Secara common sense, asas tanggung jawab ini dapat diterima karena adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak
korban. Dengan kata lain, tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain.
2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab presumption of liability priciple, sampai ia dapat membuktikan ia tidak
bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat.
51
Tampak beban pembuktian terbalik omkering van bewijslast diterima dalam prinsip ini. Dalam UUPK juga mengadopsi sistem pembuktian
terbalik ini, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19, 22, dan 23 lihat ketentuan Pasal 28 UUPK.
52
Dasar pemikiran dari Teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan
sebaliknya.
53
51
Ibid., hal. 94
Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah presumption of innocence yang lazim dikenal dalam hukum.
Namun, jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan. Jika ada di pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini yang
harus menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak lalu berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen
52
Ibid., hal. 95
53
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan si tergugat.
3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab presumption nonliability principle hanya
dikenal lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.
54
Contoh dalam penerapan prinsip ini adalah dalam hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabinbagasi tangan,
yang biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang konsumen adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini, pengangkut pelaku usaha
tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Strict Liability
Prinsip tanggung jawab dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk “menjerat” pelaku usaha, khususnya produsen barang,
yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability.
55
Ketentuan mengenai tanggung jawab dan ganti rugi yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini jelas merupakan lex splecialis
terhadap ketentuan umum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut prinsip ini,
produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkan.
54
Ibid., hal. 95-96
55
Abdul Halim Barkatulah, Op. Cit., hal. 65
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut, beban pembuktian kesalahan yang berdasarkan Pasal
1865 KUHPerdata dibebankan kepada pihak yang dirugikan, telah dialihkan kepada pihak yang dirugikan, telah dialihkan kepada pihak pelaku usaha.
Namun, penggugat konsumen tetap diberikan beban pembuktian, walaupun tidak sebesar si tergugat. Dalam hal ini, ia hanya perlu
membuktikan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan pelaku usaha produsen dan kerugian yang dideritanya. Selebihnya dapat dipergunakan
prinsip tanggung jawab mutlak strict liability.
56
Secara rinci beberapa rumusan tujuan penerapan tanggung jawab mutlak adalah:
57
a. Memberikan jaminan secara hukum bahwa biaya kecelakaan yang
diakibatkan oleh produk yang cacat ditanggung oleh orang yang menghasilkan dan mengedarkan produk tersebut ke pasar, bukan
oleh pembeli atau konsumen yang tidak mempunyai kemampuan powerless untuk melindungi diri.
b. Perancang doktrin strict liability berpendapat bahwa tujuan
penerapan justification doktrin ini adalah penjual dengan memasarkan produk untuk digunakan atau keperluan konsumen
telah menyadari dan sudah siap dengan tanggung jawab terhadap masyarakat umum yang akan mengalami cidera akibat
mengkonsumsi banrang yang ditawarkan atau dijualnya, dan sebaliknya masyarakat juga memiliki hak dan harapan untuk
terpenuhinya hak tersebut.
c. Untuk menjamin konsumen yang mengalami kecelakaan akibat
produk yang cacat, tanpa harus membuktikan kelalaian si produsen.
d. Agar risiko dari kerugian akibat produk yang cacat harus
ditanggung oleh supplier, karena mereka berada pada posisi yang dapat memasukkan kerugian sebagai biaya dalam kegiatan bisnis.
e. Sebagai instrumen kebijakan sosial dan jaminan bagi keselamatan
publik.
56
Ibid.
57
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
f. Tanggung jawab khusus untuk keselamatan masyarakat oleh
seseorang yang mensuplai produk yang dapat membahayakan keselamatan orang atau harta benda.
5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan