Kontrak Asuransi adalah kontrak di mana satu pihak menerima sesuatu nilai yang disebut premi, memikul suatu risiko kerugian yang menimpa pihak lain,
menurut suatu rencana pendistribusian risiko itu. Sebagai suatu kontrak, polis asuransi itu harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang belaku untuk semua
kontrak. Selain dari itu, menurut Hasyimi Ali 1993:109 kontrak asuransi jiwa mempunyai ciri-ciri khasnya sendiri. Ciri-ciri khas itu adalah:
a. Aleatory Contract yaitu pertukaran nilai uang yang tidak sama;
b. Adhesion Contract artinya pihak yang ditanggung harus menerimanya
atau menolaknya sebagaimana adanya; c.
Unilateral sepihak maksudnya hanya perusahaan asuransi yang dapat membuat janji yang secara hukum dapat dipaksakan berlakunya;
d. Condtional bersyarat artinya walaupun pihak yang ditanggung tidak
dapat dipaksakan oleh hukum untuk melaksanakan persyaratan tertentu, namun ia harus melakukannya jika ia ingin memperoleh penggantian
menurut kontrak tersebut.
e. Kontrak dalam hal membayarkan jumlah nominal polis atas
meninggalnya pihak yang ditanggung. Aleatory Contract atau kontrak untung-untungan tidak semua berbentuk
perjudian. Asuransi bukan perjudian.
75
2. Terjadinya Perjanjian Asuransi Jiwa
Asuransi tidak dimaksudkan untuk menawarkan kemungkinan berlaba kepada pihak yang ditanggung tetapi hanya
kemungkinan untuk memperoleh penggantian dari kemungkinan kerugian. Selanjutnya asuransi mengurangi risiko, sedangkan perjudian menimbulkan
risiko.
a. Teori Tawar-Menawar dan Teori Penerimaan
Untuk menyatakan kapan perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung itu terjadi dan mengikat kedua pihak, dapat
75
A. Hasyimi Ali, Op. Cit., hal. 110
Universitas Sumatera Utara
dipelajari melalui 2 dua teori perjanjian yang dikenal dalam ilmu hukum. Kedua teori perjanjian tersebut adalah teori tawar-menawar bergaining
theory dan teori penerimaan acceptance theory.
76
Berdasarkan teori tawar-menawar, terjadinya perjanjian asuransi jiwa didahului oleh serangkaian perbuatan penawaran dan penerimaan
yang dilakukan oleh tertanggung dan penanggung secara timbal balik. Serangkaian perbuatan tersebut tidak ada pengaturan rinci dalam Undang-
Undang Perasuransian, tetapi hanya dengan pernyataan “persetujuan kehendak” sebagai salah satu unsur sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUH
Perdata. Serangkaian perbuatan penawaran dan penerimaan untuk mencapai persetujuan kehendak mengenai asuransi hanya dapat diketahui
melalui kebiasaan yang hidup dalam praktik bisnis asuransi. Oleh karena itu, serangkaian perbuatan tersebut perlu ditelusuri melalui praktik
perjanjian asuransi. Kedua teori perjanjian
ini menjadi dasar timbulnya kesepakatan, dan dianut negara-negara Anglo Saxon yang menggunakan sistem hukum common law seperti di Amerika
Serikat dan di Inggris. Di Indonesia yang mengikuti sistem hukum Eropa Kontinental tawar-menawar menciptakan kesepakatan, yaitu syarat
pertama sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.
Berdasarkan teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima
oleh tertanggung. Sungguh-sungguh diterima artinya penawaran tertulis
76
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 55
Universitas Sumatera Utara
pihak penanggung sungguh-sungguh diterima oleh tertanggung walaupun isi tulisan itu belum dibacanya. Sungguh-sungguh diterima itu dibuktikan
oleh tindakan nyata dari tertanggung, biasanya dengan menandatangani suatu pernyataan yang disodorkan oleh penanggung yang disebut nota
persetujuan cover note. Atas dasar nota persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian asuransi oleh penanggung yang disebut polis
asuransi. b.
Asuransi Bersifat Tertulis Perjanjian asuransi terjadi seketika setelah tercapai kesepakatan
antara tertanggung dan penanggung, hak dan kewajiban timbal balik timbul sejak saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani Pasal 257 ayat
1 KUHD. Asuransi tersebut harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis Pasal 255 KUHD. Polis ini merupakan satu-
satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi Pasal 258 ayat 1 KUHD.
Ketentuan-ketentuan yang telah diuraikan tadi dapat dipahami apabila sejak saat terjadi asuransi sampai diserahkannya polis yang sudah
ditandatangani tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jadi, tidak ada persoalan apa-apa. Akan tetapi, jika setelah terjadi asuransi
belum sempat dibuat polisnya, atau walaupun sudah dibuatkan polisnya, tetapi belum ditandatangani atau walaupun sudah ditandatangani, tetapi
belum diserahkan kepada tertanggung, kemudian terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung. Dalam keadaan ini sulit
Universitas Sumatera Utara
membuktikan bahwa telah terjadi asuransi karena pembuktiannya harus secara tertulis berupa akta yang disebut polis.
Untuk mengatasi kesulitan itu, Pasal 257 KUHD memberi ketegasan, walaupun belum dibuatkan polis, asuransi sudah terjadi sejak
tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Kesepakatan itu dibuktikan dengan nota persetujuan yang ditandatangani oleh tertanggung.
Pembuktian asuransi sudah terjadi walaupun kemudian baru dibuat secara tertulis dalam bentuk polis. Hak dan kewajiban tertanggung dan
penanggung timbul sejak terjadi kesepakatan berdasarkan nota persetujuan.
77
Untuk membuktikan telah terjadi kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, undang-undang mengharuskan pembuktian dengan alat
bukti tertulis berupa akta yang disebut polis. Akan tetapi, apabila polis belum dibuat, pembuktian dilakukan dengan catatan, nota, surat
perhitungan, telegram, dan sebagainya. Surat-surat ini disebut permulaan bukti tertulis the beginning of writing evidence.
78
Apabila permulaan bukti tertulis ini sudah ada, barulah dapat digunakan alat bukti biasa diatur dalam hukum acara perdata. Inilah yang
dimaksud oleh Pasal 258 ayat 1 KUHD dengan kalimat: “namun demikian, semua alat bukti boleh digunakan apabila
sudah ada permulaan pembuktiaan dengan surat”. c.
Pembuktian SyaratJanji Khusus Asuransi
77
Ibid., hal. 57
78
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Apabila terjadi kesepakatan antara tertanggung dan penanggung sudah dapat dibuktikan, kemudian timbul perselisihan tentang syarat-
syarat khusus dan janji-janji khusus asuransi, maka yang demikian ini boleh dibuktikan dengan menggunakan alat bukti.
79
Pembuktian syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus asuransi yang menurut undang-undang “diancam batal jika tidak dimuat dalam
polis” harus dibuktikan secara tertulis Pasal 258 ayat 2 KUHD. Syarat- syarat khusus yang dimaksud dalam Pasal 258 KUHD adalah mengenai
esensi inti isi perjanjian asuransi yang telah dibuat itu, terutama mengenai realisasi hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung,
seperti penyebab timbul kerugian evenemen, sifat kerugian yang menjadi beban penanggung, pembayaran premi oleh tertanggung, dan klausula-
klausula tertentu.
3. Polis Asuransi Jiwa