Penyelesaian Sengketa Di Peradilan Umum

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 menyediakan fasilitas penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Pasal 45 UUPK menyatakan: 1 Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usah atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. 2 Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. 3 Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang. 4 Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh pihak yang bersengketa.

1. Penyelesaian Sengketa Di Peradilan Umum

Pasal 46 UUPK menyediakan 4 empat cara mengajukan gugatan ke pengadilan, yaitu gugatan oleh seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan individual, gugatan yang diajukan sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, dan pemerintah. Seorang konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti rugi langsung ke pengadilan atau di luar pengadilan melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, sedangkan gugatan yang dilakukan oleh sekelompok konsumen, lembaga konsumen swadaya masyarakat maupun pemerintah atau instansi terkait hanya dapat diajukan ke pengadilan. 104 104 Abdul Halim Barkatulah, Op. Cit., hal. 117 Universitas Sumatera Utara Sampai saat ini hukum acara perdata kita tidak mensyaratkan perwakilan wajib oleh sarjana hukum verplichte procereurstelling yang telah memiliki kualifikasi tertentu untuk menangani sengketaperkara di pengadilan. 105 Subekti berpendapat dalam Shofie 2000:297 bahwa: Itu artinya konsumen dapat menangani sengketanya sendiri di pengadilan tanpa bantuan kuasa hukum. “Tanpa bantuan hukum dari kuasa hukum, gugatan sering kali dinyatakan tidak dapat diterima karena kesalahan formal. Para kuasa hukum yang bekerja di organisasi konsumen yang bertindak sebagai kuasa hukum konsumen, hendaknya telah memenuhi kualifikasi yang diisyaratkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik sebagai advokat atau pengacara.” Sebelum menyusun gugatan, kuasa hukum terlebih dahulu menerima pemberian kuasa dari konsumen untuk memberikan bantuan hukum mewakili kepentingan konsumen di pengadilan. Wujudnya dalam bentuk surat kuasa yang secara jelas dan terperinci menyebutkan untuk apa kuasa itu dberikan surat kuasa khusus. Adanya kekeliruan atau cacat dalam pemberian kuasa dapat mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. Dalam sengketa konsumen tidak jarang tergugatnya berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas PT. Karenanya gugatan diajukan di Pengadilan Negeri di daerah hukum domisili PT tersebut. 106 105 Yusuf Shofie, Op. Cit. hal. 296 Namun demikian, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, keberadaan PT tersebut harus diteliti dahulu apakah sudah sah sebagai badah hukum PT atau 106 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal. 179 Universitas Sumatera Utara belum. Ini menyangkut pertanggungjawaban PT tersebut terhadap pihak ketiga termasuk terhadap konsumen. Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 520 KPdt1996 tanggal 6 Mei 1997, adanya pengesahan sebagai badan hukum Perseroan Terbatas PT tidak berarti menghapuskan tanggung jawab secara pribadi dan pengurusdirektur PT untuk melunasi utangnya kepada kreditur dan mengalihkan tanggung jawab utangnya kepada PT. 107 Dalam praktik penanganan perkara, pada umumnya tidak mudah menetapkan kualifikasi gugatan, meskipun secara teoritis bahwa kualifikasi gugatan, setidaknya dapat dibedakan menjadi 3 tiga, yaitu wanprestasi ingkar janji, perbuatan melawan hukum onrechtmatige daad dan perbuatan melawan hukum penguasa onrechmatige overheads daad. 108 Mahkamah Agung MA tidak selalu konsisten dalam pembedaan kualifikasi gugatan. Dalam putusannya Nomor 1270 KPdt1991 tanggal 30 November 1992 perkara perjanjian kerja sama untuk menyelenggarakan arisan uang berhadiah. Mahkamah Agung membatalkan amar putusan judex facti Pengadilan Tinggi yang menyatakan “Tergugat I dan II terbanding telah melakukan perbuatan wanprestasi dan sekaligus perbuatan melawan hukum”. Sebaliknya dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2589 KPdt1998 tanggal 26 Para kuasa hukum sering kali memanfaatkan hal ini untuk mengajukan eksepsitangkisan bahwa surat gugatan kabur, misalnya gugatannya seharusnya wanprestasi, bukan perbuatan melawan hukum atau sebaliknya. 107 Ibid. 108 Ibid., hal. 180 Universitas Sumatera Utara Oktober 1993 Perkara Status Hukum Penjamin dalam utang piutang. Mahkamah Agung malah menyatakan dalam salah satu amar putusannya “Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum dan ingkar janji”. Tampaknya praktik pembedaan kualifikasi gugatan lebih banyak digantung pada situasi konkret yang diungkapkan dalam fakta-fakta hukum posita gugatan serta diberikan pertimbangan hukum oleh hakim. Artinya, tidak hanya 1 satu kualifikasi gugatan saja yang disebutkan dalam gugatan. Menurut Az. Nasution Kristiysanti 2011:183, penyebutan 3 tiga kualifikasi gugatan sekaligus wanprestasi, perbuatan melawan hukum dan perbuatan melawan hukum penguasa sama sekali tidak dimungkinkan. Apabila dianut sejarah dan sistematis perundang-undangan, meskipun wanprestasi tidak termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum, tidak menghalangi penggugat untuk menggugat berdasarkan perbuatan melawan hukum. Tersedianya upaya hukum terhadap putusan, baik yang merupakan upaya hukum biasa, maupun upaya hukum luar biasa, tentu saja dengan sendirinya akan memperpanjang proses penyelesaian sengketa, sehingga penyelesaian sengketa akan memakan waktu yang lama dan biaya yang mahal. Mahalnya biaya perkara tersebut bukan satu-satunya kelemahan penyelesaian sengketa melalui pengadilan sekarang ini, karena sebagaimana telah disebutkan bahwa penyelesaian sengketa melalui pengadilan secara umum mendapatkan kritikan, bukan hanya di negara yang sedang berkembang seperti di Universitas Sumatera Utara Indonesia, akan tetapi juga di negara maju. Kritikan- kritikan tersebut disebabkan karena: 109 a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat lambat; b. Biaya per perkara yang mahal; c. Pengadilan pada umumnya tidak responsif; d. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah; dan e. Kemampuan para hakim yang bersifat generalis. Usaha-usaha penyelesaian sengketa secara cepat terhadap tuntutan ganti kerugian oleh konsumen terhadap produsen telah dilakukan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang memberikan kemungkinan konsumen untuk mengajukan penyelesaian sengketanya di luar pengadilan. 110

2. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

1 49 95

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 8

BAB II RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN KONSUMEN DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 - Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)

0 0 16

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN BERKAITAN DENGAN ITIKAD BURUK DARI PERUSAHAAN ASURANSI JIWA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 560 KPDT.SUS2012)

0 2 10