Cerita Legenda Danau Teluk Gelam dan Keberadaan Danau Teluk

festival kesenian yang sering diadakan di daerah Kayuagung pada hari kedua perayaan Idul Fitri memperlihatkan penghargaan yang besar atas adat Ogan. Pada perayaan ini semua masyarakat diharuskan mengenakan pakaian adat dan perhiasaan yang dimilikinya serta memamerkan aneka permainan dan makanan adat. Saat ini salah satu cara melestarikan adat-istiadat yang ada adalah dengan banyaknya dilakukan pendokumentasian terhadap upacara adat, kesenian, dan permainan. Legenda Danau Teluk Gelam sebagai karya sastra merupakan bentuk pendokumentasian adat-istiadat di daerah Ogan Komering Ilir. Perkembangan kesenian pada umumnya mengikuti proses perubahan yang terjadi dalam kebudayaan sesuatu masyarakat. Sebagai salah satu unsur dalam kebudayaan maka kesenian akan mengalami hidup statik yang diliputi oleh sikap tradisionallistik apabila kebudayaannya juga statik dan tradisionalistik Seomardjan, 1984: 6. Dengan kata lain, suatu kesenian tertentu dapat berubah seiring perubahan yang terjadi dalam masyarakat pendukungnya. Legenda digolongkan sebagai karya sastra lama, namun keberadaannya tetap menjadi kebutuhan masyarakat hingga saaat ini. Pada dasarnya orang lebih mudah menerima apa yang disampaikan secara lisan daripada harus membaca atau mencari tahu melaui artefak. Legenda atau sastra lisan meskipun memiliki pola yang sama antara satu dengan yang lain, namun kekhasan tertentu mampu membedakan. Kekhasan menjadi tonggak untuk menghapuskan bahwa legenda adalah cerita plagiat meskipun polanya sama. Sebuah kebudayaan antara satu daerah dengan daerah lain mungkin hampir sama, tetapi tidak akan pernah sama. Masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir memiliki banyak kemiripan dalam hal kebudayaan dengan daerah lain yang juga memiliki persamaan georgrafis. Dalam hal kehidupan sungai, masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir mempunyai kesamaan dengan kehidupan masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Ilir, Mesuji, dan daerah lain di sekitarnya. Fungsi utama karya sastra adalah untuk melukiskan, mencerminkan kehidupan manusia, sedangkan kehidupan manusia itu sendiri selalu mengalami perkembangan Ratna, 2011: 75. Karya sastra tidak dapat mengikuti perkembangan manusianya, karya itu tetaplah pada posisi semula sebagai gambaran. Kehidupan manusia yang tergambar dalam karya itu meskipun sudah jauh berbeda dengan penggambarannya, tapi dengan karya sastra bisa ditarik kesimpulan bagaimana awal kehidupan manusia dalam karya itu sehingga menjadi seperti yang sekarang. Penulisan legenda dalam bahasa asli masyarakat tidak selalu berjalan mulus, banyak kendala yang mungkin terjadi, salah satunya adalah bahasa nasional sebagai pengantar dalam pendidikan. Oleh karena itu, legenda ditulis dalam Bahasa Indonesia agar dapat dipakai dalam pendidikan dan diketahui oleh masyarakat luas. Meskipun bahasa adalah alat komunikasi sekaligus menjadi penentu berkembangnya cerita, namun legenda sebagai karya sastra pada gilirannya memiliki kemampuan untuk melukiskan pemakaian bahasa secara alamiah sebab dilakukan melalui interaksi tokoh-tokohnya Ratna 2010:390.