dalam KUH Perdata berbeda dengan sistem tertutup yang dianut Buku Ke-2 KUH Perdata. Keadaan ini kemudian diimbuhi pula dengan catatan bahwa hukum perjanjian itu merupakan hukum pelengkap, jadi setiap orang dapat saja mengadakan persetujuan dalam bentuk-bentuk lain dari yang disediakan oleh KUH Perdata. Universitas Sumatera Utara Dengan asas kebebasan berkontrak, sistem terbuka dan bahwa hukum perjanjian itu merupakan hukum pelengkap saja, lengkaplah sudah kebebasan setiap orang untuk mengadakan perjanjian, termasuk perjanjian yang dipaksakan kepadanya. 87 Berbagai penelitian termasuk penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB sejak tahun 1973-1985, yang kemudian dijadikan dasar dari keputusan Sidang Umum PBB pada tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen, ternyata pihak konsumenlah, terutama konsumen dari negara-negara berkembang yang merupakan pihak yang lemah tersebut. Kalau yang mengadakan perjanjian adalah mereka yang seimbang kedudukan ekonomi, tingkat pendidikan danatau kemampuan daya saingnya, mungkin masalahnya menjadi lain. Dalam keadaan sebaliknya, yaitu para pihak tidak seimbang, pihak yang lebih kuat akan dapat memaksakan kehendaknya atas pihak yang lebih lemah. 88 Kessler dalam Kristiyanti, 2009:64 bahkan lebih tajam lagi tinjauannya. Ia mengatakan bahwa hukum perjanjian itu adalah pelindung dari pembagian kekuasaan yang tidak merata dalam masyarakat sehingga memungkinkan pamaksaan kehendak pihak yang kuat atas pihak-pihak yang lemah. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen yang dimaksud oleh penulis adalah terhadap hak-hak yang ada pada konsumen. UUPK menjamin adanya perlindungan hukum terhadap hak-hak yang mutlak dimiliki oleh konsumen. 87 Celina Tri Kristiyanti, Op. Cit., hal. 138 88 Ibid., hal. 63 Universitas Sumatera Utara Di samping hal tersebut bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh UUPK terhadap konsumen juga dengan ditegaskannya perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam UUPK. Beberapa perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha khususnya pelaku usaha yang bergerak dalam jasa pelayanan adalah sebagai berikut: 89 1. Memperdagangkan jasa yang tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan pada label, etiket atau keterangan jasa tersebut dan tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan jasa tersebut Pasal 8 ayat 1 huruf d dan f UUPK 2. Menawarkan dan mengiklankan jasa yang tidak benar danatau seolah- olah jasa tersebut telah memiliki danatau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu ataupun seolah-olah jasa tersebut tersedia. Pasal 9 ayat 1 huruf c dan e UUPK 3. Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif, kegunaan, kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi, dan bahaya penggunaan suatu jasa. Pasal 10 UUPK 4. Menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu atau jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan. Pasal 12 UUPK 5. Menawarkan, mempromosikan, atau mengiklakan suatu jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang danatau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya. Pasal 13 ayat 1 UUPK 6. Pelaku usaha dalam menawarkan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan, mengumumkan hasilnya tidak melalui media mass, memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan, dan menggangti hadiah tidak setara dengan hadiah yang dijanjikan. Pasal 14 UUPK 89 Bab IV Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Universitas Sumatera Utara 7. Menawarkan jasa dengan melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen. Pasal 15 UUPK Pelaku usaha dalam menawarkan jasa melalui pesanan dilarang untuk tidak menepati pesanan danatau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan dan tidak menepati janji atas suatu pelayanan danatau prestasi. Pasal 16 UUPK Terdapat banyak masalah dalam proses penyelesaian klaim asuransi, bahkan tidak sedikit masalah klaim akhirnya sampai kepada pengadilan. Pada umumnya kasus sengketa klaim asuransi di pengadilan kebanyakan digugat oleh pihak tertanggung, walaupun terdapat beberapa kasus sengketa klaim asuransi yang diajukan atau digugat oleh pihak penanggung. Dalam praktiknya sangat sedikit perusahaan asuransi yang menggugat tertanggung ke pengadilan, tentu karena alasan-alasan tertentu, mungkin karena proses pengadilan yang makan waktu lama dan melelahkan atau mungkin karena tidak mau terpublikasi di masyarakat. Pada umumnya pihak tertanggung yang membawa kasus sengketa klaim asuransi sampai kepada pengadilan, disebabkan karena ketidaksabaran, atau tidak mendapatkan toleransi, atau proses negosiasi yang sangat lama dan berbelit-belit dengan penanggung, atau tuntutan ganti ruginya ditolak oleh penanggung. 90 Selain karena faktor tujuan di atas, klaim asuransi dapat juga ditolak oleh penanggung karena adanya kesalahan yang serius yang dilakukan oleh tertanggung atau karena adanya unsur fraud. 90 Ketut Sendra, Klaim Asuransi Gampang, Jakarta: PPM, 2009, hal. 31 Universitas Sumatera Utara Jika dicermati kembali tentang pengertian asuransi bahwa pada hakikatnya asuransi merupakan relasi kontraktual di mana pihak penanggung insurer bersepakat dengan pihak pemegang polis tertanggung, insurance taker yang menyangkut pembayaran premi untuk menyediakan dana atas nama penanggung insurer dalam rangka menutupi kerugian atas kepentingan yang diasuransikan atau insurable interest setelah klaim formal diajukan termaslahat atau claimant party dikarenakan satu atau lebih peristiwa di masa datang yang dapat terjadi namun tidak dapat dipastikan kapan terjadi. 91 Pihak-pihak yang terikat kontrak berkewajiban hukum untuk saling beritikad baik, termasuk dalam hal saling menyampaikan informasi material yang esensial bagi kesepakatan kedua belah pihak. Ketiadaan itikad baik pada salah satu atau kedua belah pihak dapat mengarah pada terjadinya kecurangan asuransi yang dapat mengakibatkan terjadinya sengketa klaim asuransi. Kepemilikan informasi, misalnya, merupakan salah satu faktor yang sangat rentan terhadap praktik kecurangan. Di satu sisi, pihak pemegang polis memiliki informasi kunci menyangkut dirinya danatau objek pertanggungan yang dibutuhkan pihak penanggung untuk menilai risiko asuransi. Di lain pihak, penanggung merupakan pihak dengan information advantage terutama berkenaan dengan klausul kontrak dan kualitas jaminan yang diberikan. 92 Masalahnya, pihak yang memiliki information advantage acapkali tergoda atau setidaknya mendapatkan semacam insentif untuk melakukan kecurangan, 91 Ibid. 92 Ibid. Universitas Sumatera Utara apalagi jika informasi yang hanya dimilikinya itu memungkinkannya mendapatkan posisi tawar-menawar yang lebih kuat dalam kontrak asuransi. Adapun faktor-faktor penyebab yang menimbulkan sengketa klaim asuransi atau ditolaknya klaim asuransi oleh perusahaan asuransi, dapat dicermati dari mulai proses pemasaran atau proses perjualan marketing process yang dilakukan oleh para pemasar agen asuransi, broker, atau jasa penjual lainnya, sampai dengan pertanggungan itu berjalan bersamaan dengan keterikatan para Underwriter serta tingkat pemahaman tertanggung terhadap isi kontrak atau polis asuransi, proses ganti rugi indemenity atau pembayaran klaim asuransi serta keterlibatan pihak independen lainnya sebagai penilai kerugian asuransi loss adjuster serta provider-provider asuransi lainnya. Kesalahan atau kekeliruan yang dapat terjadi dalam proses pemasaran, yaitu: 93 1. Kesalahan dalam menerapkan atau kekurangpahaman masing-masing pihak yang melakukan kontrak atau perjanjian asuransi atau pemberlakuan prinsip-prinsip asuransi yang harus ada sejak awal dilakukannya perjanjian atau kontrak asuransi. 2. Bahwa produk asuransi dikatakan sebagai produk jasa atau produk tidak nyata intangible product sehingga hanya si penjual saja yang menguasai dan memahami produk yang akan dijualnya. Untuk itu produk asuransi harus dipasarkan, dipromosikan, ditawarkan, sampai dengan calon konsumen dapat mengetahui, memahami serta mengenal benar manfaat dari produk asuransi yang dipasarkan tersebut. Dapat dikatakan bahwa tidak ada calon konsumen asuransi datang ke kantor asuransi untuk membeli produk asuransi atau produk asuransi tidak pernah dicari konsumen unsought product, sehingga diperlukan tenaga pemasar atau agen asuransi atau tenaga pejual lainnya. 3. Konsumen membeli produk asuransi pada umumnya hanya mendengar, percaya dan memegang janji-janji yang pernah disampaikan oleh tenaga pemasarnya. Jika di kemudian hari konsumen yang membeli produk merasakan produk yang dibelinya itu 93 Ibid. Universitas Sumatera Utara menyimpang atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka konsumen dapat mengajukan gugatan atau membatalkannya. Untuk itu antara penjual dan calon pembeli harus memahami prinsip-prinsip yang melandasi perjanjian atau janji-janji yang akan disepakati menjadi polis asuransi. Adapun prinsip-prinsip yang penting untuk dipahami dalam asuransi jiwa, yaitu: 1. Prinsip Itikad Baik Prinsip mendasar yang harus dimiliki adalah prinsip adanya itikad baik atau “utmost good faith” atau “uberrimai fides”. Dengan demikian dapat diketahui bahwa penanggung sebagai penjual polis perlu dilindungi terhadap kemungkinan adanya kesalahan informasi yang diberikan oleh calon tertanggung mengenai objek pertanggungan. Oleh karena itu, jika penanggung mengetahuinya, ia tidak akan menerima pertanggungan tersebut atau menerimanya tetapi dengan kondisi yang berbeda. Dan untuk melindungi kepentingan tersebut, Pasal 251 KUHD telah mengaturnya. Pelanggaran atas prinsip itikad baik ini dapat mengakibatkan pertanggungan menjadi batal, atau batal sejak awal danatau dilakukan perbaikan dengan kondisi yang berbeda. Kesalahan ini dapat terjadi karena: 94 a. Tidak mengungkapkan informasi material secara benar dan lengkap non-disclosure yang dilakukannya dengan tidak sengaja. Apabila penanggung menerima aplikasi asuransi SPPKSPAJ dari calon tertanggung, yang tidak dapat mengungkapkan informasi material secara benar dan lengkap non disclosure of material facts tentang objek yang akan dipertanggungkan akan dapat menyebabkan batalnya perjanjian asuransi tersebut. b. Menyembunyikan informasi concealment. Ini terjadi jika calon tertanggung dalam pengisian formulir permintaan asuransi dengan 94 Ibid. Universitas Sumatera Utara sengaja menyembunyikan atau tidak menyampaikan suatu informasi yang material mengenai objek pertanggungan kepada penanggung, maka objek pertanggungan tersebut juga dapat menjadi batal. c. Informasi yang diungkapkan keliru innocent misrepresentation. Kekeliruan penyampaian informasi dapat terjadi karena cara penyampaian informasi yang salah ataupun isimateri dari informasi tersebut tidak benar. Walaupun calon tertanggung tidak bermaksud merugikan penanggung, misalnya karena tidakkurang teliti dalam cara penyampaian informasi ataupun kurang teliti, sehingga terjadi kekeliruan mengenai informasi tersebut. d. Memberikan informasi yang salah dengan tujuan penipuan fraudulent misrepresentation. Pemberian informasi dengan tujuan penipuan dapat dilakukan pada waktu pentupan asuransi, dapat juga terjadi pada saat pengajuan klaim. 2. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan Kepentingan yang dapat diasuransikan ini dapat timbul atau ada karena beberapa hal antara lain: 95 a. Karena hubungan kerja, yaitu majikan dengan karyawannya atau karena perjanjian pekerjaan; b. Hubungan perkawinan atau hubungan darah, yaitu karena hubungan suami-istri yang terjadi dari perkawinan, sudah sejak lama dianggap sebagai suatu kesatuan; c. karena sebab-sebab lain yaitu karena adanya ketentuan perundang-undangan. 3. Prinsip proksima atau penyebab utama terjadinya risiko Prinsip proksima dalam asuransi adalah penyebab terjadinya risiko proximate cause, sering juga timbul perselisihan karena kesalahan dalam penafsiran terhadap penyebab terjadinya risiko. 96 95 Ibid. Dalam polis-polis asuransi selalu tercantum penyebab-penyebab apa saja yang dijamin. Pernyataan ini mengandung arti bahwa perusahaan asuransi akan membayar ganti rugi 96 Ibid. Universitas Sumatera Utara terhadap objek yang dipertanggungkan apabila kerugian tersebut timbul akibat salah satu sebab yang dijamin. Sebelum seorang tertanggung dapat mengklaim kerugian yang dideritanya dari penanggung, terlebih dahulu harus ditetapkan apa penyebab kerugian tersebut. Artinya tertanggung dapat mengklaim hanya jika kerugian yang dideritanya disebabkan oleh suatu risiko yang dijamin polis. Penyebab yang dijamin itu haruslah peyebab terdekat proximate cause. Penyebab terdekat atau kausa proksima adalah suatu penyebab aktif dan efisien yang bergerak dalam suatu mata rantai peristiwa yang membawa suatu akibat tanpa intervensi suatu penyebab lain yang bekerja secara aktif dan yang datang dari suatu sumber baru dan independen. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen juga ditunjukkan dari adanya pengaturan hukum yang jelas dalam sengketa konsumen atas polis asuransi jiwa. Oleh karena usaha asuransi jiwa masih dalam lingkup hukum perlindungan konsumen maka tertanggung konsumen dalam sengketa konsumen atas polis asuransi jiwa dapat mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK. Melalui ketentuan Pasal 45 ayat 1 dapat diketahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen, terdapat dua pilihan yaitu: a. Melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, atau b. Melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Universitas Sumatera Utara Menjadi persoalan dengan ketentuan ini, adalah mengapa tidak menunjuk langsung Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, di samping peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum, dalam hal ini Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. 97 Hal tersebut menurut pendapat penulis mengisyaratkan bahwa upaya damai di luar pengadilan tidak hanya dapat dilalui melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tetapi dapat melalui badan arbitrase lain yang memiliki kewenangan untuk itu. Ketentuan ini kurang jelas “lembaga” penyelesaian sengketa mana yang dimaksud. Apabila yang dimaksud adalah khusus tertuju pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang diatur UUPK, maka mengapa undang-undang tidak menunjuk langsung kepada badan ini. Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang di buat oleh pihak yang bersengketa, sudah lama dikenal di Indonesia. Bahkan telah dibentuk Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI sejak tanggal 30 November 1977, berdasarkan Surat Keputusan Kamar Dagang dan Industri KA-DIN Nomor. SKEP152DPH1997. 98 Sengketa konsumen dapat diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Hal tersebut diatur dalam Pasal 49 UUPK dan terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa 97 Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Rajawali Pers, 2004, Hal. 224 98 Ibid. Universitas Sumatera Utara Konsumen diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 350MPPKEP122001 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Konsumen. Pada Pasal 1 angka 8 dikatakan bahwa “sengketa konsumen” adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran danatau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang danatau memanfaatkan jasa. Pihak-pihak yang keberatan terhadap keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen harus mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK dalam mengajukan keberatannya. Sengketa klaim asuransi antara tertanggung dan penanggung dapat juga diselesaikan melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia BMAI. 99 99 Ketut Sendra, Op. Cit., hal. 84 Adapun dasar hukum berdirinya BMAI adalah sesuai Surat Keputusan Bersama SKB antara Menteri Koordinator Bidang Perokonomian, dengan surat keputusannya Nomor: KEP-45M.EKON072006; Gubernur Bank Indonesia BI, dengan surat keputusannya Nomor: 850KEP.GBI2006; Menteri Keuangan dengan surat keputusannya Nomor: 357KMK.0122006; dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara BUMN, dengan surat keputusannya Nomor: KEP-75MBU2006; tentang: PAKET KEBIJAKAN SEKTOR KEUANGAN, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2006. Juga berdasarkan pada lampiran III Lembaga Universitas Sumatera Utara Keuangan NonBank poin 3, program 3 tentang “Perlindungan Pemegang Polis” dengan Penanggung Jawab Departemen Keuangan RI.

B. Bentuk-Bentuk Itikad Buruk dari Perusahaan Asuransi Jiwa Terkait dengan Polis Asuransi Jiwa.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

1 49 95

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 8

BAB II RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN KONSUMEN DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 - Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)

0 0 16

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN BERKAITAN DENGAN ITIKAD BURUK DARI PERUSAHAAN ASURANSI JIWA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 560 KPDT.SUS2012)

0 2 10